"Kamu itu ya…" Nenek Asha menepuk pundak Liam dengan lembut, beliau cukup senang melihat interaksi mereka berdua.
Ini pertama kalinya nenek Asha melihat Liam menjahili seorang wanita dan tertawa setelah itu, seolah dia memang menikmati hubungan mereka berdua.
Mungkin perjodohan ini tidak ada buruknya. Ini seperti sebuah berkah di dalam bencana.
Siapa yang tahu kalau ternyata Naraya dapat membuat Liam merasa cukup nyaman untuk bercanda dengannya?
Sebelum ini, Liam tidak pernah membawa satupun wanita pulang kerumah dan memperkenalkannya pada nenek Asha selain wanita itu…
"Kalau sudah selesai makannya, ayo kita belanja sebentar." Rencana Nenek Asha adalah untuk menyesuaikan ukuran gaun pengantin miliknya dulu dengan Naraya, sehingga dia bisa memakainya di saat pesta pernikahan mereka.
Sebelum ini Nenek Asha sudah mengirimkan gaun pengantin tersebut ke bridal ternama di mall ini, jadi Naraya hanya tinggal fitting saja.
Nenek Asha terlihat sangat antusias akan hal ini sehingga tidak melihat ekspressi penolakan Naraya, tapi Liam melihatnya.
Maka dari itu, sebelum Naraya dapat berkata sesuatu, Liam dengan kasar menggenggam tangan Naraya sambil berkata dengan lembut.
"Ayo." Suara Liam begitu halus, namun hal itu berbanding terbalik dengan tangan yang mencengkram pergelangan tangan Naraya.
Cengkraman Liam pada Naraya begitu penuh tekanan dan peringatan, seakan Liam dapat dengan mudah mematahkan tangannya apabila dia mau.
Ekspressi takut Naraya luput dari perhatian nenek Asha karena Liam menghalangi pandangannya pada Naraya.
Dengan Naraya berada dalam gandengan tangannya, Liam berjalan keluar setelah membayar bill makanan mereka dengan nenek Asha mengikuti mereka dari belakang.
Suasana mall yang sedikit ramai dan suara music yang mengalun, membuat nenek Asha tidak dapat mendengar apa yang Liam bisikkan pada Naraya.
Di matanya mereka berdua tampak seperti sepasang kekasih yang sempurna, dengan Liam yang membisikkan sesuatu pada Naraya sambil tersenyum dan Naraya yang kemudian menatap Liam dengan tatapan terkejut.
Nenek Asha penasaran akan kata- kata yang di ucapkan Liam hingga membuat Naraya terkejut seperti itu, sementara Liam tertawa pelan melihat ekspressi Naraya.
Apakah itu merupakan kata- kata rayuan? Apakah Liam sedang merayu calon isterinya? Nenek Asha menjadi tersenyum- senyum sendiri dengan dugaan- dugaannya.
Namun sebenarnya yang terjadi adalah…
"Jangan pernah mencoba untuk menolak permintaan nenek, aku tidak akan mentolerirnya lain kali." Liam memperingatkan Naraya dengan nada suaranya yang tenang, seolah dia tengah memberitahukan Naraya sesuatu yang lucu yang mungkin akan Naraya sukai.
Justru dengan begitu, membuat Naraya menjadi jauh lebih takut pada Liam daripada dirinya yang berkata kasar ataupun membentaknya.
Karena Liam yang berkata dengan sangat tenang jauh lebih mengerikan, dikarenakan emosinya yang sesungguhnya tidak terlihat dan terbaca.
Naraya kemudian menoleh, menatap pria di sebelahnya dengan ekspresi terkejut dan terluka.
Dia tidak berniat untuk menolak permintaan nenek Asha, kalau mau berkata jujur, Naraya menyukai nenek Asha dan tidak ingin menyakitinya juga.
Namun setelah semua perkataan kasar Liam dan teleponnya dengan wanita lain tadi, Naraya butuh waktu untuk mengatur emosinya, walaupun dia berkata dia tidak peduli, Naraya tetaplah seorang wanita muda yang masih tidak mengerti mengenai kerumitan suatu hubungan.
Dan lagi, pria yang memperlakukannya seperti itu adalah calon suaminya…
"Paham?" Tanya Liam sambil mencengkram pergelangan tangan Naraya dengan lebih keras untuk memperingatkannya.
Naraya meringis kesakitan tapi, dia menolak menjawab pertanyaan retoris Liam.
