webnovel

Pembicaraan Naura

Naura tadi yang melangkah dengan langkah yang begitu ringan kini terdiam di ambang pintu ketika melihat Aldi yang sudah kembali mengenakan pakaian lengkap kantor.

Kening Naura sepenuhnya mengeryit lalu dengan berat hati tetap melangkah menghampiri Aldi yang masih berdiri membelakanginya.

"Apa ada masalah?" tanya Naura setelah meletakkan gelas yang berisi air yang memang selalu tersedia di meja terdekat ranjang.

Aldi membalikkan tubuh dan kedua mata mereka bertemu dan melangkah lebih dekat serta kedua tangan Aldi sudah memegang kedua punggung Naura.

Mata yang mengunci Naura.

"Ada pekerjaan yang mendesak," ucap Aldi yang sangat terlihat jelas jika raut wajahnya sangat menyakinkan tetapi bukan lantas Naura langsung mengiyakan alasan yang diberikan Aldi.

"Aku akan segera kembali, jangan lupa kunci semua pintu dan jendela," ucap Aldi dengan gerakan cepat lalu mengecup kening Naura dan melangkah dengan langkah yang sangat terburu-buru keluar dari kamar.

Naura masih berdiri ditempatnya hanya saja kini posisinya sudah berubah yang tadinya membelakangi pintu kini menghadap pintu yang sudah tertutup. Bahkan belum sempat Naura bertanya mengenai pekerjaan mendesak apa yang mengharuskan Aldi kembali ke kantor pada malam-malam seperti ini.

Ketika banyak pertanyaan masih mengendap dibenaknya tiba-tiba saja dering ponsel menyadarkan Naura dari lamunannya dan memalingkan wajah yang tadinya fokus kepada pintu yang tertutup kini sudah melangkah menuju meja dan mengambil ponselnya.

'Lama banget sih!'

Naura sampai harus menjauhkan ponsel dari telinganya, orang yang sama sekali tidak punya sopan santun akan tetapi jujur saja Naura sudah terlalu menerima apa adanya orang yang telah berteriak ketika sambungan telpon diangkat.

Naura mengdengus kesal dan terlebih dulu meneguk minuman yang tadi telah disediakan lalu memutuskan untuk keluar dan mengecek rumah sebelum tidur.

Rumah yang dibeli Aldi setelah menikah ini memang belum memperkerjakan orang untuk membantu pekerjaan rumah Naura. Aldi sebenarnya sudah beberapa kali menyinggung mengenai hal ini, akan lebih mudah jika ada orang yang membantu pekerjaan rumah ini. selain bisa membantu orang Naura juga akan memiliki waktu banyak untuk beristirahat setelah seharian bekerja.

Naura menolak bukan tidak memiliki alasan yang kuat bahkan alasan itu sangat kuat dan akurat bagi Naura dan menurut pandangannya juga baik. Naura hanya ingin melayani Aldi setiap harinya, mempersembahkan semuanya untuk Aldi.

Saat ini memang belum terlalu memikirkan itu semua dan Naura memang sangat senang serta tidak terbebani. Biarlah dulu Naura menjalaninya sampai ketika Naura memang sangat ingin memperjakan orang untuk membantunya akan tiba suatu hari nanti.

'Cuma itu responya?'

Pertanyaan yang dilontarkan juga mengandung unsur teriakan.

Naura kini kembali melangkah ke kamar karena semua sudah terkunci lalu membaringkan tubuh serta menghidupkan TV.

'Kenapa?'

'Tidak habis pikir aku sama kamu, masa iya aku ulang tahun Cuma di kasih kado dan hanya gambar saja, kamunya tidak datang ke sini gitu'

Terdengar suara helaan napas panjang.

Ini juga sudah masuk ke dalam pemikiran Naura serta sudah memikirkan banyak jawaban yang semoga bisa mengendalikan emosi berlebihan dari sahabatnya ini.

'Kamu yang keterlaluan Gisel, kamu pikir aku masih perawan yang bisa kapan saja mengikutimu. Negara kita sudah berbeda, makanya pulang ke kampung halaman'

Bayangkan saja kini Gisel sedang berlibur diluar Negeri beberapa hari yang lalu sampai pada hari ini, hari dimana Gisel dilahirkan di dunia.

