"Kenapa berisik sekali?" oh benar, ada keributan di luar lemari baju tempat aku selalu tidur tanpa takut gelap akan memakan ku karena aku sudah sering mendengar ada orang di luar lemari, mereka terkadang berteriak, saling memukul dan mulai mengaitkan masa lalu, tapi yang tidak aku sukai, mereka selalu mengaitkanku dengan kesialan mereka.
Aku selalu bertanya tanya bagaimana kehidupan seperti ini bisa ada di dunia, maksudku, mungkin aku harus melihat cermin dulu dan membandingkan nya dengan putri yang baru saja lahir, kemudian di perlakukan sangat baik membuat tubuhnya cantik dan terawat, tapi aku? Kenapa rambutku berantakan sekali, perutku kurus kecil, kulitku pucat dan di belakang bayangan ku, selalu saja tak ada harapan untuk hidup.
"Yeah, ini kehidupan ku…"
Ketika aku beranjak berumur 8 tahun, aku berharap orang tua ku mengadakan pesta ulang tahun yang sangat baik untuk ku, teman-teman asing yang bahkan di undang untuk memenangkan kemeriahan ini, kue ulang tahun yang enak, juga tiupan lilin penuh harapan yang sedang menungguku.
Aku sudah menunggu sangat lama untuk hal ini, apalagi mengingat jika aku tak pernah mengadakan pesta ulang tahun, aku bahkan juga tak tahu, ulang tahun itu apa, hingga aku mengetahui nya sekarang dan aku ingin mengadakan nya di usiaku yang 8 tahun. Menunggu orang tuaku memberikan kejutan tak terduga.
Tapi kali ini, hanya seperti biasanya, di kehidupan ku yang selalu saja terjadi, aku bisa mengarahkan pandangan ku ke jam pagi yang selalu saja akan terjadi hal yang biasa.
Untuk mengetahui lebih lanjut, lihatlah aku yang masuk ke dalam lemari kamar yang berantakan kemudian di susul cek-cok antara dua orang sambil berjalan masuk ke kamar itu, ada dua orang di antaranya satu wanita dan satu nya pria.
"Aku sudah cukup memberikan mu uang! Kenapa kau ingin meminta lagi! Apa kau tidak tahu aku bekerja keras di luar sana!!?"
"Kau pikir aku juga tidak bekerja keras di sini! Aku menghidupi anak kita yang tidak berguna itu! Jika bukan karena tunjangan hidup yang semakin naik hanya karena anak itu lahir, kalau begitu sebelumnya aku harus memutuskan tidak memiliki anak!!"
"Itukah perkataan mu, kau saja melahirkan nya tidak begitu baik, dia terlahir sangat bodoh, Dokter bilang dia tidak memiliki harapan apapun, dia memiliki kekurangan, bahkan tak mau bicara apapun, sebentar lagi dia hanya akan menjadi penyandang! Itu salahmu karena terlalu banyak tidak menjaga kehamilan mu!!"
"Beraninya menyalahkan ku, kau pikir aku menikah dengan mu juga karena senang, aku seharusnya mengatakan lebih awal kalau aku menyesal menikah dengan mu, pekerjaanmu kecil, lebih baik aku cari orang lain!!"
"Di tubuh bekasmu siapa yang mau, dasar jalang!! Sebaiknya kau pergi dari sini!!"
"Baiklah!! Aku akan pergi dan aku tak akan peduli, bahkan aku mati sekalipun!! Urus anak itu sendiri!!"
Aku sudah banyak mendengar konflik yang terus saja terulang seperti ini, mendengar mereka berbicara seperti itu membuatku harus membayangkan berapa dialog yang harus mereka hafalkan, kemudian di bibir mereka muncul sebuah pisau dan kapak, lalu siap bertarung, meskipun aku hanya bisa mendengar, tapi aku bisa membayangkan yang lebih parah, kenapa tak ada adegan pembunuhan.
