"Tan, ini rumusnya ditulis dulu di atasnya biar kamu nggak bingung."
"Tetep aja bingung, rumusnya itu complicated kak."
Tania menatap Belva yang sedang serius mengajarinya.
"Ish, yang dilihat itu bukunya. Bukan aku. dijelaskan sampai berbusa pun kamu enggak akan paham kalau nggak lihat buku."
"Haus kak, jadi nggak konsen."
"Ih, belajar macam apa sih ini. Sebentar-sebentar haus. Sebentar-sebentar capek."
Belva mulai gedeg sama tingkah laku Tania yang sepertinya ogah-ogahan mengerjakan soal fisika itu. Bagaimana nggak ogah-ogahan, menatap deretan angka dan huruf itu sudah membuat kepala Tania keliyengan.
"Otakku nggak bisa dipaksa kak Belva. Udah konsen dari tadi, masih aja nggak masuk otak. Mana haus lagi. Tuan rumahnya nggak mau ambilin minum."
"Rambutan! Itu gelas bekas jus jeruk kamu masih ada di atas meja. Masa jam segini sudah mau habis 2 gelas jus jeruk, dikasih es batu lagi. Ini bahkan ayam belum berkokok, Tania."
"Eh kak Belva, Kakak kenapa baik banget sih. Mau-maunya bangun pagi seperti ini dan mengajariku. Pasti kakak sudah mulai ada rasa Sayang ya? Hayo ngaku!" Tania mengerjapkan matanya di hadapan Belva. Dia tampakan sederetan gigi rapinya. Pipinya yang chubby, ditambah dengan senyum tulus itu, berhasil membuat dada Belva bergetar di pagi buta.
"Kalau ada yang mau bantu, nggak usah banyak bicara. Aku mau mengambilkan kamu minum lagi. Ini jus jeruk yang terakhir di hari ini, habis itu fokus belajar." Belva beranjak dari duduknya lalu dia segera pergi ke dapur untuk membuatkan jus jeruk buat Tania.
Sebenarnya Belva merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Tania kemarin. Jadi dia berusaha untuk menebusnya dengan membantu Tania mengerjakan soal hukuman dari Pak Hadi. Namun, Belva sendiri juga masih bingung. Apakah dia melakukan ini murni karena rasa bersalahnya? Atau mungkin ada alasan lain yang tidak bisa ia akui? Seperti saat ini, mau maunya dia membuatkan jus jeruk buat Tania.
"Cie ... Buatin minum buat Tania lagi ya?" Mama Belva yang saat itu sedang mengambil minuman hangat tersenyum sambil menggoda putranya.
"Cie kenapa sih, Ma. aku cuma ingin tugasnya Tania selesai supaya nanti pulang sekolah dia tidak lagi ke sini. Merepotkan sekali anak itu."
"Merepotkan? Mama lihat kamu sama sekali tidak merasa repot, bahkan Sepertinya kamu sangat menikmatinya. Membuatkan minuman untuk Tania, menjelaskan pelajaran yang Tania belum mengerti, Kamu terlihat tulus dan telaten mengajari Tania. Kamu sama sekali tidak terlihat terpaksa."
Bu Hanum duduk di kursi yang ada di di dapur sambil menyesap teh yang baru saja dia seduh.
"Mama mulai deh menggoda nggak jelas," ucap Belva sewot lalu dia segera beranjak dari dapur membawa segelas jus jeruk dingin untuk Tania.
"Ini, Awas kalau kamu minta minum lagi." Belva meletakkan jus jeruk di atas meja yang terpisah dengan meja belajar mereka.
"Yeay, thank you kakak jutek kesayangan."
Tania yang tadi malas-malasan, matanya mulai burem karena melihat angka tak berkesudahan, kali ini matanya kembali berbinar melihat segelas jus jeruk yang terlihat begitu segar. Tidak mau lama-lama, Tania segera menyambar gelas itu, dan TERRR ...
Gelas yang berisi jus jeruk yang masih penuh itu meluncur dari tangan Tania yang baru saja menggenggamnya. Ya, gelas itu jatuh.
Tania terbengong sambil menatap nanar serpihan beling bercampur dengan genangan air berwarna yang ada di atas lantai.
