webnovel

[11] HAMPIR

Malam mulai membersihkan wajahnya dari bintang-bintang, terganti oleh awan kelabu yang cukup tebal.

Rumah mewah nan megah yang hanya ditinggali oleh dua orang itu tampak sunyi, hanya suara pancuran air yang terdengar.

Angin berhembus kian meronta, meniup gorden berwarna putih cerah, ia terus berontak hingga jendela yang belum tertutup sempurna bertabrakan dengan dinding dan mengagetkan Kira yang sedang menarikan jari-jemarinya di smartphone.

GUBRAK!!!

Ada apa, sih? Suara apa itu?

Kira berjalan perlahan menelusuri sumber suara. Suasana komplek yang cukup sepi ditambah angin yang berhembus kencang meniupkan semerbak aroma bunga melati membuatnya takut.

Ia berjalan perlahan, menjinjitkan kakinya, memutar bola matanya ke sekitar barangkali ada kejadian yang mencurigakan.

"Kira?"

Ada seseorang yang memanggil namanya dari balik punggung. Ia menoleh ke belakang dan..

"AAAAAAA!!!!!!!" Ia berteriak, menutup wajahnya saat melihat wajah Rizky berlumuran tepung adonan putu.

"Kira, kamu kenapa??? Kok jalannya celingak-celinguk begitu? T'rus kenapa teriak?" Rizky yang sedang memegang wadah berisikan adonan putu dibuat heran oleh tingkah Kira yang sedari tadi berjalan mencurigakan. Kebetulan dapur dan ruang tamu searah sehingga Rizky dapat nampak jelas apa yang sedang dilakukan wanita itu.

"What!!!! Ternyata lo! Apaan sih ngagetin gue? Gak tahu apa kalau gue lagi panas dingin gini?!"

"Maafin saya, ya. Soalnya dari tadi saya lihat kamu jalannya aneh gitu kaya maling. Memangnya ada apa?"

"Tidak ada. Gue cuma dengar kaya ada sesuatu yang terbanting, jadi yaa gue telusuri suaranya."

"Jadi???"

"Yaa, cuma suara jendela yang nabrak dinding ditiup angin."

"HAHAHA..." Rizky tertawa lebar.

"Ngapain lo ketawa? Ada yang lucu? Lagian wajahmu urusin dulu, bertepung gitu, gue kira hantu."

"Mana ada hantu yang ganteng kaya saya." Rizky mencoba merayu Kira.

"Pake muji diri sendiri lagi. Sudah.. Sana-sanaaaa!!"

Rizky kembali ke dapur dan melanjutkan pekerjaannya sembari tertawa melihat tingkah aneh Kira.

Kenapa gue jadi basa-basi sama dia, sih?! Jangan sampai, Ra... Jangan sampai jatuh cinta!

Tiba-tiba ia teringat pepatah Jawa yang pernah dikatakan temannya lewat telepon,

"Witing tresno jalaran soko kulino"

(Cinta tumbuh karena terbiasa)

Ih! Merinding!

Kemudian ia bergegas menutup jendela dan pergi ke kamar.

***

Siang itu cukup terik. Keringat bercucuran di wajah pemuda yang sibuk dengan bawaannya, Haris. Ia mengambil ponsel, memainkan jarinya dan segera menelepon.

"Halo, assalamu'alaikum.."

"Wa'alaikumussalam Mas Haris, eneng opo to?"

"Ini, Mas sudah di stasiun, Ky. Bisa kirim alamat rumahmu ndak? Biar Mas ke sana sendiri."

"Walah.. Kok nggak ngabarin sih, Mas? Aku jemput ya. Mas tunggu di situ."

Emang kamu jemput naik apa? Bukannya kamu lagi jualan?"l

"Ya... Pakai mobil yang ada di showroom lah, Mas. Iya, aku memang lagi jualan, gak papa. Ntar aku titip gerobak sama teman. Tunggu, ya. Wassalamu'alaikum.."