Kemudian, setelah kalimat yang cerewet berakhir, ada suara pintu terbanting, aku sudah bisa menganggap dan membayangkan itu, bahwa, "Ibu sudah pergi…"
Tersisa Ayah yang tengah masih berdiri di sana, aku bahkan juga masih terdiam di tempatku, kemudian memberanikan diri untuk keluar dari lemari membuat Ayah menatap ke arahku, tatapan nya tampak kecewa.
Awalnya dia tidak mengatakan sepatah katapun tapi akhirnya dia bicara. "Apa kau, baru saja, mendengar, semuanya?"
Pertanyaan itu hanya bisa membuatku mengangguk, apalagi mengingat jika Ayah yang tengah menatap ku dari bawah hingga atas.
Gadis yang bahkan tidak terawat, di mulai dari kaki tanpa alas kaki maupun kaos kaki hangat, kemudian gaun kecil yang sobek-sobek juga kotor, kedua tangan yang kotor, rambut pirang yang seharusnya cantik hanya bisa dilihat bahwa rambut itu kotor dan berantakan, semuanya, semuanya tak ada yang sempurna dari dirinya.
"Kenapa, apakah penampilan ku yang sudah setiap hari ini menjadi mengganggu pandangan mu, Ayah?"
Setelah aku mengatakan itu, dia kemudian menggigit bibirnya sendiri bahkan sampai berlutut putus asa, kemudian menangis, seorang pria yang setelah bertengkar hebat itu kemudian menjadi menangis sedih dan putus asa di depan ku.
Dia hanya bisa merintih dengan isakan yang tercekik, tangisan air mata yang tak terlihat di antara wajah berkerutnya itu, hanya bisa menundukan pandangan dan meremas lantai dengan kedua tangan nya.
Tentu saja, itu adalah hal yang biasa di dunia ini, orang tua menangis kecewa karena anak nya, orang tua menangis karena ekonomi keluarga, membuat mereka semakin jauh dari keyakinan dan tak percaya bantuan akan datang, itulah yang di sebut putus asa, atau tanpa harapan.
Kemudian di antara tangisan nya, dia mengatakan hal yang tidak sewajarnya bahkan untukku sendiri. "Kau, kau benar-benar mengecewakan ku, kenapa kau tidak bisa menjadi gadis yang lebih berguna untuk kehidupan ini!!" di kata terakhirnya, dia berteriak dan mengeluarkan semua pelampiasanya, bahkan dia langsung merangkak dan mendekatiku. Tak hanya sampai sana, dia meremas kedua bahuku dengan kencang.
"Kau seharusnya tidak dilahirkan!!"
Mataku melebar tak percaya, seakan gendang telingaku yang mendengarnya menjadi pecah, tunggu, tidak, tapi mungkin ini jantung, atau hati, atau apapun itu, di antara pertengahan kedua dadaku, itu sakit sekali Ketika aku mendengar itu tadi, apakah pisau yang muncul dari bibirnya itu langsung menusuk bagian sana, kalau begitu aku akan mati.
Tapi, tak sampai sana. "Lihat apa yang telah kau perbuat, kau lihat sendiri, karena kau dilahirkan, aku tak punya apapun sekarang, aku tak punya uang, tak punya siapapun yang membantu, itu semua karena kau!!"
Lihat sisi baiknya, memiliki aku disini, bukankah aku siap berdiri di samping mu, kau hanya tinggal memeluk ku, kenapa kau begitu keji mengatakan hal itu padaku.
Bahkan dia masih beraninya terus mengatakan sesuatu. "Kau tidak mengerti, kau tidak akan mengerti setiap perkataan dan kalimat ku, itu karena kau memiliki kekurangan, kau tidak akan mengerti, aku tak peduli kau bisa mendengarku atau tidak, kau adalah penghancur kehidupanku!!" dia bahkan terus mengatakan kalimatnya, bagaimana jika kalian yang mendengarnya, apa yang akan kalian lakukan, tolong beritahu aku, karena aku sudah mulai kesakitan, rasa sakit ini membuatku menangis.
