webnovel

Memory Of Love

Kini Bila telah berusia 17tahun, tunai sudah janjinya kepada ayahnya, saat ini ia bisa menjalin hubungan dengan Edwin pria yang telah mencuri hatinya. Namun ada masalalu yang kembali kedalam hidup Edwin, juga seorang teman yang teropsesi untuk memiliki laki-laki itu. Akankah cinta Bila dan Edwin bertahan ditengah deburan masalah yang menerpa, ataukah hati mereka akan berlabuh di dermaga cinta yang lain.

Bubu_Zaza11 · Umum
Peringkat tidak cukup
109 Chs

Bos Kecil

Hari ini adalah hari pertama Bila memulai pekerjaan ditempat baru, dengan penuh percaya diri ia mengawali harinya, ia mencari perusahaan baru melalui aplikasi map ponselnya, dengan mengendarai motor matic kesayangannya.

Empat puluh lima menit kemudian ia berhenti disebuah pabrik konveksi yang cukup luas, ia masuk ke dalam kawasan itu dan mencari penjaga keamanan disana

Setelah bertemu dengan penjaga keamanan dan mperkenalkan diri Bila di antar menemui Sekertaris perusahaan tersebut, karena pimilik konveksi tersebut sedang tidak berada di tempat.

Bila Berdiri didepan meja bu Anis menunggu kedatangannya, jam sudah menunjukan pukul delapan, karyawan sudah mulai berdatangan dan melakukan tugas masing-masing. tak ada yang memperdulikan kehadiran Bila sampai bu Anis datang dengan tergesa-gesa.

"Maaf bu...saya agak terlambat, dan maaf ibu tidak disambut dengan baik" Bu Anis mendekati Bila sambil berkata dengan penuh penyesalan.

"Ga papa kok bu, mungkin saya yang datang terlalu awal"

"Perkenalkan saya Anisa Jannah, sekertaris disini"

"Saya Khoirunnisa Salsabila, dari bagian keuangan di perusahaan pak Reifan, senang bisa bekerja sama dengan ibu"

"Maaf saya harus memanggil ibu siapa?"

"Saya biasa dipanggil Nisa bu kalau dikantor"

"Oh ya bu Nisa, mari saya tunjukan ruangan ibu"

"Bu panggil saya Nisa saja"

"Ah... masih muda sekali, saya panggil mbak.saja ya, mari mbak Nisa saya antar"

Bila mengangguk lalu mengikuti wanita itu menuju sebuah ruang disamping ruangan pimpinan.

Ruang itu cukup luas dengan dinding kaca dibagian depan sehingga aktifitas didepan ruangan itu terluhat jelas, sedang jendela keluar langsung menghadap kearah pemandangan persawahan di belakang pabrik berisi tiga meja dengan dua orang pria seusia ayahnya yang sedang bekerja.

Bila masuk ke ruangan itu dan diperkenalkan oleh Bu Anis dengan dua rekannya.

"Pak Hadi dan mas Wijaya ini yang menggantikan pak Danu sekaligus wakil dari perusahaan yang menjadi induk konveksi kita namanya mbak Nisa"

Nisa mengagguk dan melemparkan senyum bersahabatnya, sehingga mereka bisa lebih akrap.

Setelah berbasa-basi sebentar, dua rekan Bila menjelaskan tentang keadaan keuangan perusahaan, asal usul dan suasana baru setelah pimpinan mereka yang baik dan penyabar digantikan oleh putranya yang tegas dan tak kenal ampun pada karyawannya.

Kebetulan saat itu bu Nisa masih ada di ruangan tersebut, bahkan bu Nisapun ikut menambahkan kalau pimpinan baru mereka tak peduli usia mereka sudah tua, tetap mereka harus bekerja full time.

Jujur Bila merinding mendengar cerita mereka, dalam hatinya ia berkata "apa sekejam itu bos mereka, tapi mengapa pak Reifan mau bekerja sama dengannya" setelah cukup puas membicarakan bosnya akhirnya mereka mulai bekerja kembali.

Hari sudah sore ketika Bila selesai meneriksa laporan keuangan, mukanya terlihat kusut dan penuh beban "pantas saja pimpinan di sini galak, orang laporannya ga ada yang bener sama sekali, huh...aku harus bekerja keras memperbaiki semua ini, lembur lagi deh mulai besok" ia menggerutu dengan suara pelan.

Tanpa sengaja pak Wijaya mendengar gerutu Bila "ada apa mbak?"

"Ga kok pak, ga papa cuma saya rasa banyak laporan ini yang belum pas"

"Oh... ya karna kamu masih muda kamu perbaiki sebaik mungkin ya" pak Hadi menyahut.

"Ya pak, insyaallah dengan bantuan bapak ber dua"

Hari sudah semakin sore pukul 17.00 tepat Bila melangkah keluar dari ruangannya,.ia terkejut karena semua didalam kantor hanya tinggal dia seorang diri, biasanya jika tidak lembur ia pulang pukul 17.00, ternyata dikota kecil ini jam pulang lebih awal.

Dua hari dilalui Bila dengan mencoba menyelesaikan semua laporan yang masih berantakan, tak hanya membenahi pada bagian keuangan saja, mau tidak mau ia juga mengecek bagian lain karena semua bagian pasti berhubungan.

Ini adalah hari ke tiga ia masih sibuk didalam ruangannya, baru beberapa hari ia berada diperusahaan itu, tapi ia sudah merasa jenuh ahirnya mau tidak mau dua orang rekannya ikut terkena imbas dari pembenahan tersebut.

Pak Hadi dan pak Wijaya mulai terbiasa dengan kinerja Bila, walaupun ia tegas dan cekatan tapi ia melakukan semua itu dengan lembut dan bersahabat, juga menyesuaikan usia rekan-rekannya, hal tersebut ia lakukan karena memang karyawan disana memang usianya jauh diatasnya.

