webnovel

[12] BERPURA-PURA

"Kenapa sih Mas gak ngabarin saya kalau diizinin Pak Kyai mau datang?" Tanya Rizky di sepanjang perjalanan.

"Ra popo, Ky. Mas gak mau ngerepotin kamu."

"Ya ampun, Mas... Macam sama siapa saja."

Haris hanya tersenyum.

Beberapa saat kemudian ia melanjutkan, "Ky, kamu nganterin Mas sampai rumah pakai mobil ini?"

"Ndak, Mas. Nanti Mas saya turunin di depan komplek saja, ya. Masuk ke dalamnya jalan, gak begitu jauh kok dari depan. Cari saja rumah nomor 21B." Jelasnya.

"Nggeh.. Hm... Ky? Mau sampai kapan kamu nyembunyiin semua ini? Apa kamu ndak takut istrimu marah dan mengambil tindakan di luar perkiraan?"

Rizky terdiam berpikir. Lalu menghela nafas panjang, "Mungkin nanti Mas, saat dia telah benar-benar mencintaiku."

"Kamu gak takut dia tahu dari orang lain?"

"Ya... Wallahu a'lam, Mas. Aku serahkan sama Allah."

Tidak ada percakapan di antara mereka selama beberapa saat.

Hingga Rizky melanjutkan, "Sebenarnya beberapa hari yang lalu Kira sudah menanyakan hal penting yang merupakan rahasia yang benar-benar kusembunyikan itu. Dengan alasan sibuk, aku tidak menghiraukan pertanyaannya, hatiku berkata bahwa saat itu bukan waktu yang tepat, Mas."

"Lebih baik kamu langsung memberitahunya, Ky. Daripada dia tahu dari orang lain itu akan memberi dampak yang buruk buatmu."

"Nggeh, Mas. Nanti saya pikirkan."

Mobil itu kemudian berhenti tepat di depan komplek. Rizky kembali ke showroom untuk mengembalikan mobil dan melanjutkan berdagang.

***

Di depan showroom, Caca dan Dara masih terdiam tak menyangka atas fakta yang baru saja terkuak.

"Aduh, masih gak nyangka gue, Dar. Tajir gila tu orang." Kata Caca dengan tangan yang menyangga dahi.

"Yaaa gitulah, Ca. Yang ada di pikiran gue sekarang kenapa dia masih mau jualan putu gitu?"

"Feeling gue ni ya, yang dia lakuin itu kaya semacam penyamaran yang ada di sinetron-sinetron. Kan banyak film kaya gitu. Dia tajir melintir tapi nyamar jadi orang miskin biar dapat istri yang gak gila harta."

"Kebanyakan nonton sinetron lo, Ca. Tapi ada benarnya juga sih. Atau jangan-jangan Kira belum tahu soal ini?"

"Dar, kalau Kira belum tahu, kenapa dia bisa nyaman tinggal di komplek berstandar internasional kaya gitu tanpa rasa penasaran coba?"

"Au ah. Pusing gue mikirnya. Telpon Luna sama Pika gih, suruh kemari jemput kita, gue mau pulang."

***

Rumah nomor 21 B, 21 B, 21 B.. Batin Haris sembari menoleh ke kanan dan ke kiri mencari rumah yang dimaksud.

Saat bola matanya sibuk memutar menatap sekitar, didapatinya seorang wanita berpakaian muslimah sedang menyapu teras rumah, Diana.

DEG.

Jantung Haris berdetak lebih cepat dari biasanya.

Subhanallah bidadari surga... Hatinya bertasbih.

Tiba-tiba..

"Duh!" Teriaknya kesakitan saat matanya yang tidak berkedip sedari tadi tiba-tiba kemasukan debu dan menyisakan mata perih berair.

Teriakannya mengambil alih perhatian Diana. Ia mendekati Haris yang terlihat bingung.

Jangan mendekat, jangan mendekat, aku gak sanggup. Yaa Allah janganlah Kau buat jantung ini berhenti berdetak karena bidadari itu, amal hamba masih sedikit Yaa Allah..

Haris melangkah mundur sedikit demi sedikit.

"Ada yang bisa di bantu, Mas?"

Mas? Dia panggil aku 'Mas'?

"Mas???" Jentikan jari tangan Diana menyadarkannya dari lamunan.

"Eh. Iya 'mai'? "

"Mai? Nama saya Diana, mas. Bukan Mai."

Astaghfirullah, Ris.. Ghadul bashar! Batinnya.

"Ehem! Maksud saya humaira, Mbak, artinya 'pipi yang kemerah-merahan'. Sebutan nabi untuk istrinya, 'Aisyah. Ini.. Barusan saya baca e-book, jadinya ke bawa gitu. Pas pula pipi Mbak merah-merah gitu pake blush on ya?" Haris mencoba menyembunyikan rasa gugupnya.

