webnovel

Jejak Masa Lalu

"Jika kau ingin memulai hidup yang baru, lupakan bayangan masa lalumu!" Ya, kata itu memang sangat mudah diucapkan oleh semua orang termasuk diriku sendiri ketika menyadari untuk memulai kehidupan baru di masa depan. Tapi nyatanya...

Michella91 · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
287 Chs

Harus Putus

Rasanya sudah tidak ada alasan bagiku untuk tetap mempertahankan hubungan ini dengan Choco. Aku tahu, dia laki-laki yang perfect. Dia tampan dan semua kriteria idaman yang aku inginkan ada padanya, tapi mesi begitu bagiku itu percuma karena nyatanya perlahan aku merasa terhina olehnya.

Hampir semalaman suntuk aku memikirkan untuk berni mengatakan pada Choco bahwa hubungan ini tidka baik lagi untuk di lanjutkan. Aku ingin laki-laki yang berada di sisiku selalu membuatku nyaman dan merasa di hargai, bukan di kasihi dengan cara kontak fisik yang berlebihan, itu sungguh merendahkanku.

Pagi pun tiba, jam masih menunjukkan pukul 6 pagi. Dengan sengaja aku mengatakan pada ibu bahwa hari ini aku harus datang lebih awal ke sekolah karena jadwal piketku di kelas. Ibu tampak heran dan kebingungan, karena sebelumnya meski begitu aku tetap pergi ke sekolah seperti jam biasanya.

"Rose," panggil ibu ketika langkahku sudah di depan pintu.

"Ya, Bu?" jawabku menolehnya ke belakang.

"Apa semua baik-baik saja?" tanya ibu menyelidik.

"Oh? Ehm, baik-baik saja. Aku baik-baik saja," jawabku sedikit kikuk.

"Hem, baiklah. Hati-hati di jalan dan belajar yang baik di sekolah."

Aku hanya menganguk dan mengulas senyuman tipis pada ibu. Aku merasa seketika menjadi artis papan atas setelah mampu berakting di depan ibu seolah semua baik-baik saja. Tapi kenyataannya tidak begitu, sunguh munafik kurasa.

Sepanjang jalan aku terus mengulang deru napasku sendiri yang sejak tadi kutarik sedalam mungkin lalu mengheampskannya begitu saja hingga membuatku mual saja. Setelah tiba di sekolah, aku melihat hanya ada beberapa murid saja yang sudah datang di sekolah.

Kupikir tadinya aku lah yang datang lebih dulu sehingga itu akan membuatku merasa lega dan bebas untuk berbicara dengan Choco. Akan tetapi, mereka yang lebh dulu datang justru yang sudah memiliki kekasih di sekokah dan itu semakin membuatku kesal. Aku terpaksa berlari ke ruang kelas untuk segera menelpon Choco.

Setelah tersambung, panggilan teleponku belum juga mendapatkan respon darinya. Aku tidak mau menyerah aku terus mencobanya sampai akhirnya dia menerima panggilan teleponku.

"Halo…" jawabnya dengan suara serak. Sepertinya dia masih tidur, apakah dia tidak pergi ke sekolah pagi ini?

"Kamu masih tidur? Apakah tidak pergi ke sekolah?" tanyaku lebih dulu.

Choco mengerang manja seperti sedang sengaja meregangkan tubuhnya. Aku sudah bisa memastikan dia memang masih bermalas-malasan di atas kasur dan dia belum menjawab pertanyaanku, dia menyebalkan.

"Choco, aku sedang bicara padamu. Aku tidak ada waktu untuk bicara banyak lagi karena aku sudah dii sekolah saat ini," ujarku lagi.

"Memangnya kapan kamu ada waktu lebih untukku?" jawabnya sedikit cetus.

Aku tersentak mendengar kata itu darinya.

"Cho, sebaiknya kita akhiri saja hubungan kita ini."

