webnovel

Compulsion

Tampaknya Julian tertarik pada wanita berambut pirang yang tadi menyuguhkan minuman hangat untuknya, Rose membuatnya semakin penasaran untuk mengenal lebih jauh gadis itu, meski Ia terkesan sangat biasa, namun parasnya yang cantik dan tampilannya yang sangat sederhana mampu menarik perhatiannya, sungguh berbeda dengan wanita-wanita yang sering Ia goda.

Ya, Julian memang sering bermain-main dengan wanita dan Melisa adalah salah satu wanita yang dengan mudah Ia taklukkan. Hingga saat ini jiwa petualangnya tidak berhenti sampai disitu saja, bahkan Ia tak menyangka jika pesona Rose mampu membuat dirinya tertantang untuk mendapatkannya.

*

"Kopi?" tawar Jaehyun pada Rose yang tengah melamun.

Rose menggeleng lemas.

"Kau tampak tak semangat hari ini."

"Sungguh?" jawab Rose malas.

Jaehyun tahu jika suasana hati gadis itu sedang tidak baik sehingga Ia memilih untuk tak bertanya lagi. Beruntung hari ini restoran tidak begitu ramai dan Rose bisa sedikit memulihkan pikirannya.

Sebenarnya Rose masih terpikirkan tentang kejadian semalam ketika dengan bodohnya Ia luluh begitu saja pada pesona Tuan Julian bahkan memberikan ciuman pertamanya kepada pria itu. Ia masih tak bisa menghilangkan rasa sesalnya begitu saja, momen yang seharusnya penting dan menjadi kenangan untuknya, harus sia-sia karena Tuan Julian mungkin sama sekali tak peduli ataupun teringat dengan kejadian semalam, Rose yakin pria itu pasti sudah melupakannya.

Bahkan ketika pria itu mengatakan akan lebih sering bertemu dengannya, Rose selalu penasaran pada setiap pelanggan yang datang, entah mengapa Ia jadi menunggu-nunggu kedatangan pria itu.

"Sudah larut, kau tak ingin pulang?" kejut Jaehyun yang memperhatikan Rose sejak tadi, wanita itu terus melamun meski tengah mengerjakan pekerjaannya.

"Aku akan pulang," gadis itu meletakkan sapunya dan mengambil tasnya.

"Mau ku antar?" tawar Jaehyun.

Rose menggeleng, Ia tak mau jika pria di hadapannya ini mencoba mendekatinya lagi.

"Jangan salah paham, aku hanya khawatir padamu saja, sepertinya kau sedang tidak sehat."

"Aku baik-baik saja," tegas Rose lalu melempar tatapan kesal dan meninggalkan Jaehyun, sedangkan Jaehyun hanya menghela nafas.

*

Ketika sampai di depan apartemennya, Rose menerka-nerka apakah pria itu kini ada di depan pintu? Namun tebakannya salah, Julian tak ada di sana. Rose menggeram frustasi karena terus saja mengingat pria itu bahkan menunggunya.

Rose merebahkan tubuhnya di sofa dan memeriksa nomor Julian di ponselnya, bertanya-tanya apakah Julian menunggu pesan darinya? Ah siapa peduli, tak mungkin Ia lebih dulu menghubungi Julian, apa pentingnya untuk Rose.

Sementara Rose yang tak hentinya memikirkan Tuan Julian, tanpa Ia tahu pria ini sedang asik menghabiskan waktu dengan wanita-wanitanya, Ia sengaja tak mendatangi Rose di tempat kerjanya karena berniat membuat gadis itu penasaran di buatnya.

*

"Pesanan anda Tuan.." Rose yang hendak memberikan bingkisan makanan di tangannya terkejut ketika mengetahui siapa yang memesan. Ia menghela nafas ketika tahu Tuan Julian yang membuatnya tak dapat tidur kini ada di hadapannya dan tersenyum padanya.

Pria itu mengisyaratkan Rose untuk membawa makanannya masuk.

