webnovel

Menemani Rosie Berbelanja

Rosie memperhatikan sekeliling danau tersebut. Sangat tidak terawat. Di seberang danau, ia melihat sebuah dermaga kecil dengan gazebo putih yang hampir runtuh dan sebuah perahu kayak yang patah menjadi dua. Bahkan dedaunan pun mengotori setiap sisi danau.

Akan lebih indah lagi jika danau itu dirawat dan dibersihkan. Mungkin jika danau itu bersih dan berada pada kondisi semulanya, tempat itu akan menjadi tempat yang sangat nyaman untuk membaca buku atau menghabiskan waktu beristirahat.

"Apakah danau ini menyatu dengan sungai di belakang taman?" tanya Rosie menunjuk aliran sungai dari kejauhan.

"Benar, sungai tersebut mengelilingi istana."

"Mengapa tidak dirawat?"

"Tidak ada gunanya." jawab Aslan sekenanya.

"Hm … padahal tempat ini cukup indah. Seandainya dibersihkan dan dirawat dengan baik mungkin aku akan menghabiskan waktuku di sini."

Aslan tidak menjawab. Ia tidak memiliki niatan sedikit pun untuk merevitalisasi tempat itu. Tidak ada gunanya pikirnya. Selain itu akan lebih baik jika ia tidak membersihkan tempat itu setidaknya tidak akan ada alasan bagi sang putri untuk mendekati danau itu lagi.

Tiba-tiba Rosie berbalik meninggalkan Aslan seorang diri.

"Anda ingin kemana?" tanya Aslan.

"Yah, melanjutkan perjalanan. Aku hanya ingin melihat dengan lebih jelas saja. Atau … jangan-jangan Anda berniat untuk mengajakku berkencan di sini?"

Aslan menutup matanya sekejap kemudian menggeleng.

"Baiklah, kita akan melanjutkan perjalanannya," jawabnya membuat Rosie terkekeh geli.

Entah kenapa Rosie sangat suka menggoda pria itu. Ia tahu bahwa posisinya sebagai seorang putri kerajaan juga adik dari satu-satunya teman Aslan tidak bisa membuatnya menolak atau membantah setiap ucapan Rosie.

Seorang pria dewasa yang tak berkutik padanya justru membangkitkan jiwa jahil Rosie.

Gadis itu menunggu Aslan untuk menyusulnya kemudian melepaskan tali kuda mereka. Ia naik dengan sendirinya kemudian keduanya melanjutkan perjalanan meninggalkan wilayah properti milik Aslan.

Aslan mengajak Rosie untuk berkeliling desa. Semua orang yang mengenali sang duke menghentikan kegiatan mereka dan menunduk hormat dan setelah Aslan dan Rosie melewati mereka, mereka kembali melanjutkan aktivitas mereka.

"Sepertinya Anda sangat dikagumi di sini," ujar Rosie yang melambatkan langkah kudanya agar berjalan sejajar dengan Aslan.

Aslan hanya diam tidak menjawab.

"Oh, itu kan …" Rosie menatap penjual permen gulali yang kemarin. Kemarin ia tidak sempat membeli apa pun karena ia meninggalkan kastil Aslan dengan tergesa-gesa hingga lupa tak membawa uang sedikit pun.

Matanya tak berhenti menatap anak-anak yang menjilati permen gulali mereka. Karena iri, ia pun meraih lengan Aslan untuk berhenti.

"Ada apa, Tuan Putri?"

Rosie menoleh ke arah Aslan dengan mata yang berbinar. "Bisakah kita … jalan-jalan sebentar?"

Aslan melihat sekelilingnya dan sepertinya semua orang masih sungkan akan keberadaannya. Mungkin mereka tidak terlalu mengenali Rosie tetapi kehadiran Aslan tentu membuat mereka tidak nyaman.

"Ikut saya sebentar," ajak Aslan.

Rosie mengekor di belakang kemudian pria itu berhenti di sebuah gang kecil di belakang rumah lantai dua. Tak ada siapa-siapa di sana dan Aslan mengikat kedua kudanya di sebuah pohon.

"Apakah tidak apa-apa meninggalkan mereka di sini?" tanya Rosie yang melihat ke selling tempat yang sepi itu.

"Ini lebih baik dari pada meninggalkannya di kerumunan orang."

"Tapi jika ada yang mencurinya maka tidak akan ada saksi yang bisa melihat siapa yang mencuri kuda-kuda ini."

Aslan memasang mantel tipisnya agar tidak ada orang yang mengenalinya nanti. Pria itu berbalik ke arah sang putri yang masih menunggu jawabannya.

"Saya mengetahui tempat ini lebih baik dari pada Anda, Yang Mulia. Jadi jangan khawatir," jawabnya sambil memasangkan tudung Rosie.

Gadis itu yang tidak suka wajahnya ditutupi menarik tudungnya turun kembali.

"Anda harus mengatakannya. Orang-orang tadi sudah melihat Anda datang dengan saya. Akan tidak nyaman jika ada yang mengenali saya atau Anda."

"Tapi hari ini sangat terik. Menggunakan ini hanya akan membuatku berkeringat," protes Rosie yang kembali menurunkan tudungnya saat Aslan kembali menaikkannya untuknya.

"Tidak bisa, Yang Mulia. Anda harus mengenakannya. Jika Anda tidak mengenakannya maka saya akan membawa pulang Anda secara paksa," ancam Aslan dengan tegas membuat Rosie terdiam.

