webnovel

awal pengkhianatan

Tumbuh tanpa orang tua menjadikan Dara kesulitan membuka hati pada orang lain. Dia tumbuh di panti asuhan Hunie. Di sana dia sering diperlakukan tidak adil. Belum lagi sesama anak panti yang tidak jarang menjadikannya objek perundungan.

Dara sudah terbiasa dengan kenyataan pahit dalam hidupnya. Terlebih saat dia sudah remaja, pihak panti hanya memberikan sedikit uang lalu menendangnya keluar. Mereka berpikir bahwa seumuran Dara kala itu sudah bisa bertahan hidup sendirian di luar sana.

Nyatanya untuk bertahan hidup sangatlah sulit. Dara yang selulus SMA langsung dikeluarkan dari panti pun melakukan pekerjaan apa saja untuk bisa mendapatkan uang. Siang malam gadis itu bekerja, bahkan pada saat sakit pun dia selalu memaksakan diri.

Dalam tiga tahun kehidupannya membaik. Dia sudah memiliki tabungan dan bisa menyewa apartemen murah sebagai tempat tinggal. Apartemen itu berada di pinggiran kota, dengan wujud bangunan yang kumuh dan sedikit tidak terawat.

Dara meninggalkan apartemen kumuh itu menuju sebuah kafe. Sudah sekitar enam bulan Dara bekerja di sana. Sebelumnya Dara bekerja di dua minimarket sekaligus, pada sif pagi dan sif malam. Membuat Dara selalu kekurangan tidur waktu itu.

Begitu sampai, Dara segera masuk untuk mempersiapkan kafe yang sebentar lagi akan dibuka. Namun begitu membuka pintu, sebuah pemandangan yang tidak pernah Dara bayangkan terjadi di hadapannya.

Laki-laki yang sudah menjadi kekasih Dara selama satu tahu itu ada di sana. Berdiri sambil memegangi pinggang perempuan yang adalah pemilik kafe, bos Dara sendiri. Sementara bos Dara itu melingkarkan tangannya di leher Mattew.

Mereka melepas pagutan bibir begitu menyadari kehadiran Dara. Dengan panik saling melepaskan diri. Namun Dara terlanjur melihat semuanya.

"Bi-biar aku jelaskan," Matt mematap Dara, meminta kesempatan untuk menjelaskan.

Sayang sekali, kepercayaan Dara sudah terlanjur rusak dan akan sulit diperbaiki lagi. Bahkan mungkin tidak bisa sama sekali.

Dara membalik badan, keluar dari tempat itu. Di belakangnya, Matt mengejar bahkan meraih tangan gadis itu untuk menghentikannya.

"Ini tidak seperti yang kau lihat. Dara, perca—"

Tamparan Dara menghentikan ocehan Mattew. Laki-laki itu meringis sakit, dia melepas genggamannya pada Dara dan beralih memegangi pipinya yang terasa memanas.

"Tutup mulut busukmu itu!" Dara memperingatkan.

Mata gadis itu menyorot begitu tajam hingga membuat Matt sedikit merasa takut. Namun laki-laki itu tetap mengikuti Dara saat gadis itu kembali berjalan pergi.

Masih sambil menyamakan langkah dengan Dara, Mattew lanjut memohon, "Aku bisa menjelaskan semuanya. Tolong dengarkan aku. Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Sinbi."

Dara tidak mendengarkan. Dia terus melanjutkan langkahnya, mengabaikan kehadiran Matt yang masih terus berkicau sambil berjalan di sisinya.

"Kumohon jangan salah paham. Aku tidak bermaksud begitu tadi. Aku tidak—"

"Diam!"

Keduanya menghentikan langkah.

Jika tatapan tajam bisa berubah menjadi pisau, maka mungkin kepala Matt sudah terbelah oleh pisau itu sekarang. Tatapan Dara kelewat menusuk, dan lagi-lagi membuat Matt menciut.

Laki-laki itu menelan ludah gugup ditatap oleh kekasihnya.

Sebelum ini, sekalipun Dara bukan gadis yang manis, dia tidak pernah menunjukkan raut semengerikan ini. Biasanya Dara selalu mencurahkan kasih sayang pada Matt walau dengan wajah datar sekalipun.

Sekarang gadis itu tampak begitu mengintimidasi. Semua karena kepercayaan yang dia berikan kepada sang kekasih justru dihancurkan begitu saja.

Padahal Matt adalah orang pertama yang berhasil membuat Dara membuka hatinya.