Naraya memilih diam dan menahan rasa sakit yang Liam timbulkan padanya. Di titik ini, Naraya mulai meragukan keputusannya untuk menikahi Liam walaupun hanya untuk satu tahun.
Kalau Liam menyakitinya seperti ini, apa bedanya hidup dalam pernikahan palsu dengan Liam dan tinggal di rumah Utari?
Keduanya hanya akan menyakiti Naraya saja.
Liam yang tidak mendengar jawaban dari Naraya menoleh dengan rasa penasaran mengapa gadis ini tidak menjawabnya.
Yang kemudian, ekspressi keras kepala Naraya lah yang menyambut tatapannya.
Naraya berusaha menahan rasa sakit di tangannya dengan menggigit bibir bawahnya, tidak ada air mata di matanya yang jernih, namun walaupun tatapannya kosong, Liam dapat melihat bahwa Naraya terluka, bukan karena pergelangan tangannya yang sakit, namun hatinya yang terkoyak.
Melihat ini Liam tertegun dan sempat terpikir olehnya bahwa dia telah melewati batas. Liam harus mengakui kalau dia adalah pria brengsek, tapi apakah dia sebrengsek itu hingga menikmati menyiksa gadis muda seperti Naraya?
Dengan kesal, Liam melonggarkan cengkramannya pada Naraya. Pergelangan tangan Naraya yang begitu kurus, membuat Liam berpikir, dia dapat mematahkannya dengan mudah apabila dia menggenggamnya lebih keras daripada ini.
Mendapati cengkraman Liam mengendur, membuat Naraya dapat bernafas dengan lega.
"Sini, ikut nenek…" Nenek Asha menggandeng tangan Naraya, membuatnya terlepas dari Liam sambil mengajaknya masuk kedalam sebuah bridal ternama.
Beberapa pelayan toko segera menyambut nenek Asha, dengan penampilannya, tentu saja mereka dapat mengetahui kalau nenek Asha bukanlah pelanggan biasa, walaupun penampilan gadis muda yang tengah di gandengnya tersebut kurang cocok untuk memasuki bridal mereka.
"Ada yang bisa di bantu ibu?" Tanya salah seorang pekerja di bridal tersebut.
"Saya sudah membuat janji dengan Bianka." Jawab nenek Asha sambil mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan.
"Biar saya saja." Tiba- tiba terdengar suara jernih seorang wanita setengah baya dari balik koleksi baju pengantin yang terlihat sangat mewah.
"Bianka…" Nenek Asha tersenyum saat melihat wanita tersebut berjalan kearahnya.
Wanita bernama Bianka tersebut adalah adik sepupu nenek Asha, namun tidak banyak orang yang mengetahui hal ini.
Bianka terlihat cantik dalam balutan baju batik modern yang membuatnya terlihat anggun, dipadu dengan rok hitam yang mencapai lututnya.
"Apa kabar Asha…" Mereka berdua saling berpelukan, kemudian tatapan Bianka mengarah pada Liam. "Liam. Kamu semakin tampan saja." Puji Bianka dengan senyum yang mengembang di wajahnya.
"Tante Bianka." Sapa Liam dengan sopan, tidak terlalu peduli dengan pujiannya.
"Lalu ini…?" Bianka melihat Naraya sambil mengerutkan dahinya. "Siapa anak SMA ini?" Bianka menatap bingung pada nenek Asha.
"Dia…" Nenek Asha melirik Naraya yang memang masih mengenakan seragam SMA nya dan merutuki dirinya karena lupa untuk meminta Naraya berganti baju terlebih dahulu sebelum membawanya kesini, tapi apa boleh buat? "Dia calon isteri Liam."
"Apa?" Bianka langsung menutup mulutnya, karena reaksinya dapat dikatakan tidak sopan, tapi rasa penasarannya mengalahkan sopan santun di dalam dirinya ketika dia meminta konfirmasi pada Liam. "Dia calon isterimu?"
"Iya, benar." Jawab Liam dengan tenang, kalaupun dia malu mengakuinya, hal itu tidak terlihat di wajahnya.
Masih dalam kondisi terkejut, Bianka kemudian menjernihkan tenggorokannya, berusaha untuk terlihat lebih berwibawa.
"Boleh tahu namanya? Saya Bianka, panggil saja tante Bianka." Bianka kemudian mengulurkan tangannya.
"Tante Bianka, saya Naraya." Ucap Naraya dengan suara yang pelan, namun tidak menyambut uluran tangan Bianka.