webnovel

I Want You to be My Love

Lala adalah gadis tamatan S1 yang baru saja lulus dan mencari pekerjaan. Ketika dirinya mendapatkan sebuah pekerjaan, ia memiliki Bos yang berhati dingin seperti Es. Namun, suatu ketika sang Bos meminta dirinya untuk menjadi kekasihnya. Adnan, CEO dari Aditya Group sedang mengalami masa krisis di perusahaan yang sedang ia pimpin. Orang tuanya menjodohkan pria itu dengan Gladys yang merupakan teman semasa kuliah dan pendiri dari Glady's Whorkshop. Adnan tidak mau dijodohkan, apalagi dirinya sudah menganggap Gladys sebagai adiknya sendiri.

Yaya997 · Urban
Not enough ratings
280 Chs

Bantu saya, Pak Adnan!

Masih memikirkan bagaimana nasib perusahaannya, pikiran Adnan sudah tidak terkendali lagi.

Laki-laki itu memutuskan untuk bekerja sama dengan Gladys untuk mengembalikan kejayaan perusahaannya. Jam pulang, Adnan baru saja mengendarai mobilnya keluar dari kanto. Ia pun memelankan laju kendaraannya dan berhenti di depan halte Bus. Kemudian mengambil ponsel untuk menghubung Gladys.

"Dys, saya mau bicara sama kamu. Sekarang, di tempat biasa," kata Adnan.

Setelah menutup sambungan telpon, pria itu terkejut melihat seseorang berada dikursi belakang dari kaca spion.

Banyak hal yang terjadi, hingga pria itu harus mengantar gadis bernama Lala itu pulang kerumahnya. Setengah jam berlalu, Gladys menunggu lama di tempat janjian mereka. Padahal gadis itu rela memakai waktu istirahatnya untuk bertemu dengan Adnan, jika tidak bertemu dengan pria itu, ia udah terlelap di kasurnya.

Tidak biasanya Adnan telat, apalagi sampai setengah jam. Biasanya yang sering ditunggu adalah Gladys. Namun kali ini terbalik. Pria itu adalah orang yang tepat waktu dan di siplin. Namun kenapa setengah jam belum juga kelihatan batang hidungnya.

Satu piring makanan yang dipesan Gladys baru saja habis, namun yang ditunggu belum juga datang. Gadis itu curiga, apakah Adnan sedang mengerjainya?

"Maaf saya saya telat," kata Adnan baru datang.

"Ada apa?" tanya Gladys. "Biasanya kamu duluan yang datang, ini aku yang nunggu."

Adnan memajukan sedikit tempat duduknya dan berkata, "ada masalah kecil tadi. Kamu udah pesan makanan?"

Gladys hanya menjawabnya dengan anggukan.

Sebelum berkata kembali, Adnan menghela napas panjang. Laki-laki itu mengeluarkan MAP pemberian Gladys beberapa hari yang lalu dan berkata, "Dys, saya sudah pikirkan semuanya. Saya tertarik dengan materi kamu untuk peluncuran produk baru. Saya berharap masih ada kesempatan untuk kerja sama dengan perusahaanmu."

"Meskipun peryaratannya adalah pernikahan kita?" tanya Gladys dan pria itu dengan ragu-ragu menganggukan kepalanya pelan. Senyum rekah terukir di bibir Gladys, ia tahu suatu saat pasti Adnan akan datang kepadanya. Semua hanya tinggal menunggu waktu. Kalau sudah saatnya dia datang, dia pasti akan datang. Jodoh memang tidak kemana, pasti ada saja caranya dia menyadari bahwa kitalah yang ia butuhkan. Kuncinya hanya satu, yakni; sabar.

Adnan maupun Gladys sama-sama menandatangani kontrak di atas sebuah materai. Detik itu juga, perjanjian kerjasama antara Aditya GROUP dan GLADYS Workshop terbentuk. Begitu juga dengan hubungan mereka.

Satu yang diharapkan Adnan saat ini, perusahaannya bisa jaya kembali.

. Setelah mengantar Gladys pulang, Adnan kembali ke rumahnya. Pukul 11 malam keadaan rumah seperti tidak berpenghuni. Semua orang sudah tidur kecuali Ayahnya yang sedang membaca Koran dengan segelas kopi di meja. Ketika memasuki ruang tamu, Adnan tidak terkejut sama sekali, karena ihal tersebut sudah biasa dilakukan oleh orang tua satu-satunya itu.