"Wa'alaikumussalam warahmatullah."

Ky... Ky... Sampe kapan kamu nyembunyiin ini dari istrimu? Batinnya.

***

The Girls baru saja keluar dari salah satu pusat perbelanjaan. Saat mereka asyik mengobrol ria, pandangan Luna terlintas pada pemuda yang tidak asing di matanya.

"Ca, Itu bukannya Rizky, ya? Suami Kira?" Tanya Luna sembari menunjuk ke arah Rizky.

"Mana?" Caca, Dara, dan Pika menyipitkan mata, memfokuskan pandangan ke arah yang ditunjuk.

"Eh, iya benar. Itu Rizky. Ngapain dia?"

Di sisi lain...

"Mas, ini saya titip gerobak sebentar, ya. Saya mau pergi jemput teman di stasiun, sebentar saja. Hm.. Nanti saya upahin deh." Katanya kepada teman sesama pedagang.

"Nggeh... Hati-hati yooo.." Kata pedagang itu.

Rizky bergegas pergi naik ojek menuju ke suatu tempat.

"Eh, itu dia mau ke mana?" Sambung Dara.

"Ikutin. Ayo ikutin!" Seru Caca yang begitu semangat.

Mereka mengikuti Rizky dengan perlahan agar tidak ketahuan.

Ojek yang dikendarai laki-laki itu berhenti di sebuah showroom terkenal di Jakarta.

"Ngapain dia ke showroom? Cuma jualan putu doang dapat duit dari mana beli mobil?" Caca bertanya-tanya.

"Halah.. Kenapa harus dipikirin segala sih. Ca, masa lo gak tahu? Ni ya, rumah dia saja gedeeeeee banget. Lo tahu kan Hanania Residence? Nah, tu rumah kan punya orang-orang elit, orang milyuner, kita saja gak bisa tinggal di situ, tapi tu orang bisa. Kan dia sama Kira tinggal di sana." Jelas Luna. "Aneh, kan."

"Ngomongin apa, sih? Ooo Hanania Residence ya? Ooo itu perumahan elit di Jl. Pahlawan, kan?" Sambung Pika.

"Iya, Pik.. Iya.." Balas Dara, Caca, Luna bersamaan.

"Tajir melintir dong dia? Tapi uang dari mana?" Tanya Caca lagi.

"Feeling gue nih ya, tu orang pakai mantra kaliii biar bisa dapat uang banyak." Kata Dara.

"Ya kali zaman sekarang masih ada gitu-gituan.." Caca menyela.

"Zaman sekarang apa sih yang gak bisa, Ca?" Sambung Luna.

"Ssttt diam. Tuh lihat Mercedes-Benz baru keluar dari showroom." Kata Caca sembari menunjuk ke arah yang dimaksud. Mereka memandang dari kejauhan dengan penuh keraguan.

"Paling juga orang lain, Ca. Yakali dia bisa pakai Mercedes? Mana Mercedes-Benz Maybach S-Class lagi. Dapat uang dari mana coba?"

"Bagus ya Mercedesnya. Mobil orang kaya tingkat tinggi tuh.." Kata Pika.

"Mending lo diam aja deh, Pik." Pinta Dara sedikit emosi.

Pika hanya memajukan bibirnya beberapa senti.

"Jadi gimana, Ca? Kita ikutin? Gimana kalau bukan dia?"

"Begini saja, gue sama Luna mau ngecek ke dalam, mau nanya sama salesmen apa itu benar Rizky atau bukan. Dan lo sama Pika ikutin tu Mercedes siapa tahu memang Rizky, jangan lupa segera kasih kabar." Pinta Caca kepada Dara.

"Lah, naik apa?"

"Taxi lah.." Caca melihat spion mobilnya, "Eh, kebetulan ada satu di belakang!.. "TAXI!!" Teriak Caca yang langsung membuka kaca mobilnya. "Eh, Pik?"

"Um?"

"Telpon bodyguard lo, suruh hancurin dagangan Rizky yang dititipin tadi. Ingat, kan? Di Jl. Protokol barusan."

