"My wife is one of the hostages, Officer! I want to know how she is!" teriak Prayoga.
Namun para polisi berjaga yang menghalangi itu tidak peduli dengan teriakan Prayoga. Senjata mereka teracung dan ditodongkan ke Prayoga. Suasana gelap di bandara akibat pemadaman listrik, sontak menaikkan tensi di situ.
"Move! Step back or we have to minimize the risk!"
Salah satu polisi itu memberi perintah sambil menodongkan senjata ke wajah Prayoga. Mendengar itu, rasa berontak karena ingin mengetahui keadaan Paramitha, luluh seketika. Rangga dan Bisma menarik tangan sang pendaki tebing untuk mundur. Tampaknya mereka berdua menyadari betapa Prayoga sangat patah semangat.
---
"Udah yuk, Bang Yoga. Udah, kita mundur aja," bisik Rangga.
"Please, Officers. I just wanna know how my wife is. She is one of the hostages there!"
Melihat Prayoga yang masih berusaha meminta pengertian polisi-polisi yang menjaga itu, Rangga menepuk-nepuk punggung sang pendaki untuk menenangkan. Para polisi yang menghalangi masih terus mengarahkan senjata api mereka kepada Prayoga dengan wajah marah.
Prayoga meremas rambut dengan rasa putus asa. Sejenak ia menoleh ke belakang, memandang ke arah teman-temannya. Carrier bag yang mereka masih bawa, memang cukup merepotkan. Bisma memanggul sendiri dengan kesusahan. Sementara Rangga juga memanggul tas berisi peralatan dan perlengkapan mereka semua. Suasana bandara yang gelap akibat pemadaman aliran listrik, membuat pikiran yang kacau mulai melemahkan Prayoga.
Tidak ada pilihan lain, Prayoga yang melihat itu akhirnya memilih mundur. Ia berbalik dan berjalan menjauh. Diturutinya saran dari Rangga. Mereka kemudian berjalan ke luar bandara. Menyusuri jalanan gelap yang ramai dipenuhi masyarakat kota New York, yang ingin tahu perkembangan aksi sabotase penyanderaan di bandara internasional itu.
"Kita gak tau di mana Kak Mitha disandera, Bang. Kalo Abang masuk untuk melakukan sesuatu, tentu berisiko karena harus nyari-nyari dulu," kata Bisma.
Beban berat karena memanggul carrier bag dan jalanan yang gelap, membuat Bisma dan Rangga harus berjalan berhati-hati. Mereka menunduk karena tekanan barang sekaligus memerhatikan jalan. Sambil menyejajari langkah Prayoga, Bisma mencoba memberi pengertian kepadanya. Tiba-tiba, lampu penerangan jalan dan daerah sekitar bandara kembali menyala.
Mendengar kata-kata Bisma tadi, Prayoga menolehkan kepala. Sambil berjalan, ia mengernyit memandang sebuah papan penunjuk arah yang berada di pinggir jalan depan Bisma. Prayoga seperti sedang terpikirkan sesuatu. Suasana terang membuatnya mendapat sebuah ide.
"Kamu sepemikiran dengan aku, Bisma?"
Langkah Prayoga terhenti. Dipandangi papan penunjuk arah itu, bergantian ke arah Bisma yang masih berjalan. Merasa orang yang berjalan bersamanya tertinggal di belakang, Bisma pun mengangkat kepala dan berhenti juga. Ia menoleh ke arah Prayoga di belakang.
Rangga yang mengikuti pembicaraan mereka, seperti kebingungan ke mana maksudnya. Ia juga mengangkat kepala, berpaling mengernyit ke arah Prayoga. Diikuti ke mana arah mata sang pendaki memandang, seketika ia tersentak.
"Eh, jangan gila ah Bang Yoga!" seru Rangga yang terkejut.
Rangga yang baru menyadari maksud pembicaraan Prayoga dan Bisma, turut berhenti berjalan. Diturunkannya tas yang dipanggul. Jalan yang ramai dipenuhi orang itu, membuat mereka bertiga harus berhenti bersama.
Prayoga meneruskan langkah dan berdiri di bawah sebuah plang penunjuk arah dan lokasi bandara kota New York. Dipandangi sambil melipat lengan di dada.
"Abang gak tahu di mana Kak Mitha sekarang, kan? Masuk ke dalam bandara dan mencari dulu, itu beresiko!" seru Bisma.
Carrier bag yang besar itu diturunkan. Sambil sejenak mengistirahatkan tubuh, Bisma memandangi sekeliling. Jalan menuju luar bandara memang panjang. Walau waktu menunjukkan hampir tengah malam, tidak menyurutkan rasa penasaran yang besar dari masyarakat kota New York untuk mengetahui perkembangan situasi di bandara. Sepanjang jalan itu, dipenuhi mobil yang diparkirkan. Masyarakat kota New York berdiri di samping mobil mereka sambil memandang ke arah gedung bandara. Di antara keramaian itu, berbagai stasiun TV sedang melakukan reportase siaran langsung.
"Mitha datang dari Indonesia, artinya ada di international arrival, Bis. Aku liat plank untuk nyari di mana gedung international arrival. Kemarin kita nyampe, aku gak merhatiin banget. Bandara ini besar sekali," jawab Prayoga menjelaskan.
"Bang Yoga!"
Tiba-tiba Rangga memanggil. Ia berdiri di dekat kru sebuah stasiun TV yang mengadakan reportase siaran langsung. Melihat Rangga memanggil sambil melambaikan tangan, Prayoga mendekati ke situ.