'Setidaknya kadonya kirim ke sini'

'Ribut Gisel, nanti kamu juga pulang'

'Masih lama aku, belum dapat laki-laki yang mau aku ajak pulang'

'Buat?'

'NIKAH'

Naura tertawa pelan akan tetapi masih bisa didengar oleh Gisel.

'Kurang-kurangin meremehkan teman'

'Tapi beneran kamu mau nikah? Bukankah tahun lalu kamu tidak ingin menikah, keinginan yang menurutku sangat buruk itu'

Naura menarik selimut sehingga menutupi tubuhnya sampai pada dagu, mengeser tubunya untuk mendapatkan posisi ternyaman. Mendengarkan keluh kesah sahabatnya sambil lalu melihat flim favorit Naura. Semudah itu kehidupan yang bisa membuat Naura senang tetapi tidak jarang menemui banyak krikil bahkan batu sehingga membutuhkan energi banyak agar supaya rintangan itu bisa disingkirkan.

'Ralat, aku ingin segera menikah. Kalau bisa secepatnya atau mungkin besok aku sudah ketemu jodoh, semoga saja'

'Do'amu tidak akan terkabul, terlalu tinggi kamu menghayal. Ingat Gisel kamu sekarang saja belum punya pacar'

Terdengar helaan napas dari sebrang.

"Naura, aku jadi ingat kemarin aku bertemu dengan Roy'

Deg

Naura kembali menegakkan tubuhnya dan menekan lebih dalam ponselnya, mengharapkan Gisel mengulang perkataannya untuk memastikan jika Naura benar-benar mendengar nama itu.

'Tambah ganteng dia, kalau bisa aku akan bawa dia saja pulang dan langsung aku ajak nikah'

Ingin sekali Naura memaki akan tetapi tertahan, Naura akan terus mengingat perkataan Fadil jika diam lebih baik dari pada memaki. Itu bukan pelarian yang tepat untuk melampiaskan amarah.

'Halu'

'Ganteng dia, dia kayaknya mau pulang kampung, nanti aku coba tanya langsung'

Sesuatu yang tergambar secara abstrak memang membuat sering kali salah paham. Gambaran itu bahkan tidak nyata hanya dapat memberi beberapa pola tanpa disertai dengan bentuk yang jelas serta warna yang membuat perasaan menjadi senang jika melihatnya.

Akan tetapi, gambaran yang abstrak juga bisa mempunyai nilai lebih. Gambaran yang hanya bisa dipahami oleh pembuatnya sendiri.

'Coba saja…'

Kalimat yang langsung dipotong oleh Naura.

'Stop'

'Tapi jika saja waktu dulu mempunyai jalan terang mungkin kehidupanmu akan jauh sangat bahagia dari sekarang'

Gisel tidak akan mendengarkan peringatan Naura jika sudah masuk pada pembahasan ini. Mungkin ini adalah malam panjang dari Naura karena Gisel kembali bertingkah.

'Belajar menerima itu lebih baik'

'Tapi kamu bukan menerima tetapi berlari'

Mulut Naura tertutup rapat, sekarang Naura begitu sulit ketika menelan ludahnya sendiri.

'Kamu bukan menerima tetapi berlari' perkataan itu seperti berputar-putar pada benak Naura.

'Kemana Aldi? Tumben sepi, biasanya juga selalu cerewet jika kita sedang telponan'

Naura sangat bersyukur ketika Gisel tidak melanjutkan pembahas topik tadi tetapi kembali menghela napas ketika Gilel melontarkan pertanyaan tadi. Setelah beberapa menit meninggalkan banyaknya pertanyaan yang ada dibenaknya kini harus teringat kembali.

Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan itu selain Aldi, orang yang memang mempunyai tanggung jawab penuh menjawab pertanyaan banyak dari Naura.

'Belum pulang'

Terdengar suara yang tidak senang.

'Jam segini?'

Naura hanya meresponya dengan anggukan kepala tidak bisa mengeluarkan kata sebagai jawaban. Naura sendiri kurang yakin mengenai jawaban yang akan diberikan kepada Gisel.

Naura melirik jam yang menepel pada ruang kamarnya masih menunjukkan jama 21.00 masih wajar karena Aldi bisa sampai jam 23.00 jika pekerjaan banyak dalam artian lembur.

Antara percaya dan juga menyangkal, antara menenangkan dan juga penasaran.

Lalu pada akhirnya memilih untuk terdiam, menyimpannya terlebih dahulu.