webnovel

Alasan Di Balik Hilangnya Luka

Berulang kali kumengedipkan sepasang mata. Apa yang sedang kulihat bukanlah langit-langit kamar Reva, kamarku dan Freya di Asrama Kelas Rat, maupun UKS.

Di mana ini?

Belaian dari tangan yang lembut bisa kurasakan di atas kepala. Perasaan yang kurasakan … ini sama seperti dahulu, ketika aku berada di pangkuan gadis itu.

Orang yang melakukan ini … Selestina, ya?

Sedikit gerakan kuberikan agar Selestina tahu kalau aku sudah terbangun. Sesuai dengan apa yang kuharapkan, gadis yang tadinya menatap hampa ke sisi ruangan memalingkan wajah.

"—Kau sudah bangun? Kapan?"

"Yah, tidak terlalu lama."

Perlahan, aku bangkit dari pangkuan gadis Vampire ini, lalu sektika memegang kepala yang terasa sedikit pening dan sakit. Kalau kuingat-ingat ….

Tadi aku sedang mengurus penghalang dari Shadow agar Selestina bisa merapikan barangnya dengan aman. Ketika ia berkata sudah selesai, aku …. Ah, ya. Kepalaku sakit karena dipukul dengan sesuatu.

"Kenapa kau melakukan itu?"

Selestina mengerutkan kening seketika.

"… Apa maksudmu?"

"Tidak usah pura-pura tidak tahu. Kau melakukannya, 'kan? Maksudku … yang berhubungan dengan kepalaku."

Ia lalu terdiam untuk waktu yang lama. Memberikan pengakuan 'ya' sudah cukup agar aku tidak membahas ini lagi.

"Akui saja. Tidak perlu menyembunyikan apa pun dariku. Aku sudah tahu bahwa ini perbuatanmu."

Usai kukatakan itu, Selestina pun mendecakkan lidah lalu berdiri sambil mengibaskan tangan kanan di udara.

"… Iya, iya! Aku yang melakukannya! Akulah telah yang memukul kepalamu hingga tidak sadarkan diri."

"Nah, begit–"

Tunggu sebentar …. Sepertinya telah terjadi kesalahpahaman di sini. Yang kutanyakan itu ialah apakah ia yang membuat kepalaku jadi tidak memiliki luka darah atau hal lainnya padahal terkena pukul.

Yah, tetapi memang benar kalau aku juga sudah menduga ia yang memukulku. Tetapi untuk apa memukul jika di lain waktu akan disembuhkan? Rasa tanggung jawab? Apa pun alasannya, itu membuatku heran.

"–Master, Anda memiliki saya yang membuat kemampuan pasif tidak akan luka meski sudah ditusuk oleh tombak."

Ah, ternyata. Aku pasti tak akan pernah tahu jika tidak diberi tahu . Entah bagaimana, aku melupakan beberapa hal …. Oh, ya. Ituenar.

Efek samping dari pil penambah mana yang kugunakan sebelum pergi mengejar Selestina adalah melupakan hal-hal kecil untuk sementara waktu.

"–Hal-hal kecil …."

Jangan sedih begitu. Aku jadi merasa bersalah karena melupakan kemampuan pasifmu.

… Tetapi tetap saja, apa alasannya sampai memukul kepalaku? Kurasa aku tidak pernah melakukan sesuatu yang membuat dirinya membenciku.

"Kelihatannya kau mempertanyakan alasanku melakukan itu, ya? Harusnya, kau sendiri sudah tahu, aku tidak mau kembali."

Selestina kembali duduk, meski alis yang menukik pada kening karena kesal masih belum terganti pada keningnya.

"Memangnya, kenapa kau pergi? Tujuanmu? Kau akan kembali lagi, 'kan?"

"Sudah jelas kalau aku akan kembali. Tapi … itu hanya jika Direktur Akademi melupakan soal pembuatan tim dan ada orang yang menggantikanku."

Kurasa, gadis ini terlalu berlebihan. Bukankah menolak saja sudah cukup? Tidak perlu melarikan diri begini.

"Jika kau menganggapku berlebihan, kau salah. Kalau Direktur Akademi sudah menentukan, maka itu pasti terjadi. Jika aku tetap di akademi, mungkin ia bisa saja mencuci otakku."

"Tidak, kau memang terlalu berlebihan! Cebol itu tidak mungkin melakukan hal gila seperti yang kaukatakan."

"C-Cebol …."

Eh? Ada apa dengan Selestina? Wajahnya nampak pucat saat mengatakan itu. Apa ia punya trauma dengan yang cobel-cebol?

"Apa ada yang salah?"

"Y-Yah …. Dulu, aku pernah dipukuli oleh salah satu siswi Kelas Lion yang ia juga merupakan keponakan Direktur Akademi. Mungkin karena ancaman-ancaman yang pernah diberikan olehnyalah, aku jadi berlebihan mengenai Direktur …."

Keponakan si Cebol … apa mungkin ia juga Dwarf? Jadi alasan Selestina menjadi pucat adalah sering dipukuli yang cebol-cebol ….

Yah, pasti Selestina mengatakan kata-kata terlarang di hadapan keponakan GB—yaitu cebol. Eh? Atau mungkin yang lain, ya? Sudahlah, lupakan saja.

"—Kalau alasan pergimu dari akademi itu, aku akan melakukan semua yang kubisa agar kau tidak dimasukkan ke dalam tim. Jadi, apa kau mau kembali ke akademi?"