Gadis itu memajukan bibirnya cemberut. Seharusnya tidak seperti ini. Rosie tidak boleh kalah oleh intimidasi Aslan. Seharusnya Aslan lah yang menurut kepadanya.

Gadis itu mengalah dan berjalan meninggalkan Aslan dengan punggung yang membungkuk lesu. Ternyata tidak semudah itu untuk menjinakkan pria itu.

Aslan hanya menggeleng pasrah melihat kepergian sang putri. Ia menyusul dan berjalan dua langkah di belakang Rosie. Tempat pertama yang Rosie kunjungi adalah kedai orang yang menjual permen gulai.

"Belikan aku satu. Nanti akan aku ganti uangnya setelah kakakku pulang," perintahnya lesu.

Aslan mengernyit kepalanya merasa bingung. Meski pun begitu ia tidak menyuarakan kebingungannya. Ia mengeluarkan kantong uangnya dan membayar pria penjual gulali. Kemudian kini mereka berhenti di depan sebuah kedai makanan laut.

"Aku mau beli ini, itu, itu, itu dan itu. Akan kubayar setelah kakakku pulang," ujar Rosie sekali lagi smabil menjilati permen gulalinya yang berbentuk bunga mawar.

Alasan menuruti perintah Rosie tanpa banyak protes. Karena tangan Rosie masih sibuk memegang gulali, gadis itu menitipkan belanjaannya kepada Aslan.

Kemudian mereka berhenti di depan toko aksesori rambut dan Rosie menunjuk sebuah jepit rambut dan berapa ikat rambut untuk ia gunakan. Ia tidak suka rambutnya terurai. Ia terbiasa memiliki rambut pendek jadi memiliki rambut panjang sangat menyulitkan baginya.

"Aku akan membayarnya besok," ujar Rosie sekali lagi meminta Aslan untuk membayarkan barang belanjanya.

Gadis itu menerima sebuah tas kecil berisikan beberapa aksesoris rambut yang telah dibayar oleh Aslan. Setelah membayar Aslan melirik ke arah sang putri yang belum kunjung kembali ceria seperti sebelumnya. Punggungnya masih menunduk lesu dengan bibir maju cemberut.

"Ada lagi yang ingin Anda beli?" tanya Aslan yang mulai mencoba menahan kekesalannya karena ia diseret ke sana kemari untuk membelikan setiap apa yang ditunjuk oleh sang putri dengan alasan yang sama. Akan dibayar kembali setelah kakaknya kembali.

Namun bukan itu yang Aslan kesalkan. Ia sama sekali tidak peduli jika Rosie tidak membayar kembali uangnya. Uang tidak pernah memberatkan Aslan. Hanya saja mengawal sang putri adalah pekerjaan yang lebih rumit.

Ia sering mengawal Howland kemana pun pria itu pergi. Tetapi pria itu memiliki tujuan yang jelas. Tidak seperti adiknya, yang harus berhenti cukup lama untuk memikirkan destinasi tempat mereka pergi selanjutnya.

Rosie berpikir sejenak. Gulali di tangannya telah habis dan ia membuang gagang gulalinya ke tempat sampah.

"Sepertinya tidak. Aku ingin memakan makananku sebentar," katanya sambil mengambil sekantong sate ikan laut bakar yang sedari tadi dipegang oleh Aslan.

Rosie berjalan menyusuri beberapa bangunan yang sama seperti kemarin. Sambil menggigit tusuk satenya, Rosie mencari keberadaan tenda nenek kemarin.

Ia berhenti di depan sebuah lahan kosong di antara dua rumah yang ia ingat tempat sebuah tenda nenek cenayang kemarin berada. Rosie menahan seorang pria yang kebetulan lewat di sana.

"Apakah kau tahu kemana perginya tenda nenek cenayang yang kemarin berada di sini?"

"Ah .. nenek tua itu. Mungkin ia sedang membuka usahanya di lapangan utara desa. Kudengar di sini banyak penduduk dari desa sebelah yang mengungsi selama konflik perbatasan reda."

"Oh, begitu rupanya… Terima kasih, ujar Rosie mendapatkan informasi tersebut.

Aslan menarik lengan Rosie agar gadis itu menghadapnya. "Kau kenal wanita tua itu?" tanya Aslan tajam.

"Um …" Rosie mengangkat tusuk satenya yang sudah habis ke depan wajahnya agar Aslan tidak berdiri terlalu dekat. "Sejujurnya kemarin saat orang-orang mencariku, aku bersembunyi di tenda nenek cenayang tersebut kemudian menghabiskan waktu berbincang dengannya hingga malam. Itu alasan kenapa aku pulang pada malam hari."

Aslan tidak bisa berkata-kata lagi. Bagaimana bisa gadis itu bergaul dengan penipu itu? Nenek tua itu sudah sering diberi peringatan oleh Aslan untuk menghentikan usahanya tetapi peringatannya tak pernah didengarkan.

Aslan tak pernah ingin menghukum wanita itu karena wanita tua itu dulu pernah bekerja di kastil Montgomery sebelum kejadian dua puluh tahun lalu terjadi. Atau mungkin menjadi satu-satunya orang yang selamat selain dirinya.

Maka dari itu Aslan tidak pernah ingin menghukum orang itu meski pun banyak laporan yang mengeluhkan tentang usaha perdukunannya.