webnovel

Laki-laki Di Akademi Roh Perempuan

Di akhir musim semi, untuk alasan yang tidak jelas tunangannya pergi meninggalkannya. Lalu di akhir musim gugur, Elkanah mendapat informasi tidak pasti tentang keberadaan tunangannya tersebut. Itu adalah Akademi Roh Emerald. Tempat di mana para gadis yang melakukan kontrak dengan Roh menerima pendidikan mereka. Secara kebetulan, Elkanah juga merupakan sedikit dari laki-laki yang mampu melakukan kontrak dengan Roh. Pada normalnya hanya perempuan yang bisa melakukan itu. Agar mereka bisa bertemu kembali, tunangannya memberi persyaratan dengan perantara seseorang. Namun persyaratan itu diberikan perlahan. Untuk yang pertama, dia diminta untuk bergabung dengan kelompok tertentu di akademi itu dan menjalani pertarungan mendebarkan bersama anggotanya. Demikian bermulalah kisah komedi-romansa satu dari sedikit Kontraktor Roh laki-laki di dunia agar dapat bertemu kembali dengan tunangannya. Apakah Elkanah akan mencapai tujuannya? Atau malah terpikat gadis lain dan melupakan tujuannya?

Zikake · Fantasi
Peringkat tidak cukup
42 Chs

Obrolan Bersama Empat Anak Di Tengah Pertempuran Malam

Menggunakan pedang besar hitam yang dipegang oleh kedua tangan, aku menebas mahluk-mahluk berwujud bayangan dengan mata merah menyala.

"Sial …. Mereka tidak ada habisnya."

Tidak hanya satu per satu berdatang, semua mahluk yang sudah kutebas juga melakukan regenerasi secara perlahan dan mencoba menyerangku kembali.

Aku menguatkan kedua tangan dalam memegang gagang pedang. Menghirup nafas panjang, aku mengambil ancang-ancang lalu melakukan putaran gila yang mampu menebas segala hal yang ada di sekitar.

"U-Ugh …."

Sepertinya aku tidak kira-kira. Melakukan serangan gila begitu membuat beban yang besar pada tubuh serta menghabiskan banyak tenaga.

"–Alkah adalah manusia terbodoh yang kukenal."

"Diamlah, Serena! Jika kau tidak sebesar dan seberat ini, mungkin tidak sebanyak ini tenagaku habis. Dan juga, bukankah sudah kuingatkan kalau namaku itu Elkanah!?"

"–… Oh."

Aku menyipitkan pandangan kepada pedang besar yang kupegang. Dari yang lain, kenapa cuma ia saja yang terasa paling menyebalkan.

"–Jadi~ kauingin kami semua jadi anak-anak menyebalkan dan nakal, nih~?"

"Ya, tidak, lah!"

Kalau begitu, mungkin aku akan trauma dengan Roh. Yah, satu orang saja sudah repot, apalagi em—

"–Elk! Belakang!"

Aku segera menguatkan pegangan pada gagang Senjata Elemental-ku lagi dan membalikkan tubuh. Seketika, kuberikan sebuah tebasan horizontal ke sana.

Kepala Shadow yang terkena bilah pedang besarku terlepas dari tubuhnya. Aku segera menendang tubuh tersebut menjauh agar tidak tiba-tiba menyerang lagi.

"Terima kasih, Clayton."

"–Tidak masalah!"

"–Tapi, aku … juga membantu."

Seperti biasa, Clayton menjawab dengan penuh semangat sementara Serena sedikit terpotong.

Ah, aku belum pernah memperkenalkan Roh Kontrak-ku, ya? Jika ditanya kapan aku melakukan kontrak dengan mereka, mungkin itu sekitar satu minggu sebelum pertemuanku dengan gadis itu.

Roh Kontrak-ku bisa dibilang seperti beli satu dapat empat. Aku melakukan kontrak dengan Ashley dan yang lain juga ternyata ikut terikat kontrak.

Biar kuperkenalkan, yang pertama adalah—

"–Master, saya rasa, ini bukanlah saat yang tepat untuk menceritakan kisah masa lalu atau pun berkenalan."

"… Yah, sepertinya kau benar."

Usai menjawab ucapan Ashley, pedang besar yang ujung bilahnya tertancap di tanah kutarik kembali.

Shadow-shadow di sini jelas tidak akan membiarkanku untuk memperkenalkan anak-anak yang berbicara denganku ini.

Aku mengambil ancang-ancang, lalu mengayunkan Senjata Elemental-ku hingga membuat mereka terpental jauh lagi.