Air mata bahkan teralirkan begitu sangat deras, aku menangis karena sakit, telingaku menjadi sangat sakit layaknya darah keluar dari sana, pisau dari bibirnya yang menancap di jantung ku juga masih sakit layaknya seperti akan ada darah keluar dari mulutku juga.
Sakit, sakit sekali, padahal itu hanya perkataan, bukan perbuatannya, dia bahkan tidak memukulku, dia hanya mencaci-maki ku.
Kemudian ketika dia tahu aku menangis di mata besarku, pipi ku yang basah dan bajuku juga ikut basah karena tetesan yang tak mau berhenti. Dia menjadi menatap tak percaya.
"Kau, kenapa kau menangis?" dia mendadak seperti tersadar akan sesuatu. "Apa jangan-jangan, kau mengerti perkataan ku?"
"Jika aku tak di inginkan, jika aku memang harus di benci, dan jika ini semua memang kesalahan ku, kenapa ini semua juga sangat menyakitkan, mungkin aku membuat semuanya putus asa, tapi bukankah ini semua sudah setimpal, aku sangat kesakitan, aku menangis… Semuanya memang terdengar tidak nyata, tapi ini lebih nyata dan lebih menyakitkan."
"Maafkan aku…" terdengar dia meminta maaf, dan memeluk ku sangatlah erat, tak peduli seberat apa tangan nya yang malas memeluk ku, tapi akhirnya dia memeluk ku dengan sangat baik, dia meminta maaf tapi, bukankah ini tetap saja, ini tetap menyakitkan dan tak akan bisa di maafkan.
Tapi, hingga aku tahu, permintaan maaf itu bukan untuk yang tadi, melainkan yang sekarang, yakni dia melepas pelukan kami dengan sangat cepat kemudian menarik tangan ku sambil terus mengatakan kalimat itu. "Maafkan aku… Maafkan aku… Maaf."
Dia terus berjalan menuntunku keluar rumah hingga ketika di jalanan, dia melepas tangan ku dengan terus meminta maaf, hentikan, kenapa kau terus mengatakan itu berulang kali, apa kau tidak lelah?
Hingga kalimat terakhir muncul. "Maafkan aku…." tatapnya, tapi kemudian suasana hening, dia masih dengan wajah sedih tapi kemudian, suara kesedihan dan keputus asaan muncul dari suara tenggorokan nya, namun suara itu terdengar seperti tertawa. Dia tertawa dengan degungan keputus asaan.
Kenapa ini mulai tidak adil? Apakah ini caraku di besarkan? Apakah ini yang membuatku bersikap aneh, yang membuatku bersikap lebih berbeda dari gadis di luar sana, andai saja aku memiliki kehidupan yang baik, tapi jika kehidupan yang baik terjadi, apa aku bisa menjadi sosok Chandrea yang sekarang? Mungkin kau harus melihat bagaimana caraku melakukan semua ini, bagaimana caraku bertahan hidup dan bagaimana caranya aku di tinggalkan di sini, sendirian dan akan meratapi kematian kelaparan.
Kemudian dia berjalan pergi meninggalkan ku. Tawa itu, aku akan selalu mengingatnya.
Sekarang, aku hanya bisa berdiri seperti gadis yang tak tahu apapun, aku diam di tempat ku, aku lapar, hingga malam datang, aku bahkan mulai menjadi kedinginan disini, dimana lemari yang selalu menyembunyikan ku? Mereka yang lewat hanya bisa menatap ku tanpa iba, aku sebentar lagi akan mati di sini.
Hingga ada koin jatuh di tempatku, itu membuat kehidupanku memutuskan sesuatu, untuk duduk dalam keterpurukan, dan mengemis di jalanan itu, menunggu koin jatuh dan itu sama dengan sebutir beras yang jatuh ke dalam perutku.
"Aku baik-baik saja, aku akan baik-baik saja, ada banyak yang menyayangi ku di sini hingga aku sadar, itu hanyalah halusinasi dari kelaparan yang akan terus berlanjut. Aku juga pasti akan bisa menyayangi diriku sendiri. Terima kasih, kehidupan neraka."