webnovel

Strange man

Sudah 15 menit Rose berada di ruangan itu bersama dengan Julian, tapi terasa begitu lama, Ia sudah tidak sabar untuk segera pergi dari sana. Sialnya, ruangan itu begitu dingin hingga Rose menggigil.

"Kau kedinginan?" tampaknya Julian menyadarinya.

"Hanya sedikit." tangan Rose bergetar ketika meletakan gelas di meja, beruntung isi di dalamnya tidak tumpah.

Julian menghela nafas seperti menyayangkan hujan yang tak kunjung reda.

"Tunggu, aku akan mengambilkan selimut untukmu."

"Tidak perlu Tuan, aku baik-baik saja," tolak Rose, tapi tampaknya pria itu tak peduli, Ia tetap beranjak untuk mengambilkan selimut kecil, bahkan melingkarkannya di tubuh Rose.

Rose terkejut hingga berdiri, sayangnya itu malah membuat posisi mereka semakin dekat bahkan membuat wajah keduanya saling berhadapan karena pria itu sedikit membungkuk ketika melingkarkan selimut di tubuhnya.

Menyadari keduanya yang begitu dekat, Rose beringsut mundur tetapi tangan Jungkook menahan tubuh Rose dan membawanya semakin menekan tubuhnya. Dapat Rose lihat wajah tampan pria dihadapannya itu, sejenak Rose terhipnotis ketika menatap mata pria itu.

Julian semakin mendekatkan wajahnya pada Rose bahkan dapat Rose rasakan terpaan nafasnya yang hangat di kulit wajahnya. Rose menyadari hal itu, nalurinya menolak tapi tubuhnya tak dapat bergerak hingga bibir Julian dengan sengaja mendarat di bibir miliknya.

Rose tersadar dan tidak seharusnya Ia menerima perlakuan tak senonoh itu padanya, belum lagi Tuan Julian telah mencuri ciuman pertamanya. Dengan sedikit mendorong tubuh Julian, Rose bergeser dan sedikit menjauh darinya.

"Apa yang Tuan lakukan??" Rose yang terkejut sedikit berteriak.

"Apa?" dengan santainya Julian malah balik bertanya.

"Tuan berusaha menggodaku."

Julian tertawa lirih, "Jika aku menggoda, ku pikir kau tak akan tergoda, tapi aku bahkan sudah mengecupmu lebih dulu sebelum kau menolaknya."

Rose tahu, Ia tak bisa hanya menyalahkan Tuan Julian saja, bagaimanapun Ia sendiri memberikan kesempatan pada Tuan Julian untuk mengecupnya tadi.

"M-maaf, tetap saja aku tak bisa melakukannya."

Mendengar permintaan maaf gadis itu membuat Julian tertawa lirih, pasalnya tadi Rose hendak menyalahkannya tapi sebaliknya gadis itu kini malah meminta maaf.

"Aku mendapatkan Melisa dengan menggodanya, ku pikir aku bisa mendapatkanmu dengan cara yang sama." seringainya.

Mata Rose membulat, jadi itukah yang Tuan Julian pikirkan tentangnya. Tiba-tiba Julian bangkit dan berjalan mendekat pada Rose.

"Jangan mendekat, Tuan!" teriak Rose panik, Ia menyangka Julian hendak melakukan hal-hal aneh padanya.

"Aku tidak akan melakukan apapun padamu." Julian menarik selimut di pundak Rose dan memakainya, Ia tampak canggung karena Rose telah menolaknya tadi.

"Kau pikir hanya kau saja yang kedinginan?"

Rose memperhatikan Julian yang mendudukkan dirinya kembali, sesekali Julian melirik ke arah Rose, itu justru membuat Rose merasa tak nyaman.

"Dimana rumahmu, Rose?"

"Kenapa Anda bertanya?"

"Aku akan mengantarmu pulang."

"Mengantarku? Kau tidak perlu melakukannya, Tuan," tolak Rose.

"Situasinya akan berubah jika kau tidak segera ku antar pulang."

"Ya?" Rose mengerutkan dahi tak mengerti, "Aku akan pulang menggunakan bus saja."

"Tidak, aku akan mengantarmu!" paksa Julian yang beranjak dari duduknya untuk mengambil kunci mobil. Rose memilih untuk menyetujui saran pria itu, setidaknya itu tak akan memakan waktu lebih lama berada di tempat ini

*

Mereka sampai di depan bangunan sebuah apartemen yang terbilang murah, hanya orang-orang biasa yang mau tinggal di tempat seperti itu.

"Di sini tempat tinggalmu?"

"Ya. Terimakasih sudah mengantarku, aku akan turun." tanpa menunggu jawaban Julian, Rose segera membuka pintu mobil yang masih terkunci, Ia menoleh pada Julian tetapi pria itu malah terkekeh.

"Jangan terlalu buru-buru, apa kau takut jika aku bersikap kurang ajar lagi padamu?" godanya.