"Ooo, okey!" Pika mengedipkan sebelah matanya.

Mereka bergegas.

***

Tok! Tok!

"Siapa sih siang-siang ngetok pintu? Gak tahu apa kalau gue lagi santai." Kata Kira pelan.

Kira membuka pintu dan ada Diana di depannya. "Eh, Mbak Diana, ada yang bisa dibantu?"

"Assalamu'alaikum.."

"Eh, iya. Wa'alaikumussalam."

"Ini Mbak Kira, saya baru buat es buah, mana tahu bisa ngeredain panas hari ini. Huhhh panas banget ya, Mbak." Jelas Diana sembari mengipas-ngipas wajahnya dengan tangan.

"Wah, makasih Mbak."

Diana hanya menampakkan senyum. Ia mencuri pandang melihat keadaan rumah. Hal ini menyita perhatian Kira.

"Ada... Yang bisa dibantu, Mbak? Perasaan dari kemarin kalau Mbak ke sini pasti lihat-lihat ke dalam. Mau masuk? Ya sudah masuk saja. Saya sendirian kok di rumah."

Pas nih. Sekalian aku tanya Kira ada hubungan apa sama Rizky. Batinnya.

Namun, saat Diana hendak melangkah, ponsel Kira berbunyi. "Sebentar, Mbak." Ia melihat ke layar dan tertera panggilan dari Rizky.

"Halo. Ada apa? (....) Ya, wa'alaikumussalam (...) Mas Haris yang dari pesantren datang? (...) Nginep? (...) Aduh, capek tahu beresin rumah.. Gue panggil OK KLIN saja, ya (....) Hmm ya, wa'alaikumussalam."

Ia melanjutkan, "Mbak Diana, maaf. Tapi saya mau kedatangan tamu dari jauh dan saya harus beres-beres, mungkin lain kali saja Mbak main ke sini, ya."

"Ha? Eh, i.. Iya mbak. Gak papa. Kalau gitu saya permisi dulu ya, wassalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Penasaran lagi deh... Batin Diana, sedih.

***

"Mas, maaf mau tanya, laki-laki yang baru ke luar pakai mobil Mercedes siapa ya namanya?" Tanya Caca kepada salah satu pegawai di showroom tersebut.

"Maaf, ada perlu apa ya, Mbak?"

"Enggak, saya.... Saya cuma mau mastiin saja kalau itu teman saya atau bukan, soalnya katanya dia mau ambil mobil juga di sini. Saya telat datang untuk menemaninya, jadi untuk memastikan itu teman saya atau bukan, saya perlu tahu siapa namanya. Bisa kan, Mas?" Jelasnya dengan alasan palsu.

"Telpon saja dong temannya Mbak."

"... Ponselnya mati, Mas."

Sales itu terdiam sejenak. "Tapi maaf Mbak, kami tidak boleh sembarang membuka privasi orang lain."

Ketat juga. Batin Caca. "Kami tidak minta apapun, Mas. Cuma namanya saja. Ayolah..." Caca memelas.

"Hmm.. Baik kalau begitu. Yang tadi ke luar pakai mobil Mercedes itu namanya Rizky, Mbak. Dia pemilik showroom ini."

"APA?!! PEMILIK SHOWROOM??!!!" Dara dan Caca berteriak bersamaan.

"Yakin, Mas? Laki-laki yang pakai kaos oblong dan celana sedikit gantung itu pemilik showroom ini?" Tanya Caca sekali lagi, dan salesmen itu tetap memberikan jawaban yang sama.

"Haduh... Milyuner, Lun..." Caca menatap pasrah Luna.

"Iya, Ca. Milyuner..." Balas Luna yang masih tidak percaya.

Kejadian itu menyisakan pertanyaan besar, "Tapi, kenapa dia masih jualan putu ya, Ca?"

"Iya juga, ya... Perlu dicari tahu nih."

Luna mengangguk setuju.