Laki-laki itu juga berhasil membuat Dara patah hati dengan cara mengkhianatinya.

Dara bertanya tanpa nada, "Aku sudah melihat semuanya. Apalagi yang mau kau jelaskan?"

Dengan gugup Matt mencoba membuat pembelaan, "Percaya padaku, aku tidak ada hubungan apapun dengan Sinbi. Aku hanya ... kami hanya ... yang tadi itu aku—"

Senyum miring Dara menunjukkan kesinisan yang luar biasa. Dia menatap Matt dengan tatapan meremehkan.

"Jadi yang tadi itu apa?" sarkas Dara. "Kau pikir aku bodoh sampai tidak bisa memahami apa yang sedang terjadi di antara kalian?"

"Tidak, mana mungkin aku menganggapmu bodoh? Tidak pernah aku menganggapmu begitu. Aku hanya—" Matt menatap Dara dengan panik saat menyadari tidak menemukan kata untuk membuat penjelasan. "Aku ... Maafkan aku, Dara."

Orang-orang yang lewat di pinggir jalan itu mulai ada melirik mereka, tertarik dengan drama kedua anak muda itu pagi ini.

Dara menarik senyum kaku. "Tidak perlu minta maaf. Kau juga tidak perlu menjelaskan apapun," ujarnya. Dia tidak ingin mendengar apapun lagi dari mulut Matt. Lagipula apa yang dia lihat tadi sudah menjelaskan segalanya.

"Dara, aku—"

"Kita sampai di sini saja," pungkas Dara.

Mattew kehilangan kata. Wajahnya jelas sekali ingin mengajukan protes. Namun mulut laki-laki itu tidak bisa mengeluarkan satu kata pun. Dia terlalu terkejut dengan keputusan Dara.

Baru saja Dara akan meninggalkan sosok yang baru saja resmi menjadi mantan kekasihnya itu, tiba-tiba sebuah seruan menarik perhatiannya. Dia dan Matt menoleh bersamaan ke sumber suara.

"Apa yang kalian lakukan di sana?" Sinbi bertanya sambil berlari kecil mendekati mereka.

Perempuan itu mengatur napasnya segera setelah menghentikan langkah tepat di depan kedua pasangan yang baru saja putus itu.

Setelah napasnya tidak begitu ngos-ngosan, Sinbi berbicara pada Dara, "Sudah saatnya kafe dibuka, kenapa kau malah ada di sini? Kau tidak mau bekerja?"

Pertanyaan Sinbi terdengar terlalu natural, seakan dia tidak habis bermesraan dengan Matt di depan mata kepala Dara sendiri. perempuan itu terdengar seperti bos biasa yang sedang menegur karyawannya.

Hal ini membuat Dara terdiam. Tidak menyangka bosnya bisia setidak-tahu malu itu.

"Apa yang kau tunggu? Sana kembali ke kafe," perintah Sinbi dengan enteng. Setelah itu dia beralih kepada Mattew. Dengan manis berujar, "Kau bilang kau akan bekerja, kan? Masih belum berangkat?"

"Oh, itu, aku—" Matt melirik Dara. Laki-laki itu juga tidak menyangka bahwa Sinbi bisa sesantai ini. Gadis itu bahkan tidak menunjukkan sedikit pun rasa bersalah kepada Dara. Padahal Sinbi yang paling tahu bahwa Matt adalah satu-satunya orang yang Dara sayangi.

"Kau harus segera berangkat supaya tidak terlambat. Ayo ambil mobilmu di depan kafe." Sinbi menyususpkan tangan ke lengan Matt, kemudian menyeret laki-laki itu kembali ke kafe.

Meninggalkan Dara yang masih membatu di tempatnya berdiri.

Matanya mengikuti kepergian dua orang itu. Seiring langkah mereka yang menjauh, semakin porak poranda hati Dara. Dia marah karena dikhianati.

Saat tadi Matt mengejarnya dan mencoba memberi penjelasan, Dara kira Matt merasa bersalah dan berniat mempebaiki hubungan mereka.

Namun melihat Matt yang tidak menolak saat Sinbi menariknya, Dara menjadi kecewa. Sepertinya Matt tidak merasa bersalah sedikit pun.

"Bajingan sialan!" Dara tidak peduli dengan anak sekolah, orang dewasa, bahkan kucing liar yang menoleh padanya karena umpatan itu.

Dara mengepalkan tangan. Membulatkan tekad untuk membalas apa yang sudah Matt lakukan padanya.

Dia pun mendesis, "Lihat saja nanti."