Rose menggeleng panik, "T-tidak, aku sama sekali tidak terpikirkan hal itu," elak Rose.

"Tunggulah, aku lupa mengambil payung di bagasi mobil." Julian turun dari mobil dan air hujan membasahi sedikit pakaiannya, kemudian membukakan pintu untuk Rose dengan payungnya. Segera keduanya berjalan beriringan dengan satu payung yang Julian pegang.

Apartemen kecil milik Rose ada di lantai atas, tepatnya lantai dua karena bangunan itu hanya memiliki dua lantai saja. Melihat pakaian pria itu yang basah, Rose merasa iba sehingga Ia mempersilahkan Julian untuk masuk.

Tentu bukan keinginan Rose membuat pria itu jadi kerepotan hingga kebasahan karena air hujan, bukankah Julian sendiri yang menginginkannya.

"Tunggu, akan ku ambil handuk untukmu," ujar Rose lalu segera masuk untuk mengambil handuk kering.

"Hanya sedikit, tidak masalah." dari luar pria itu mencuri pandang ke dalam apartemen milik Rose, kemudian sibuk mengeringkan dirinya ketika Rose kembali dengan membawa handuk untuknya.

"Seharusnya Anda tak perlu mengantarku hingga begini, aku bisa turun sendiri."

"Bagaimana jika ada orang jahat di sekitar apartemenmu, sedangkan cuaca sedang hujan, tak akan ada yang mendengar jika kau berteriak." Julian memang pintar mencari alasan.

Tapi bagi Rose, pernyataan Julian tidaklah berbobot. Bagaimana jika orang jahat itu adalah Julian sendiri? Pikirnya.

"Apa aku boleh masuk?" tanya Julian tanpa tahu malu.

Awalnya Rose hendak menolak, tapi pria itu sudah susah payah untuk mengantarnya pulang bahkan bersikap begitu peduli padanya, sehingga Rose dengan terpaksa mengizinkan Julian untuk singgah setidaknya hanya sebentar.

"Masuklah.." ajak Rose seraya masuk ke dalam di ikuti Julian.

"Apa kau tinggal sendiri?"

"Ya," singkat Rose yang segera membuatkan minuman hangat untuk Tuan Julian.

"Minumlah Tuan, hanya secangkir teh."

"Jangan memanggilku dengan sebutan Tuan, panggil namaku itu sudah cukup."

"Tidak mungkin, aku tak bisa bersikap tak sopan pada pelanggan tempatku bekerja."

"Dan berhenti bicara formal, bukankah disaat seperti ini, terdengar aneh jika kau memanggilku seperti itu? Apalagi setelah yang terjadi," lanjutnya.

"Tidak bisakkah kita lupakan hal memalukan itu?"

Julian tertawa lirih, namun Rose malah berdecak.

"Apa Tuan pikir itu sebuah hal yang lucu? Anda salah jika berpikir dapat menggodaku dengan cara murahan seperti itu."

"Murahan menurutmu? Lalu dengan cara apa aku bisa merayumu?"

"Lupakan, aku tak ingin membahasnya."

"Julian, kau bisa memanggilku dengan sebutan Julian."

"Tuan Julian, bagiku cukup memanggilmu dengan kata Tuan."

"Kau sungguh keras kepala Rose, jika kita bertemu lagi, panggil saja namaku tidak dengan Tuan."

"Ya, ya. Menurutmu kita akan bertemu lagi," Rose memutar bola matanya, Ia berharap tak akan pernah bertemu lagi dengan pria tak jelas seperti Julian.

"Yeah, of course.." tanpa meminta izin, Julian meraih ponsel Rose dan mengetikan nomornya di sana.

"Apa yang Anda lakukan??" Rose berusaha merebut ponselnya.

"Menyimpan nomorku karena aku tertarik padamu dan kita akan lebih sering bertemu." Julian memberikan ponsel Rose dengan mengedipkan satu matanya.

"Apa? Apa maksudmu?"

"Aku akan sering datang menemuimu di restoran, bagaimana?"

"Jika kau datang hanya untuk menggodaku seperti kau menggoda kekasihmu itu, jangan harap aku akan bersikap baik padamu, Julian Smith!"

"Ya? 'Kau'? 'Julian Smith'?" Julian tersenyum simpul mendengar ancaman Rose yang sama sekali tak membuatnya gentar. Pria itu meneguk habis sisa minuman yang Rose berikan.

"Aku sudah menghabiskannya, jadi aku akan pergi."

"Ya, pintunya ada di sana. Terimakasih karena sudah mengantarku," jawab Rose tanpa berbasa-basi.

"Terimakasih untuk minumannya." Julian beranjak menuju pintu keluar diikuti Rose dibelakangnya.

Julian memutar tubuhnya menghadap Rose seraya berjalan mundur dan melambaikan tangan, namun Rose tak membalasnya, hanya melempar raut wajah masam pada pria itu hingga pria itu sudah tak nampak.

"Pria aneh!" ucapnya seraya menutup pintu apartemen