"Pak Wi bapak sudah meminta laporan dari bagian pemasaran?"

"Sudah mbak Cantik, ini mau saya kirim ke E-mailnya"

"Makasih bapak memang keren". kalimat yang ia ucapkan mengandung umpan matikan, yang membuat rekannya enggan untuk menolak.

"Pak Hadi....".

"Iya.....sudah"

Bila merasa sangat senang dengan kekompakan teamnya.

"Nisa...memang semuanya harus diperbaiki ya?" tanya pak Wijaya.

"Ga sih pak, cuma merubah sedikit" Bila menjawab dengan menutupi hal sesungguhnya.

"Kalau semua karyawan semangatnya seperti kamu, perusahaan kita cepet maju nih, bos kecil juga ga mungkin jadi harimau berhati dingin". pak Wijaya melanjutkan.

Bila menggelengkan kepala, ia penasaran seberapa kejamkah pemimpin mereka, tapi kalau dipikir mereka semua memang harus didisiplinkan demi berjalanan perusahaan, ia juga merasa heran karena bagaimana bisa perusahaan itu bisa tetap beroprasi dengan keadaan separah itu, mungkinkah pemiliknya sebenarnya kehabisan semua assetnya demi perusahaan ini, membayangkan semua itu hati Bila merasa miris.

Jam satu siang Bila baru bisa memperbaiki laporan dari bagian produksi, ia mengeprint hasilnya dan memasukannya kedalam sampul file.

"Pak Wi, pak bos pulang kapan.sih?"

"Kemarin dengar dari bu Anis sih hari ini kembali ke kantor, tapi ga tahu kok sudah sesiang ini belum juga datang, kenapa?"

"Saya mau ijin pak Wi, ada janji sama teman" Bila merasa putus asa.

"Ga papa Nisa, nanti saya jelaskan ke bos, yang penting sekarang kamu serahkan dokumen yang sudah siap ke bu Anis, biar nanti di taruh di ruangan pak bos"

"Emang ga papa?"

Pak Wijaya mengangguk.

Bila segera menemui bu Anis untuk menyerahkan file tersebut, sekalian meminta ijin pulang lebih awal, Bu Nisa memberinya ijin karena duahari ini Bila sudah bekerja dengan baik, bahkan ia membawa pekerjaannya ke rumah.

Hari ini Bila berjanji mau menemui pak Baroto, ia telah di tunggu pak Baroto di sebuah masjid, mereka akan pergi ke panti asuhan, pak Baroto memang setiap bulan mengunjungi panti kadang hanya sekedar untuk membawakan makanan atau memberikan sekedar sumbangan.

Beberapa hari yang lalu Bila bercerita bahwa ia ingin berbagi dengan anak-anak yang kurang beruntung itu, sehingga pak Baroto mengajaknya bersama ke panti yang biasa ia kunjungi.

Jam tiga sore Bila sudah bersama pak Baroto ke sebuah panti asuhan, untuk menemui pimpinannya, setelah berbincang-bincang sebentar dan melihat kondisi anak-anak disana Bila segera memunaikan niatnya untuk berbagi sedikit rizki yang ia miliki.

Pimpinan panti merasa sangat berterimakasih pada Bila, sementara pak Baroto semakin kagum dengan pribadi gadis itu, ia semakin tidak rela jika Bila jadi menantu orang lain, ia sangat bersemangat untuk menjodohkan Edwin dengan Bila.

Setelah mengunjungi panti, Bila diajak ke sebuah restoran dengan konsep saung, yang terletak dipinggir sungai diantata persawahan untuk makan bersama, pak.Baroto mengajak calon menantu idamannya untuk merasakan masakan kesukaannya iga bakar dan pepes ikan yang jadi faforit di restoran tersebut.

Ketika makan, pak Baroto menanyakan tentang pekerjaan ditempat barunya, dengan semangat ia bercerita tentang apa yang ia rasakan semuanya tanpa kecuali, termasuk orang yang mereka sebut bos kecil yang katanya seperti harimau berhati dingin, juga kekagumannya pada pemilik perusahaan yang merupakan ayah dari bos kecil.

"Saya tuh heran pak sama pendiri perusahaan itu, kok bisa ya beliau mempertahankan perusahaan bisa dibilang hidup segan mati tak mau seperti itu, secara logika pasti orang tersebut pasti assetnya sudah habis untuk menutup oprasioanal perusahaan, saya kagum deh pak, mungkin beliau manusi berhati malaikat kali ya pak".

Pak Baroto yang merasakan hal sama seperti orang yang Bila ceritakan menjawab dengan bijaksana "nak berbisnis bukan hanya untul mencari keuntungan tapi juga untuk menolong dan memberi manfaat pada orang disekitar kita, jadi bisa saja perusahaan tempat nak Nisa bekerja bisa tetap berjalan karena hal tersebut".

"Maksut bapak".

"Ya karena keinginan utama mendirikan perusahaan adalah untuk memberi manfaat bagi orang disekitarnya".

Bila memandang kagum pada sosok pria tua yang bijaksana tersrbut.

Selamat pagi pembaca yang baik, terimakasih atas dukungannya pada novel karya pemula ini.

Mohon maaf jika masih banyak kekurangan, penulis harap saran, ide dan kritiknya, dan tentunya bintang juga fotenya

Oh ya.... berhubung penulis saat ini sedang banyak kerjaan, plus jadi KPPS mohon maaf belum bisa up cerita sesuai harapan pembaca.

Insyaallah setelah pemilu, saya usahakan.

Happy reading and love you all ???

Bubu_Zaza11creators' thoughts