"Rambutan! Kenapa sih kamu selalu ceroboh. Bisa nggak sih kamu hati-hati! Bisa nggak kamu nggak merepotkan aku terus. Meskipun kamu tamu di sini, bukan berarti kamu bisa bertingkah laku seenak jidat kamu ya!"
Belva langsung berteriak. Geram dengan tingkah laku Tania. Tania yang sudah shock sebelumnya, menatap gelas itu dengan mata nanar. Ya, mungkin dia memang sudah keterlaluan. Dia sudah membuat Belva kesal berkali-kali. Tiba-tiba Tania merasa tidak tahu diri, dia sudah dibantu sedemikian rupa, tetapi dia malah bikin ulah.
Mata Tania mulai menghangat. Entahlah, Kenapa hari ini dia begitu sensitif. Dengan air mata yang sudah berada di ujung, Dia segera memunguti pecahan gelas yang tersebar di lantai.
"Aawwwww ... " Tania berteriak. Jari manis sebelah kanannya tergores pecahan gelas, dan darah segar mengucur dari sana.
Awalnya Belva berusaha untuk acuh dan tidak mempedulikan, Namun ternyata dia tidak bisa. Belva tidak kuat memandang Tania yang jarinya berlumuran darah seperti itu, apalagi memandang matanya yang sudah mulai berkaca-kaca.
"Sudah kubilang jangan ceroboh!"
Belva meraih tangan Tania dengan kesal, lalu mengambil tisu yang kebetulan ada di atas meja dan mengelap darah yang melumuri cari Tania dengan lembut.
"Ish, darahnya nggak mau berhenti lagi," ucap Belva. Saat itu dia begitu panik. Ditatapnya cari itu sejenak, lalu dia mengarahkan jari manis Tania ke mulutnya. Lalu, Belva menghisap darah itu supaya segera mampet.
Seketika, air mata yang sejak tadi berada di ujung mata Tania, hari ini jatuh ke pipi chubbynya. Detak jantungnya tidak bisa dikontrol, berpacu dengan begitu cepatnya. Sejenak, dia tertegun dengan laki-laki yang ada di hadapannya. Perlakuan Belva, semakin membuat hati Tania kobat-kobit, membuat perasaan yang memang sudah ada itu semakin tumbuh dengan subur.
"Maafkan aku, kak Belva. Aku memang tidak bisa dibanggakan dalam segala hal. Aku ceroboh, aku nggak bisa fisika, aku nggak bisa matematika, aku nggak bisa berdandan, aku juga enggak bisa cantik seperti cewek-cewek yang lainnya. Nggak ada yang spesial dari diriku. Aku hanya orang yang ingin bahagia dengan caraku sendiri." Tania menundukkan kepalanya. Kali ini wajahnya begitu melankolis. Tidak ada wajah ceria seperti Tania yang biasanya.
Belva tertegun sejenak, lalu dia melepaskan tangan Tania dari mulutnya, dan memuntahkan darah itu ke tissue. Belva ikut tertunduk, menyadari mungkin kata-katanya memang keterlaluan. Tania memang gadis yang selalu ceria, tapi bukan berarti dia tidak bisa merasa tersinggung.
"Kembali ke meja sana dan aku bantu menyelesaikan tugasnya. Soal pecahan gelas ini biar di bereskan oleh Bi Yati nanti kalau dia sudah bangun. Kamu tunggu di sini, biar aku ambilkan kamu minum lagi," ucap Belva dengan nada dingin meskipun sebenarnya ingin rasanya dia mengelus rambut Tania, dan mengatakan padanya bahwa dia juga berharga. Dia punya kelebihan yang orang lain tak punya.
Belva segera pergi ke dapur untuk mengambilkan Tania minum, sedangkan Tania masih tidak beranjak dari tempatnya. Perasaan Tania kali ini campur aduk, karena dia tahu, dibalik sikap juteknya Belva, Tania dapat merasakan kalau pacar dari sahabatnya itu peduli terhadap dirinya. Hanya saja makhluk bergengsi tinggi itu tidak akan mau mengakuinya.
'Sikap kak Belva yang seperti ini, bisa membuat aku semakin jatuh cinta, dan tidak bisa lepas darimu, kak Belva.'