Aku menahan napas setelah akhirnya mengatakan itu padanya. Kata yang sebenarnya sangat sulit aku ungkapkan padanya, karena sebenarnya aku masih sangat mencintainya, aku masih sangat menyukainya, aku bahkan sangat butuh kelembutan dan perhatiannya di setiap hari-hariku.

"Kau ingin mengakhiri hubungan ini atas permintaan ibumu, bukan?" jawab Choco kemudian.

"Apa yang kau maksud itu?" tanyaku tak mengerti akan apa yang dia katakan itu.

"Yah, karena aku tahu ibumu tidak menyukai hubungan kita. Ibumu membenciku, dan kau lebih takut padanya daripada kau takut kehilangan cintamu dariku, begitu?"

"Choco!" aku menghardiknya dengan setengah berteriak di dalam kelas yang masih sunyi sepi ini.

"Rose! Jangan coba kau berani menghardikku begitu, kamu pikir kamu siapaku? Kamu hanyalah wanita yang beruntung menjadi pacarku tapi tidak bisa membuatku senang berada di sisimu, kamu ingin kita putus? Baiklah, kita akhiri saja hubungan kita saat ini, pagi ini juga!"

Dadaku terasa sesak, sangat sakit hingga rasanya aku kehilangan napasku mendengarnya berkata demikian. Aku merasa jati diri seorang Choco yang selama ini sangat membuatku terkagum-kagum dan luluh padanya akhirnya terungkap disaat aku justru sudah sangat menyukainya, ada cinta yang begitu berkesan di dalam dada.

Dengan sekujur tubuh gemetaran, yang kemudian terasa melemah, aku mencengkram ponselku dengan sangat erat yang menempel di telinga. Aku memejamkan kedua mataku sejenak, kenapa begitu sakit mendengarnya mengiyakan dengan cara yang kasar.

"Baiklah, baiklah, Choco. Terima kasih atas semua yang sudah kamu berikan padaku selama ini, maafkan aku yang tidak pernah bisa menjadi wanita yang selalu membahagiakanmu setiap saat di sisiku."

"Hem, semoga setelah ini kamu mendapatkan laki-laki yang benar-benar baik jauh dariku dan bisa membahagiakan orang tuamu. Mungkin saja orang tuamu inginkan laki-laki kaya yang bisa membahagiakan dan menghargai anak perempuannya."

Kembali aku dibuat tersentak akan ucapan Choco yang kini justru menyalahkan orang tuaku yang bahkan tidak tahu hal apapun tentang ini. Meski kenyataannya ibu memang tidak menyukainya sejak awal tapi bukan berati dia pantas dan berhak mencerca orang tuaku.

"Choco, apakah begini watak aslimu? Kau sungguh terlihat buruk!"

"Tsk, baiklah. Setelah ini tolong jangan sampai kau mengalami kesulitan untuk melupakanku, karena itu akan membuatku merasa semakin muak melihat wanita munafik sepertimu!"

Bip bip bip…

Panggilan terputus begitu saja bahkan sebelum aku memberikan tanggapan akan ucapannya barusan. Seketika aku tersungkur duduk di kursi, tatapanku kosong menatap lantai yang sedikit kotor.

"Bu, apakah ini karma bagiku? Ataukah ini teguran dosa dariku setelah aku menentangmu, terus memuji dan mengatakan Choco adalah laki-laki yang baik, dia laki-laki sopan dan lembut. Tapi…" aku berucap sendiri, lantas menangis tersedu-sedu menahan semua yang sudah terjadi pagi ini. Seperti mimpi buruk, sebuah mimpi yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.

Akh, kenapa Choco begitu mudah mengiyakan dan mengatakan untuk putus dariku, apakah sejak awal dia memang hanya ingin mempermainkanku? Apakah sejak awal dia memang tidak pernah mencintaiku? Apakah sejak awal memang benar dia hanya ingin memanfaatkanku?

Beribu pertanyaan muncul di benakku, pertanyaan yang tidak ingin aku jawab tapi aku ingin sekali tahu.