Jumlah mereka tidak bertambah lagi. Baguslah. Yah, meski jumlah yang perlu kulayani tetap tidak akan habis, setidaknya itu tidak bertambah lagi.

"–Aku sudah menemukan lokasinya, lho~ dari yang kulihat~ ia ada di bangunan yang telah ditinggalkan~ Sepertinya Vampire itu mengurus masalah yang sama sepertimu sekarang~"

… Entah kenapa aku tersenyum. Mungkin karena mendengar suara salah satu Roh Kontrak-ku yang bernada itu.

"–Hei~ Kamu menertawakanku, Elkan~?"

"… Maaf, maaf. Setelah ini berakhir, aku janji akan mengantar kalian jalan-jalan di Distrik-distrik nanti."

Setelah mengatakan itu, aku menyiapkan kembali kuda-kuda dan menebas atau menerbangkan semua Shadow yang kulihat mendekat.

◇ ◇ ◇

Menghadapi mereka semua entah kenapa rasanya tidak berguna. Karena aku sudah tahu lokasi pasti orang dari yang kucari, tidak ada alasan untukku melawan mereka yang tiada habisnya ini.

Aku berlari sembari dipandu oleh Francesca menuju tempat seseorang yang disuruh seseorang lain untuk membawanya kembali.

Kemudian, lariku terhenti ketika melihat di depan hanya kurang lebih dengan yang ada di belakang. Bisa-bisanya aku terkepung dengan Shadow-shadow ini.

Tetapi kulihat … tingkah laku Shadow yang kuhadapi tadi dengan yang ada di hadapanku berbeda. Jika di belakang memiliki langkah lambat, maka yang ada di depan seperti tidak bergerak.

Saat aku berkedip, terlihat sedikit perubahan pergerakan dari mereka. Mungkin ini tipe Shadow yang tidak akan bergerak selama kuperhatikan.

Kalau kudengar lebih baik … di depan terdengar ribut. Dari yang kulihat, ada orang di sana. Mungkinkah itu ia?

"–Yah~ itu memang si uban~"

"Uban, kaubilang."

Daripada menyebutnya 'uban', aku lebih memilih sebutan tiang listrik. Tetapi terserahlah. Tujuanku ke hutan perbatasan antara laut dan pulau ini adalah membawa kembali Selestina, yang sedang bertarung menghadapi Shadow-shadow di depan.

Shadow yang di belakang tertinggal jauh karena langkah mereka terlalu lambat. Jadi, fokusku cuma menebas apa yang ada di depan.

"–Master, gunakan saya saja. Saya memang tidak bisa menghadapi mereka, tetapi perisai bisa digunakan untuk menerobos tanpa memberi Anda luka."

"Begitukah? Ya sudah, baiklah. Jadi Serena, seperti yang kaudengar. Gantianlah dengan kakakmu Ashley."

Pedang besar di tanganku memberikan suara seperti berdecak sebelum menghilang jadi partikel-partikel cahaya.

Sepertinya ia marah ….

"~Empat anak mencari cerita, empat anak terbimbing menuju kenyataan tentang Kota Suram. Ceritamu yang tidak tertulis, kini akan kubuat dengan gayaku! Datanglah kepadaku sebagai perisai kecil, demi melindungi hal yang berharga bagiku!"

Sebuah perisai kecil dengan empat permata beda warna serta segitiga di tengahnya pun menempel di pergelangan tanganku.

"Medan pelindung!"

Aku mengarahkan tangan berperisai itu ke depan dengan telapak tangan terbuka. Seketika, penghalang transparan berwarna hijau muncul dan melindungiku dari depan, belakang, maupun samping.

Sekarang, aku sudah aman. Cukup menerobos ke depan saja, dan menuju ke tempat Selestina.

Nah, di sini aku bisa memperkenalkan Roh Kontrak-ku. Anak pertama adalah Ashley, perisai yang sedang kupakai ini adalah wujud dari Senjata Elemental-nya. Lalu anak kedua adalah Serena, pedang raksasa yang kupakai barusan adalah wujud Senjata Elemental-nya.

Untuk saat ini cukup mereka berdua saja. Soalnya, waktuku tidak banyak. Lain kali, akan kuceritakan soal dua yang lain. Sekaligus dengan bagaimana pertemuan kami.

… Dari sini, aku dapat melihat Selestina yang memiliki beberapa luka di tubuhnya. Yah, melawan puluhan Shadow secara langsung dengan tinju jelas akan berakhir seperti itu.