"Tidak Tuan, aku akan mengantar pesanan Anda sampai disini saja."

"Melisa ada di dalam," ucapnya.

Rose menatap Julian dan mengerutkan dahi, "Lalu kenapa?"

"Kau takut aku akan mengecupmu lagi?"

Rose mendengus dan akhirnya masuk ke dalam untuk meletakkan pesanan sepasang kekasih itu.

"Oh, hai! Bukankah kau wanita yang waktu itu?" sapa Melisa.

Rose membungkuk dan tersenyum, sedangkan Ia menyadari Julian memperhatikan dirinya di sana.

"Aku sudah membayarnya bukan?" tanya Julian padanya.

Rose mengangguk malas.

"Selamat menikmati." Rose hendak pergi dan menuju pintu keluar.

"Aku akan menutup pintu." ujar Julian pada Melisa. Wanita itu menepuk pipinya mengiyakan.

Sebelum sempat Rose pergi, Julian menarik tangannya membuat Rose terkejut.

"Apa ada yang kurang, Tuan Julian?"

"Kau tidak mencoba menghubungiku, Rose?"

"Menghubungi? Apa maksud Anda? Aku tidak mengerti."

"Aku tahu kau menungguku datang."

"Jangan terlalu percaya diri."

"Kau tidak cemburu?"

"Cemburu? Kau bicara yang tak seharusnya."

"Honey? Mengapa lama?" teriak Melisa dari dalam.

"Honey?" Rose tertawa, "Tolong lepaskan tanganmu, sebelum kekasihmu itu tahu." Julian menatap Rose sekejap lalu melepaskan genggamannya.

Tanpa berpamitan Rose melenggang pergi meninggalkan Julian dengan kesal.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Melisa menghampirinya.

"Tidak, aku baru saja hendak masuk."

"Ayo masuklah, aku sudah cukup lapar." manjanya lalu keduanya masuk ke dalam.

*

Brak!

Rose kembali ke apartemennya dan terkejut melihat pemilik bangunan itu mengunci pintu apartemennya dengan sebuah gembok besar.

"Nyonya? Mengapa kau mengunci apartemenku?"

"Kau sudah pulang rupanya, aku terpaksa menguncinya karena kau tidak juga membayar sewa selama tiga bulan."

"Tiga bulan? Tapi ini belum masuk tiga bulan Nyonya, lagipula aku sudah berjanji untuk membayarnya bulan depan."

"Sudah banyak orang yang menanyakan bangunan ini dan aku tak bisa terus mempertahankannya untukmu, bayar jika masih ingin tinggal!" marahnya.

"Lalu bagaimana dengan barang-barangku?"

"Kau harus membayar untuk dua bulan kemarin lalu kau bisa mengambil barang-barangmu!"

Rose menarik nafas panjang, "Baiklah, berikan aku waktu hingga malam ini Nyonya, jika aku dapat membayarnya bolehkah aku tinggal untuk beberapa waktu hingga--"

"Tidak! Kau pikir dapat menipuku lagi dengan janji-janjimu?"

"Nyonya, ku mohon berikan aku waktunya untuk membayarnya."

"Sudahlah, pergi saja jika tak mampu membayar!"

"Berapa yang harus dibayarnya?" tanya seorang pria mengejutkan keduanya.

"Ya?" Nyonya pemilik gedung terlihat bingung dengan kedatangan seorang pria yang adalah Julian.

"A-apa yang kau lakukan?" tanya Rose.

"Aku bertanya padamu Nyonya, berapa yang harus kekasihku bayar? Aku akan membayarnya lunas sekarang, bahkan untuk beberapa bulan ke depan."

'Kekasih?' Rose mengerutkan dahi.

Wanita tua itu memperhatikan Rose dan Julian bergantian, Ia cukup terkejut karena pria itu tiba-tiba datang fan berniat membayar uang sewa milik Rose.