"Tapi, saya lihat Mas gak megang hp atau tab?"

Skakmat.

Bantu hambaMu yang sedang tertekan kondisi ini Yaa Allah..

Haris hanya diam gemetar.

"Oh... Ada yang bisa dibantu, Mas? Saya lihat Masnya kebingungan."

"Ini Mbak, saya lagi cari rumah nomor 21 A. Yang mana ya rumahnya?"

"21 A? Itu rumah saya Mas."

"Eh, maksud saya 21 B."

"Ohh,, itu di sebelah rumah saya." Diana menunjuk rumah Rizky yang bersebelahan dengan rumahnya.

Fabi ayyi a laa i rabbikuma tukadzdziban.. (maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?)

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Alhamdulillah.. Tinggal bersebelahan dengan Sang Bidadari Surga walaupun hanya beberapa hari saja. Yaa Allah Kau Maha Adil. Decak Haris kegirangan.

"Oh, terima kasih Mbak Diana. Saya permisi dulu, ya. Wassalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Haris menuju rumah yang ditunjuk Diana. Rumah nomor 21 B. Rumah terbesar di komplek itu.

Benar gak ya ini rumahnya? Ah, coba saja deh.

TING NUNG!

"Assalamu'alaikum..."

"Wa'alaikumussalam." Kira membuka pintu dan di depannya ada seorang laki-laki dengan banyak barang bawaan.

"Maaf Mas, di sini ga buka kost-kostan. Saya permisi dulu, ya." Lanjutnya.

"Astaghfirullah..." Haris spontan menunduk ketika melihat Kira tidak memakai jilbab.

"Eh, sebentar Mbak. Apa benar ini rumah Rizky yang pernah jadi santri di Ponpes Nurul Iman? Saya Haris, temannya. Waktu acara pernikahan kalian saya juga datang." Sambungnya.

Kira memperhatikannya dari atas ke bawah. "Oh, Haris. Maaf Mas, saya kira orang yang lagi cari kost-an. Habisnya saya gak tanda kalau tidak pakai peci dan baju koko, mana bawaannya juga banyak. Hehe...

"Silahkan masuk, Mas."

Saat memasuki rumah bergaya klasik itu, rasa kagum terlihat di wajah Haris. Rumah yang besar layaknya istana. Tanaman bonsai tertata rapi, suara air mancur di halaman rumah menambah asri sejuknya ruangan di dalamnya. Dinding yang beraplikasi putih cerah menambah nuansa suci rumah itu, belum lagi hiasan yang ada pada dindingnya yang terlukis kaligrafi, membuatnya seakan berada di Taj Mahal, persis seperti itulah rumah Rizky baginya. Rasanya ia tidak ingin kembali ke ponpes. Apalagi setelah ia bertemu Diana barusan.

"Mas? Halooo.." Kira mengayun-ayunkan tangannya ke atas dan ke bawah di depan wajah Haris.

"Eh. Astaghfirullah. Maaf, Mbak. Kenapa?"

"Itu kamar Mas Haris. Kamar saya dan Rizky ada di lantai dua. Dapur di sebelah kanan. Untuk sementara mungkin itu saja yang bisa saya beri tahu, kalau ada apa-apa bisa tanya saja ya." Kata Kira menjelaskan setiap letak interior rumah.

"Baik. Makasih ya, Mbak Kira. Maaf merepotkan."

"Kalau gitu saya mau ke kamar dulu."

Haris hanya membalas dengan anggukan.

***

Saat The Girls sudah sampai di rumah masing-masing, Luna mencoba menghubungi Kira perihal kejadian yang baru saja mereka liat.

"Halo? Ada apa, Lun?"

"Lo di mana, Ra? Malam ini bisa ketemu di tempat biasa, gak?"

Sorry, nih. Untuk beberapa hari ke depan gue gak bisa keluar. Teman Rizky dari pesantren datang dan menginap beberapa hari di rumah. Gak enak kalau gue selaku tuan rumah ninggalin tamu, Rizky kan juga jualan.

"Tapi ini soal Rizky."

"Rizky? Ada apa?"

"Gue gak bisa ngomong ini di telepon. Harus ketemu."

"Hm... Lain kali saja deh. Sudah dulu, ya.. Bye.. Titip salam sama yang lain."

"Ni anak keras kepala banget ya". Kata Luna setelah Kira langsung menutup telponnya tanpa basa-basi.

"Gimana tadi, Lun?" Tanya Caca.

"Ah, dia ke terminal, jemput orang doang t'rus langsung pulang."

"Hm... Lo tahu gak, Lun, Pik? Si Rizky itu yang punya Showroom Queen yang di Jalan Patriot."

"Apa?! Sumpah lo?"

