Keadaan berubah 180 drajat, semua pekerja sibuk menyiapkan poduk baru yang siap di luncurkan. Hari ini Aditya GROUP menerima dana dari Gladys WHORKSHOP dalam peluncuran poroduk kolaborasi mereka.
Adnan datang lebih pagi dari biasanya, lebih pagi lagi malah. Karena ia harus menjemput Gladys terlebih dahulu kemudian berangkat ke kanto bersama-sama. Dibanding calon suami, Adnan lebih merasa dijadikan supir pribadi wanita itu. Namun, perjanjian tetap perjanjian, ia sudah terikat kontak dengan perempuan itu. Mobil Adnan terparkir di perkarangan rumah yang megah. Untunglah setelah beberapa tahun menjauhi Gladys karena menyukai dirinya, ia masih ingat tempat tinggal wanita itu. Pria itu bersandar pada bagian depan mobilnya, menunggu sang calon Istri yan g entah kapan ia akan keluar. Adnan melirik arlojinya, sudah jam setengah delapan pagi. Pria itu menghembuskan napas panjang, entah berapa lama lagi ia menunggu Gladys keluar dari rumahnya.
Lima menit berlalu. Dari arah pintu, Gladys berjalan menghamiri Adnan yang masih bersandar di mobilnya. Pakaian gadis itu sangat bermerk tak kalah dengan tas yang ia bawa, dilengkapi dengan make up yang menempel di wajahnya. Bukanya Adnan tidak suka dengan gadis yang bermake up. Namun, jika dandanan itu yang membuat ia menunggu selama ini, lebih baik wanita itu tidak merias wajahnya.
"Kamu udah sarapan?" tanya Gladys ketika mereka memasuki mobil.
"Sudah," jawab Adnan singkat.
Gladys memanyunkan bibirnya, "kok jawabnya singkat begitu? Apa iytu jawaban untuk seorang calon Suami ke calon Istrinya?"
Adnan menghela napas panjang, menahan emosinya. Kata-kata apa yang harus ia ucapkan untuk menolak ajakan wanita itu? Ia sibuk memikirkannya. Beberapa detik kemudian pria itu mendapat ide. Ia pun berkata, "Aku sudah sarapan tadi, sayang. Lain kali aja ya kita sarapannya." Ketika mengatakan ha itu, Adnan berusaha mengontrol raut wajahnya.
Gladys merangkul lengan Adnan dan berkata, "nah, gitu dong, pakai kata-kata romantis. Kalo bicara romantis begini, kamu nolak aja aku senang apalagi kamu terima." Tidak memedulikan ucapan Gladys, Adnan segera menyalakan mesin mobil dan melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang.
Setelah mengantar Gadys ke kantornya, Adnan melajukan mobilnya menuju peruahaannya. Mungkin mulai dari hari ini kegiatan paginya akan berbeda, ia mendapat tugas untuk mengantar seorang putri dadakan. Mobil berwarna hitam itu bekenti di lobby, seperti biasa pria itu mempercayakan kendaraannya untuk diparkirkan oleh satu karyawan yang bertugas dalam keamanan di sana.
Setelah melewati lobby, pria itu berbelok ke kiri menu ju lift. Ia heran melihat seorang gadis berdiri di depan lift seperti sedang menunggu sesuatu.
"Ngapain kamu berdiri di sini?" tanya Adnan pada gadis itu.
Ia terkejut mengetahui gadis itu adalah perempuan yang mamaksanya untuk mengantarkannya pulang semalam. Itu adalah Lala.
"Lo???" seru keduanya secara bersamaan.
Bukan hanya Adnan, namun Lala juga terkejut dengan keberadaan pria itu.
"Ngapain lo berdiri di sini?" tanya Adnan lagi.
"Nunggu lift buka," jawab Lala dengan polosnya.
Mendengar jawaban Lala membuat Adnan tertawa lebar. Bagaimana bisa menunggulift terbuka tanpa melakukan apa-apa? "Heh, mau sampai lebaran monyet juga nih pintu lift gak bakalan kebuka kalo lo gak pencet tombolnya," kata Adnan sambil memencet tombol dengan anak panah ke atas, beberaa detik kemudian pintu lit terbuka.
Lala tercengang melihat hal itu. Seperti sebuah magic namun begitulah cara pakainya. Melihat ekspresi Lala mebuat Adnan tertawa geli. Dengan sangat pelan laki-laki itu berkata, "dasar norak." Kemudian ia bicara pada gadis itu, "mau naik gak? Keburu pintunya ketutup lagi nih. Nanti mah nunggu sampai pulang kerja lagi."
Cepat-cepat Lala masuk ke dalam lift dan berdiri di sebelah Adnan. Tidak ada yang ingin masuk lagi membuat Adnan menutup pintu tersebut.
"Mau ke lantai berapa?" tanya Adnan.
"Lantai 20," jawab Lala."
Lantai 20 kan divisi promosi? Dia bagian itu? ucap Adnan dalam hati.
Setelah mendengar jawaban dari lala, jari Adnan segera mencari tombol bernonor 20 pada ift tersebut. Pintu lift pun tertutup dan egera meluncu ke lantai yang ditunjuk.
Baru pertama kali Lala naik lift, ia merasa pusing. Seperti ada gema kecil yang membuat kepalanya seakan memutar. Gadis itu memegang pelipisnya, kakinya hampir kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Mengetahui kondisi gadi disebelahnya, Adnan menarik lengan Lala dan menuntunnya untuk memegang besi yang disediakan untuk pegangan. Dengan berpegangan pada besi tersebut membuat Lala agak baikan. Ia pun membuka matanya,
"Baru pertama kali naik lift ya?" tanya Adnan.
Lala menjawabnya dengan anggukan.
Tak lama pintu lift terbuka. Kini mereka berada di lantai 20, tujuan Lala. Gadi itu pun segera keluar dari sana.
"Makasih ya, pak Adnan," kata Lala pada Adnan.
"Inget ya, dua kali saya tolongin kamu. KTP kamu juga masih saya pegang," ucap Adnan sambil menunjukkan kartu penduduk itu kepada pemiliknya.
Lala lupa dengan kartunya, ia pun menahan pintu lift yang hendak menutup dengan kakinya. Pintu lift pun terbuka kembali. "Bapak keja di sini juga kan? Kalo gitu Bapak di bagian apa? Biar nanti saya ke ruangan Bapak."
"Kamu gak tahu saya menjabat sebagai apa di sini?" tanya Adnan.
"Nggak," jawab Lala seraya menggelengkan kepalanya.
"Nanti juga lo bakal tahu."
Bertepatan dengan terontarnya kalimat tersebut, pintu lift tertutup, papan diatasnya menunjukkan angka lantai yang setiap detik berubah dikemudian berhenti pada angka 26 pertanda pria tersebut sampai pada tujuannya.
Di tempatnya, Lala mematung. Memikirkan apa maksud dari perkataan pria itu. detik kemudian dari lift satunya lagi keuar gadis berpakaian kemeja putih dan rok span hitam, gadis itu adalah Sasya. Ia heran melihat teman kerjanya berdiri di depan lift dengan tatapan kosong.
Di ruangannya Adnan melepas jaznya dan menggantungnya di sandaran kursi, pria itu menggulung lengan panjang kemejanya hingga siku, membuat kegantengannya bertambah dengan berpakaian seperti itu. Detik kemudian, telpon ruangannya berbunyi. Bagian reseptionist mengatakan seseorang ingin bertemu dengannya, mendengar nama Raka membuat pria itu tak berpikir panjang untuk mengijinkan tamu tersebut masuk ke ruangannya.