Sepersekian detik setelah langkah Givana terhenti, Jeni menatapnya sambil terbahak-bahak. Bahkan gadis itu sampai membungkuk untuk memegangi perut. Givana mengerjap, sadar bila ia baru saja dikerjai. Bibirnya mengatup menahan kesal. Ia abaikan pandangan orang-orang yang penasaran menatap keduanya.
"Ya ampun lihatlah wajahmu. Seharusnya aku bawa kaca tadi. Haha." Jeni menunjuk-nunjuk wajahnya, tentu masih dengan tawa keras yang menyebalkan.
"Aku sungguh tidak tahu kalau Nona cantik sepertimu bisa mengeluarkan ekspresi jelek seperti itu," sambung gadis itu lagi. Kemudian lanjut tertawa.
Givana yang kesal, maju satu langkah. Memegang bahu Jeni lalu memaksa gadis itu untuk menatapnya. "Sebenarnya apa mau mu?" tanya Givana dengan nada kesal.
"Mauku?" Jeni berusaha menahan tawa dengan menutup mulut menggunakan tangan.
Givana tanpa sadar menyentakkan bahu gadis itu saking kesalnya.
Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com