"Tanya saja Dara kalau lo gak percaya. Bahkan kami langsung tanya sama salesnya."

Dara mengangguk.

"Mampus, tajir tujuh turunan tuh orang. Showroom Queen kan ada cabang hampir di seluruh Indo? Bahkan di luar negeri juga ada."

....

***

Malam itu hujan mengguyur dengan derasnya. Terlihat seorang laki-laki yang berlari pontang-panting sembari mendorong gerobak dagangannya yang hancur.

"Assalamu'alaikum..." Ucap Rizky setelah sampai di rumah.

"Wa'alaikumussalam... Kok hujan-hujanan sih, Mas? Adek ambil handuk dulu, ya." Kata Kira yang kemudian bergegas mengambil handuk.

Mas? Kira manggil aku Mas? Adek? Ada apa ini? Batin Rizky yang bertanya-tanya.

Tidak lama kemudian saat Rizky sedang mencoba menyeka rambutnya yang basah dengan tangan, Kira datang dengan handuk dan teh hangat.

"Nih handuknya. Minum juga tehnya agar tubuhnya hangat."

"Ra, kok kamu panggil aku 'Mas'? Bawain handuk dan teh hangat lagi? Beda dari biasanya? Ada apa?"

"Jangan baper, lo. Ini semua gue lakuin karena ada Mas Haris. Gue gak mau dia nilai kalau keluarga kita gak harmonis. Walaupun kenyataannya memang gak harmonis, siihh... Yaaa ini pencitraan doang." Bisik Kira.

Tidak apa, Ra. Saya sudah cukup senang dengan semua ini. Terima kasih. Batin Rizky sembari mengukir senyum tipis di bibirnya.

"Napa lo senyum-senyum?"

"Jadi, selama Mas Haris di sini kamu akan 'berpura-pura' menjadi istri yang baik, begitu?"

"Ya.. Mau gimana lagi."

Rizky menunduk, "Tapi tolong jangan sentuh saya berlebihan, ya."

"Ha?" Kira bertanya-tanya.

"Ra, ada Mas Haris di belakang kamu." Rizky mengambil kesempatan saat Haris tiba-tiba muncul di belakang Kira. Bersender pada salah satu tiang yang tidak jauh dari Rizky dan Kira berada.

"Kok hujan-hujanan sih 'Sayang'??? Sini aku lap-in yaaa.. Ni minum juga teh hangatnya biar tubuhnya gak kedinginan." Kira menyeka, mencoba mengeringkan tubuh Rizky yang basah di guyur hujan.

Melihat hal itu, Rizky tersenyum lebar. Kira.. Kira.. Semoga nanti keterpuraan kamu ini akan menjadi keseriusan dari hatimu yang terdalam berlandaskan takwa kepada Allah, ya. Doanya dalam hati diiringi senyum yang merekah.

"Jangan senyum-senyum, lo. Jangan baper! Awas saja." Bisik Kira pelan namun tegas.

"Ra, Mas Haris jalan ke sini, tuh."

"Sayang.. Mandi sana... Mandi pake air hangat, ya. Habis itu kita makan yang hangat-hangat biar kamu gak kedinginan. Oke?!"

Rizky menahan tawa.

"Loh! Kok gerobak kamu rusak?! Ada apa Sayang?!! Kamu baik-baik saja kan? Mana yang luka? Mana Sayang? Mana?"

"Gak papa kok, Dek. Mas baik-baik saja. Hanya ada kecelakaan sedikit tadi."

"Ya sudah, Mas mandi dulu, ya Sayang..." Rizky yang sedari tadi berada di depan pintu berjalan memasuki rumah menuju kamar mandi.

Saat berpapasan dengan Haris, ia berkata, "Cepetan nikah, Mas. Kelamaan jomblo itu gak enak lho.. Gak ada yang ngelapin pas kehujanan gini." Ejek Rizky dengan kedua alisnya yang naik turun.

"Jahat kamu, Ky." Balasnya.

Kira menutup pintu utama dengan rasa yang aneh, kenapa aku deg-degan saat mengelap Rizky tadi?

"Romantis banget nih pasangan muda..." Ejek Haris yang berhasil membuyarkan lamunan Kira.

"Hm.. Namanya juga suami istri. Makanya nikah, Mas. Biar bisa ngerasain hal yang sama hehehe... Kalau gitu saya mau ke kamar dulu ya, nyiapin baju untuk Mas Rizky." Kira berjalan menjauh, menaiki tangga menuju kamarnya.

Yaa Allah... Jomblo di tengah pasangan halal itu gak enak banget ya. Kuatkan hamba.. Kuatkan.. Dan pertemukanlah hamba dengan jodoh hamba secepatnya. Hmm... Diana misalnya (?). Aamiin.