Tetapi, ia lebih baik dariku. Shadow yang dihadapinya memang benar menghilang. Mungkin karena ia memiliki Unsur Roh. Beda sepertiku.

Oh, ya. Sedikit penjelasan mengenai Shadow. Mereka hanya akan menghilang jika diserang menggunakan kekuatan Roh Kontrak yang memiliki unsur seperti api, air, angin, atau semacamnya. Selama itu unsur.

Jika mereka diserang oleh kekuatan Roh Kontrak yang tidak memiliki unsur sepertiku, mereka hanya seperti diserang menggunakan senjata biasa yang kebetulan lebih kuat dari senjata lainnya.

Dan yah, memang benar kalau punyaku tidak memiliki unsur. Sebagai gantinya, aku bisa tahan dari hal-hal yang dapat merusak tubuh dan tidak merasakan apa-apa yang berhubungan dengan panas, dingin, sakit dan semacamnya.

Oh, Selestina sepertinya melihatku. Jadi sebagai tanggapan, aku melambaikan tangan. Soalnya, medan pelindung ini menegah suaraku dan orang di luar.

Omong-omong, Medan Penghalang memiliki dua versi. Yang pertama, akan hilang jika aku berpindah tempat. Namun sebagai gantinya, selama aku tidak berpindah tempat penghalang itu tidak akan mudah hancur.

Yang kedua, adalah yang tidak akan hilang meski aku berlari. Namun seperti dugaan, itu cukup rapuh. Mungkin kerapuhannya seperti besi setebal dua senti(?)

Setiap Shadow yang menyentuh penghalang di sekitarku akan menepi seperti orang yang menyenggol mobil. Jika aku berlari, mungkin hasilnya seperti mobil yang mengamuk di kerumunan. Cukup mengerikan.

Ingin kucoba hal itu, tetapi karena ingin menghemat tenaga, aku mengurungkan niat untuk mengamuk.

… Dan akhirnya, aku berhasil mendekati Tiang Listrik itu.

"Apa kau perlu bantuan, Selestina?"

"--- ---------- -------?"

Astaga, padahal baru kujelaskan tadi. Tetapi aku malah lupa kalau ia tidak bisa mendengarkanku dari dalam sini. Daripada melepas Sihir Roh-ku, kurasa lebih baik membawa dirinya ke tempat aman terlebih dahulu.

***

Dengan demikian, aku pun menggiring Selestina untuk kembali ke bangunan yang ditinggalkan.

Sempat beberapa kali Selestina kulihat protes, tetapi pada akhirnya ia menurutiku yang membawanya ke sana.

Sampai di tengah-tengah bangunan tersebut, aku mengubah medan pelindung yang awalnya menjagaku menjadi penghalang antara kami dan Shadow dengan membuatnya di langit-langit dan lantai.

Yah, ini Medan Penghalang jenis yang pertama. Dengan ini, aku tidak bisa bergerak ke mana-mana dengan bebas.

"—Aku tahu kaupunya banyak pertanyaan, tapi tahanlah itu untuk saat ini. Ambil barang-barangmu, dan kita akan pergi dari sini."

Segera kukatakan itu sebelum Selestina berbicara. Ia pun cuma diam dan mulai mengambili semua barang yang telah dibawanya sementara aku melihat Shadow-shadow di balik penghalang.

Selama aku memperhatikan mereka, maka mau selama apa pun Selestina merapikan barang-barangnya, penghalang tidak akan tersentuh apalagi hancur.

"–Master, apa Anda yakin mana Anda cukup?"

Uhuk, bagaimana bisa aku lupa masalah itu. Memang benar, aku sempat memakan pil yang mampu menambah mana sebelum pergi, tetapi tetap saja itu akan habis pada akhirnya.

Sekali saja aku berkedip, maka mereka berjalan selangkah dari tempat awal. Uwah, mengerikan sekali.

"—Aku sudah selesai."

Ketika mendengar perkataan Selestina, aku langsung membuang nafas lega. Sekarang tinggal membawa ia pulang ke rum …. Ah, maksudku akademi.

Buk

Tiba-tiba suara sejenis itu bisa kudengar dari belakang. Kepalaku juga merasakan sakit bersamaan dengan mendengar itu. Perlahan, kesadaranku juga menipis.

Bagi yang membaca selama Bulan Ramadhan dan sedang berpuasa, selamat menjalani ibadah puasa, ya.

Zikakecreators' thoughts