---
Listrik di bandara yang semula mati, menyebabkan lampu penerangan jalan dan gedung ikut mati. Di saat itulah SWAT melakukan serangan ke para teroris untuk membebaskan sandera. Lampu penerangan bandara yang kembali menyala, dimanfaatkan mereka untuk segera mencari tempat berlindung. Kini sandera yang tersisa hanya mereka yang berada di tangan Rodrigo dan sebagian kecil teroris lagi. Paramitha yang dikumpulkan bersama sandera yang lain sebagai tameng Rodrigo, dibawa berpindah ruangan oleh para anak buahnya.
"Rápido y cállate! Muevete!"
Para teroris berteriak memberi perintah ke para sandera. Senjata dalam siaga menembak dan sambil mendorong mereka, para teroris itu menodongkan ke segala arah. Paramitha ikut terdorong-dorong berjalan, mengikuti perintah teroris pelaku sabotase bandara kota New York. Sampai di sebuah ruang yang bertuliskan keberangkatan internasional, para sandera kembali disuruh tiarap. Tiba-tiba terdengar suara dari alat pengeras.
"Rodrigo Nuno! The airport is under siege by SWAT now. We offer you to negotiate. We will provide a chopper for you to go back to Mexico but release the whole hostages now!"
Rodrigo Nuno yang berada bersama para sandera, mengernyit mendengar kata-kata tadi. Ia memandang ke sekeliling gedung yang berdinding kaca. Tampak di luar, cahaya dari mesin di polisi dan helikopter berkelebat ke sana ke mari. Teroris sang pemimpin sabotase itu pun berpikir sejenak lalu, menoleh ke salah seorang teroris yang lain.
"No tienen la intención de liberar a Domingo. Qué te parece?" tanya Rodrigo.
Para teroris pelaku sabotase bandara serentak memandang Rodrigo. Sesaat ruangan itu mendadak hening. Seakan semua orang ikut berpikir atas pertanyaan Rodrigo tadi.
"He perdido a muchos de mis miembros, Rodrigo. Los números que quedan son solo nosotros."
Salah seorang dari antara yang ditanya itu, menjawab. Mereka yang tersisa beberapa orang itu, saling lihat satu sama lain, seakan menghitung. Wajah beberapa orang terlihat terkejut.
Beruntung ruangan keberangkatan internasional itu sangat luas. Dinding antar ruangan di dalam gedung pun hanya kaca. Para teroris dapat dengan mudah mengawasi ke segala arah. Dengan senjata di tangan, mereka berdiri menunggu sikap Rodrigo.
"OK! Regresamos a México, pero no liberaremos a los rehenes hasta que tengamos el helicopter," tegas Rodrigo kepada mereka.
Sikap Rodrigo hanya dijawab dengan anggukan kepala. Tidak ada reaksi kegembiraan dari para teroris yang lain. Sambil terus menyiagakan senjata, Rodrigo pun berjalan ke meja petugas bandara di ruangan keberangkatan internasional itu. Diaktifkannya peralatan audio-system yang ada di situ dan ia menjawab tawaran dari pihak negosiator pemerintah Amerika Serikat.
Sambil menyiapkan peralatan audio-system, Rodrigo bersiul memanggil beberapa anak buah. Jari tangan menunjuk ke para sandera dan memberi isyarat untuk dibawa ke dekatnya berdiri. Melihat isyarat itu, anak buah Rodrigo Nuno segera menarik beberapa sandera agar berdiri. Termasuk di antaranya, Paramitha.
"Alineas los rehenes aquí!"
Rodrigo Nuno menunjuk ke lantai di depan meja petugas bandara, tempat ia sedang mengaktifkan peralatan audio-system. Para anak buahnya pun mengikuti dan membariskan para sandera dengan posisi berjongkok menghadap ke arah dinding kaca gedung. Wajah ketakutan para sandera, tidak menyurutkan hati para teroris menjadi kasihan. Mereka berdiri di belakang dengan mengarahkan moncong senjata ke kepala.
---
(Bersambung)
Terjemahan:
"My wife is one of the hostages, Officer! I want to know how she is!"
"Istriku adalah satu di antara para sandera, Pak Polisi! Aku ingin tahu keadaannya!"
"Move! Step back or we have to minimize the risk!"
"Pindah! Mundur atau kami harus ambil tindakan untuk memperkecil risikonya!"
"Rápido y cállate! Muevete!"
"Cepat dan diam! Bergerak!"
"Rodrigo Nuno! The airport is under siege by SWAT now. We offer you to negociate. We will provide a chopper for you to go back to Mexico but release the whole hostages now!"
"Rodrigo Nuno! Bandara sudah dikepung oleh SWAT sekarang. Kami menawarkan Anda untuk bernegosiasi. Kami akan menyediakan helikopter untuk Anda kembali ke Meksiko tetapi bebaskan seluruh sandera sekarang!"
"No tienen la intención de liberar a Domingo. Qué te parece?"
"Mereka tidak berniat membebaskan Domingo. Apa pendapatmu?"
"He perdido a muchos de mis miembros, Rodrigo. Los números que quedan son solo nosotros,"
"Saya telah kehilangan banyak anggota, Rodrigo. Jumlah yang tersisa hanya kita,"
"OK! Regresamos a México, pero no liberaremos a los rehenes hasta que tengamos el helicopter,"
"Oke! Kita kembali ke Meksiko, tapi kita tidak akan melepaskan sandera sampai kita dapat helikopternya,"