Tiba di mess, Riqky sedang berdiri di depan gerbang mess.
Melihat Ivanka tiba, Riqky langsung berlari menghampiri Ivanka.
"Bagaimana keadaan mu ? Luka mu parah? Sudah mendapatkan pengobatan ?"
"Hei.. tenang lah, aku tidak apa2. Hanya luka kecil."
"Luka kecil? Gara2 kamu Ivanka terluka!" Ucap Ryan sinis.
"Maaf... aku tidak menjagamu dengan benar."
"Tidak, sebenarnya itu murni kesalahan ku. Aku tidak berpegang erat pada Riqky."
"Kamu masih membelanya ?" ucap Ryan dengan nada kesal.
"Aku hanya mengatakan kebenaran. Kita bertiga sama-sama kalah. Dari pada ribut seperti ini lebih baik siapkan jawaban untuk departemant kita masing-masing."
Sejak hari itu perang dingin Ryan dan Riqky semakin memuncak.
Riqky sudah tidak bisa menahan diri.
"Hallo .. Ryan ayo kita bertemu. Tanpa Ivanka!"
"Oke.. Tidak masalah."
Mereka bertemu tanpa memberi tahu Ivanka.
"Katakan apa yang mau kamu ucapkan. Aku tidak punya banyak waktu".
"Ia, sama halnya dengan ku."
"Aku akan kembali ke Cina dalam waktu dua bulan ke depan. Dan aku sudah mengajak Ivanka berangkat bersama ku."
"Apa maksudmu ?" Ivanka sudah menolaknya. Dia memilih bersama ku."
"Karena itu lah aku mengajak mu bertemu. Menurutmu apakah itu pilihan yang terbaik untuk Ivanka. Dia saat hebat, dan bos besar pun masih mendukung nya. Di Cina dia akan bisa belajar lebih banyak dan kariernya pun akan jauh lebih baik.
Dia sangat spesial. Kalau hanya untuk memenuhi janjinya padamu, dia mengorbankan masa depan nya apakah itu layak ?".
"Itu bukan urusan mu. Itu urusan kami!."
"Tampaknya percuma bicara dengan orang yang punya pikirkan sempit dan egois. Yang harus ku katakan sudah ku katakan, sisa nya terserah padamu.
Dan apakah kamu pernah mendengar, kalau jodoh tidak akan lari kemana tapi kalau kalian memang tidak jodoh..."
Riqky pergi meninggalkan Ryan
Melihat Riqky pergi, Ryan tetap duduk di tempatnya. Dalam hati kecilnya dia membenarkan apa yang Riqky ucapkan. Tapi dia takut bahkan sangat takut akan kehilangan kekasih nya itu. Dia sangat berjuang untuk mendapatkan Ivanka, apakah harus melepaskan nya.
Pikiran Ryan melangkah, tanpa sadar dia sudah cukup lama di kafe itu. Dan sudah menghabiskan sebungkus rokok, yang baru di beli nya sebelum bertemu Riqky.
Dia melangkah kan kaki nya meninggalkan cafe itu dan pulang menuju mess nya.
Rasa malas dan juga bingung berkecamuk di hatinya.
Andai Ivanka pergi bersama Riqky lalu mereka sering bertemu,bagaimana kalau Ivanka pada akhirnya meninggalkan nya. Atau Ivanka akan bertemu pria lain disana dan melupakan dirinya karena ada batas jarak dan waktu.
Tapi Ivanka memang masih muda, dia punya hak untuk mengejar mimpinya. Dan karena dia lah Ivanka mengorbankan masa depan nya.
"Apakah layak Ivanka mengorbankan masa depan nya hanya untuk bisa bersama ku?" Ryan mengulangi apa yang Riqky katakan padanya."
Tiba di gerbang mess, Ryan menatap ke atas, dengan harapan dia bisa melihat Ivanka lalu bisa menyuruh nya turun dan dia akan memeluknya erat. Tapi Ivanka tidak tampak.
Da mengambil ponselnya dan mengetik SMS: "Yank, besok malam ayo kita bertemu. Aku ingin mengajak mu makan steak sapi kesukaan mu dan ada yang ingin kubicarakan dengan mu."
Tidak menunggu lama Ivanka membalasnya
"Oke, tentu saja."