"Benarkah? Emm …. Memangnya, apa alasanmu sampai melakukan itu?"

Hmm, kalau ditanya begitu, haruskah aku mengatakan yang sebenarnya? Kuharap ia tidak akan marah karena itu bukan murni ketulusan hati ….

"Seseorang menyuruhku membawamu kembali. Dia bahkan memberi tahu tempat kau berada malam ini."

"Direktur?"

"Bukan, bukan dia. Emm … bagaimana aku bilangnya, ya? Jujur saja, aku datang ke akademi karena mencari seseorang. Dan gadis yang kucari itulah yang memintaku. Untuk alasannya, aku juga tidak tahu."

Kalau sebatas ini kurasa baik-baik saja. Kuharap ia tidak menanyakan hubunganku dengan gadis itu.

"Begitu, ya? Baiklah, aku akan kembali kalau begitu. Tapi …."

Selestina melirik sekitar.

"Sebenarnya, kita berada di mana?"

Eh? Untuk apa ia menanyakan itu? Bukankah ia yang membawaku kemari? Selestina bertanya-tanya seakan-akan ia tak dengan sengaja terbawaku ke tempat ini.

"… Sepertinya kau memang tidak tahu apa-apa dengan yang telah terjadi. Sebenarnya, aku tiba-tiba saja berada di sini beberapa saat setelah penghalang buatanmu hancur. Kupikir, ini semacam dimensi lain yang akan tercipta jika penghalangmu hancur. Salah satu dari kemampuan Roh Kontrak-mu."

"Aku mana punya kemampuan seperti itu."

… Intinya, kami terjebak di dimensi lain, ya? Eh, tunggu. Kenapa Selestina menyebutkan ini dimensi lain? Bukankah ini hanya rumah bagaimanapun aku melihatnya?

"Coba cek ke luar."

Seakan-akan membaca pikiranku, Selestina mengarahkan telunjuk ke pintu kayu. Semudah itukah pikiranku untuk dibaca? Tetapi untuk saat ini aku harus melupakan masalah tidak penting seperti itu.

Perlahan aku berdiri, berjalan menuju tempat pintu itu berada. Meraih gagangnya yang berupa besi, kutarik itu ke bawah kemudian menarik pintu ke dalam.

Pemandangan yang kudapati saat itu adalah … salju sejauh mata memandang. Tidak, bukan sejauh mata memandang. Ia terhenti pada semacam penghalang raksasa ungu transparan yang menunjuki langit. Semacam ujung dunia.

"Hei, kautahu apa yang harus kita lakukan?"

Mendengar Selestina, aku pun berbalik.

"… Entahlah. Selama tidak ada penjelasan sedikit pun mengenai ini, kita tidak boleh bergerak secara sembarangan."

Ini benar-benar situasi yang buruk. Terjebak dengan seorang gadis pada satu rumah— Ah, maksudku, terjebak di dimensi lain yang tidak ada siapa pun selain kami berdua.

Dan ada masalah lain, kupikir. Apakah ada persediaan makan di sini? Setidaknya … hingga ada bantuan yang datang atau hal lainnya?

Sambil merenungkan itu, aku menggigit ibu jari dengan pandangan yang terarah ke lantai. Pasti ada sebuah cara agar kami bisa keluar dari dunia ini. Dan kuharap, itu tidak akan ada hubungannya dengan bunuh-membunuh.

"W-Woah!"

Selestina tiba-tiba bersorak dan termundur. Aku bertanya-tanya tentang apa yang membuatnya begitu terkejut, tetapi aku juga langsung bertanya-tanya mengenai hal lain.

"Sejak kapan ada kulkas di sini?"

"Mana kutahu! Itu tiba-tiba saja muncul di hadapanku!"

Jawab sih jawab, tetapi tidak usah menggunakan emosi juga menjawabnya. Aku hanya mengatakan itu karena …. Lupakan. Lebih baik aku berjalan dan memeriksa apa isi kulkas itu.

Beberapa langkah, aku sampai ke kulkas yang berada dekat dengan jendela dan juga tempat Selestina mengarahkan pandangannya selama merenung.

Isi kulkas itu adalah … bahan makanan? Saat kucium baunya, ini masih aman. Bisa dibilang, aman dari racun dan kadaluarsa. Apalagi dari fitnah, eh?

"W-Woah! E-Elkanah! Perabotan lain mulai bermunculan satu persatu!"

Mendengar sorakan Selestina sekali lagi, aku pun memalingkan wajah dari kulkas setelah menutupnya.

"Apa-apaan ini …."

Yang dikatakan Selestina bener. Meja makan, ranjang, lemari, dan berbagai hal lainnya tiba-tiba muncul. Sayang sekali, televisi tidak termasuk dari yang tiba-tiba muncul.

… Lupakan semua itu dulu. Untuk saat ini, salah satu kekhawatiran menghilang. Kami tidak perlu berlapar karena ada sayuran dan berbagai bahan makanan lainnya lagi agar bisa bertahan.

Namun tetap saja, kita tidak boleh tetap berada di sini meski tempat ini aman-aman saja. Banyak hal mencurigakan.

… Yah, untuk saat ini, kupikir lebih baik menyelesaikan masalah yang baru datang. Perutku keroncongan karena tidak makan malam.

Next chapter