"Ah, ya.. Tunggulah.." Nyonya pemilik bangunan memberikan sebuah kwitansi, lalu Julian mengeluarkan dompet di sakunya dan mengambil uang sebanyak yang dibutuhkan untuk membayar.

"Kau tidak perlu membayarnya untukku," tolak Rose namun sang Nyonya pemilik gedung mendorongnya untuk menyingkir dari hadapan keduanya.

"Baiklah, aku menerima uang ini dan mengizinkanmu untuk menempati apartemenmu kembali," ujar pemilik bangunan pada Rose kemudian Ia pergi setelah membuka gemboknya.

"Tuan! Mengapa kau melakukannya?? Kau tidak perlu membayar sewa apartemenku."

"Apartemenmu??" Julian tiba-tiba saja masuk ke apartemen Rose tanpa meminta izin darinya.

"Apa yang kau lakukan? Masuk apartemenku tanpa meminta izin?" omel Rose, tapi pria itu tampak tak peduli dan hanya tertawa seraya merebahkan dirinya di sofa.

"Bukankah aku yang sudah membayarnya."

"Aku tidak memintamu untuk membayar sewa apartemenku."

"Kalau begitu kau akan tidur di luar malam ini, bukankah kau tak bisa membayarnya."

"Jangan bicara seenaknya, aku bisa saja membuat perjanjian dengan Nyonya pemilik bangunan ini, tapi kau tiba-tiba datang dan mengacaukannya."

Tampaknya pria itu tak mau mendengarkan dan asik bersantai di sofa seraya memainkan ponselnya.

"Jika ingin sibuk dengan kekasihmu,  sebaiknya jangan di sini!" Rose menarik lengan Julian hingga pria itu terduduk, namun Julian malah meraih tangan Rose dan menariknya hingga gadis itu duduk di antara kedua kakinya.

"A-apa yang kau lakukan?? Tuan Julian!"

"Tidak ada, aku tidak akan melakukan apapun."

"Apa yang sebenarnya kau inginkan?!" Rose masih berusaha untuk melepaskan diri, namun pria itu semakin kuat melingkarkan kedua tangannya.

"Kau. Aku menginginkan dirimu, Rose."

"Apa yang kau inginkan dariku? Aku terlalu miskin untuk kau peras, kau juga sudah memiliki kekasih yang lebih cantik dariku."

"Bagiku, kaulah gadis paling cantik yang pernah kutemui."

"Berhentilah bersikap seperti ini, jangan karena malam itu kau mengambil ciuman pertamaku lalu kau bisa bersikap seenaknya!"

"Ciuman pertama?"

Rose tersadar jika Ia sudah salah bicara.

"Tidak, lupakan saja!" kali ini Rose berhasil lepas dari kungkungan Julian.

"Jadi itu adalah ciuman pertamamu?" pria itu tertawa puas, seperti sedang memenangkan lotre.

"Aku tak ingin membahasnya, sebaiknya kau pulanglah," kesal Rose.

"Benar-benar tidak tahu diri ya. Bukannya berterimakasih, kau malah mengusirku."

Rose menyadari jika sejak tadi Ia sama sekali belum mengucapkan terimakasih pada Julian.

"Maaf, aku berterima kasih untuk itu."

"Baguslah jika kau menyadarinya. Tapi, ada hal lain yang aku inginkan."

Rose mengerutkan dahi, "Apalagi yang kau inginkan?"

"Kau tidak boleh melarangku untuk datang kemari setiap waktu."

"Baiklah, hanya sampai aku dapat mengganti uangmu."

"Tidak masalah, itu perjanjiannya."

"Ini sudah malam, sebaiknya kau pulanglah."

"Bagaimana jika aku ingin bermalam di sini?"

"Jangan kurang ajar," ketusnya.

Pria itu akhirnya beranjak, "Aku akan kembali lagi besok."

Rose menghela nafas, Ia cukup malas untuk bertemu lagi dengan Julian, tapi karena pria itu telah membantunya mau tak mau Rose harus mengizinkan pria itu datang kapanpun Ia mau.

***