"Adnan" panggil Hadi, langkah Adnan pun berhenti.

"Saya dengar banya perusaahaan yang menolak bahkan memutuskan ketjasama dengan perusahaanmu secara sepihak. Bagaimana bisa?"

"Bukan urusan Ayah," singkat Adnan.

"Gimana bisa ini bukan urusan Ayah? Perusahaan yang ekarang kamu kelola adalah perusahaan yang sebelumnya saya kelola! Bagaimana bisa bisnis keluarga kita bisa anjlok setelah berpindah tangan kepemilikannya?"

Adnan mengepalkan tangannya erat-erat. Bukan hanya Ayahnya yang lebih mementingkan pesahaannya dibandingkan anaknya, namun rasa percaya 'Ayah pada anaknya' tidak ada ada pada diri beliau. Jika bukan oang tua kandungnya mungkin Adnan sudah meninju pipi yang sudah mulai keriput itu.

Sudah cukup ia menderita dalam keluarga karena kelakuan sang Ayah. Kini, diumurnya yang ke 27 tahun, Adnan sudah bisa memilah perkataan baik dan buruk yang keluar dari mulut Ayahnya. Kali ini, ia tidak akan membiarkan dirinya dipolok-olok oleh pria itu.

"Adnan, Kalau kamu memang tidak bisa memengelolanya ayah masih sanggup, " kata Hadi lagi. "Kinerja kamu nol di mata saya."

"Ayah, bisa gak ayah sekali aja percaya sama saya?" tegas Adnan. "Adnan tahu ini semua kesalahan Adnan, tapi plis sekali ini percaya sama anak satu-satunya Ayah ini. kinerja seseorang itu bukan dilihat dari bagaimana ia membuat masalah, tapi bagaimana orang itu menyelesaikan masalahnya."

Setelah mengatakan hal terebut Adnan menaiki anak tangga menuju kamarnya. Tubuhnya terlalu lelah untuk berlarut-larut dalam pertengkaran dengan ayahnya yang hampir setiap hari terjadi. Pria itu segera membersihkan diri dan merebakan tubuhnya di atas kasur. Besok ia harus bangun pagi untuk memulai peluncuran produk baru yang bekerja sama dengan perusahaan GLADYS.

*****

"Lala? Kok baru pulang?" tanya Rendi pada Lala di depan pintu rumah.

Mengetahui jam 9 malam Lala belum pulang, Rendi merasa sangat khawatir. Pria itu menelpon sahabatnya berkali-kali namun tidak diangkat, ingin menyusul ke tempat kerjanya pun ia takut gadis itu berada di perjalanan pulang. Tak ada yang bisa ia lakuan. Alhasil, ia hanya bisa menunggu Lala pulang di depan rumah.

Posisi Bulan hampir berada di titik tumpu, syukurlah sebelum tengah malam gadis yang ia tunggu setengah jam yang lalu sudah sampai di temat tinggal barunya dengan selamat.

"Maaf, tadi gue baru banget keluar kantor jam 9. Terus Bus yang ke arah sini udah gak beroperasi lagi. Mau nelpon lo juga batrai Hp gue lowbat," kata Lala.

"Terus lo gimana pulangnya?"

"Nebeng sama oang, Hehehe …."

Rendi menarik sudut bibirnya sebelah kanan. Seharusnya ia tahu itu, bukan Lala namanya kalau tidak banyak akal. Karena gadis itu diciptakan dengan seribu ide di dalam otaknya.

"Yaudah, masuk yuk," ajak Rendi merangkul Lala.

"Iya, lehlah banget," kata Lala melakukan senam leher.

"Mau makan dulu atau mandi dulu? Berhubung gue gak bisa masak, jadi gue beli makanan di warung depan."

"Huuu dasar, boros banget makan aja beli."

"Makanya jadi Istri gue, biar gak boros terus."

Pria itu pun menepuk-nepuk pelan ujung kepaala Lala, tingginya yang hanya sepundaknya membuat tangan Rendi bisa melakukan apapun pada kepala gadis itu dengan leluasa. Kecil-kecil begini, Lala memiliki kelebihan yang tidak dimiliki banyyak orang. Yaitu seribu ide dalam satu masalah.

Kemampuannya berpikir diatas rata-rata, oleh karena itu tidak heran jika Lala termasuk salah satu dari 10 orang yang mendapat nilai IPK yang tinggi di kampusnya.

*****