webnovel

Tidak Sengaja

"Kemana perginya, Pak Galih," ucap Berlin sembari menatap jam tangan yang melingkar sempurna di pergelangan tangannya.

Sudah sekitar 30 menit ia menunggu di depan sekolah akan tetapi supir pribadinya itu masih juga belum menunjukkan batang hidungnya

sampai membuat Berlin merasa bosan sekali dan memutuskan untuk melangkah keluar

dari sekolah ini dengan bibir mengerucut sebal. Cuaca kota ini sedang panas

sekali seakan menambah kesengsaraan gadis remaja itu, Berlin kini mulai mengibaskan

tangannya didepan wajah sembari mengabsen isi hewan di dalam kebun binatang untuk melepaskan kekesalan dalam hatinya. Tidak biasanya Pak Galih terlambat untuk menjemputnya, ini bukan terlambat lagi karena semua murid sekolahnya sudah pulang semua. Berlin memutuskan untuk keluar dari gerbang sekolah dan berjalan-jalan sembari menunggu Pak Galih datang untuk menjemputnya.

Ia melihat ada kaleng yang teronggok nganggur di depan kakinya, dengan kekuatan penuh tenaga ia menendang kaleng kosong itu ke sembarang arah. "Terbanglah dan bawa semua rasa kesal ku ini pergi," ucap Berlin dengan penuh emosi.

Iris mata karamel gadis kecil itu menatap kearah mana kaleng itu terbang dan kedua matanya langsung membola penuh tatkala manik matanya melihat kaleng yang ia tendang ternyata mengenai kepala seorang pria yang tidak jauh dari posisinya berdiri.

"Ya, ampun Berlin, kau harus sembunyi sebelum lelaki itu melihatmu," batin Berlin dengan mengedarkan pandangan ke sekitarnya mencari tempat persembunyian.

Gadis itu melihat mobil terparkir sembarangan di dekatnya tanpa berpikir panjang ia langsung bersembunyi di belakang body mobil itu. Hembusan nafas lega terdengar lolos dari bibir gadis remaja itu tatkala manik matanya melihat orang yang terkena tendangan mautnya tadi sudah lenyap dari pandangan matanya. Berlin mengusap dadanya lega sekali karena bisa lolos dari

masalah dengan sangat mudah, tadinya gadis itu berpikir akan di suruh tanggung jawab karena sudah bersikap tidak sopan tapi Berlin tidak sengaja jadi, ya tidak masalah. Begitu pikir gadis remaja itu enteng.

"Hahaha, untuk apa aku bersembunyi seperti ini jika lelaki itu sudah pergi begitu saja tanpa mempermasalahkan hal ini, aku sungguh terlalu berlebihan sekali." Berlin mulai keluar dari tempat persembunyiannya.

Ia melangkah santai hendak melanjutkan kembali langkah kakinya, akan tetapi seseorang menarik kera baju sekolahnya dari belakang sembari berkata, "Kau mau kemana!" suara berat seorang pria membuat Berlin berdiri membeku sembari meneguk kasar salivahnya.

"Sa-saya mau pulang," jawab Berlin tertatih. Ia belum memutar tubuhnya untuk melihat siapa pria kurang ajar yang berani menarik kera

bajunya seperti ini, akan tetapi firasatnya mengatakan bahwa lelaki ini adalah orang yang terkena lemparan kaleng naas tersebut.

"Kau harus tanggung jawab." Lelaki itu berucap di dekat telinga Berlin dengan seringai liciknya.

Berlin menepis kasar tangan lelaki itu sembari memutar tubuhnya. Kini mereka saling menatap sengit. Berlin dengan spontan langsung melangkah mendekati lelaki dengan wajah arogan dan juga kulit putih. Hem lelaki ini cukup tampan sekali tapi Berlin tidak suka dengan tatapan dingin dan juga wajah sok tampannya ini.

"Aku akan bertanggung jawab! Tapi sebelum itu bolehkan aku mengecek sesuatu?" tanya Berlin dengan tatapan penuh selidik seakan ia sedang merencanakan sesuatu untuk lelaki dihadapannya.

Lelaki berwajah datar dengan pandangan lurus kedepan itu kini melipat kedua tangannya di dada lalu berkata, "Lakukan." Lelaki ini sepertinya tipe orang yang tidak suka banyak bicara jika di lihat dari cara dia

menjawab pertanyaan dengan singkat dan juga jelas.

Tanpa berbicara lagi Berlin langsung melangkah lebih dekat kearah lelaki tersebut. Ia menjinjitkan kakinya lalu mengecek kepala bagian belakang lelaki arogan yang meminta pertanggung jawabannya ini, akan tetapi

tidak terdapat luka sedikitpun di sana senyuman mengembang sempurna di bibir

ranum remaja ini. Sudah puas memeriksa gadis itu kembali menjaga jarak dengan lelaki asing, aneh yang ada dihadapannya.

Lelaki asing itu menatap kearah gadis remaja tersebut dengan rahang yang mengeras. Baru kali pertama ini ada orang yang berani bertingkah kurang ajar padanya. Dengan cepat lelaki itu langsung menyisir rambutnya satu kali kebelakang agar tidak terlihat acak-acakan.

Berlin menatap dari ujung kaki sampai naik ke pucak kepala pria asing dihadapannya, lelaki ini mengunakan setelah jas sangat rapi dan jika di lihat itu pengeluaran dari brend ternama. "Anda, terlihat seperti orang kaya, tapi tidak pernah saya sangka kalau ternyata cara Anda begitu licik sekali mendapatkan

semua barang tersebut.

"Bicara yang benar!" bentak lelaki asing itu dengan hembusan nafas kasar. Rahangnya yang berkedut seakan menunjukkan emosi yang sudah siap meledak hebat tanpa kendali.

"Kamu jangan berlagak polos, Om. Kamu sengaja ingin memeras aku kan," tuduh Berlin dengan santai. Rasa takut yang tadi sempat menyelimuti hatinya kini sirna sudah.

"Apakah kamu tidak tau aku siapa!" bentak lelaki asing itu dengan nada suara tertahan setengah di tenggorokan.

"Kamu pembohong kelas ikan teri-murah." Berlin dengan berani menekankan kata 'murah' untuk merendahkan penipu di hadapannya.

"Namaku adalah ….,"

"Sudah ya, Om pembohong! Jangan memperkenalkan nama karena saya tidak berminat berkenalan dengan orang seperti, Anda." Berlin mencebikkan bibirnya malas.

Wanita itu langsung melangkah pergi begitu saja saat melihat, Pak Galih-supir pribadinya membukakan pintu mobil untuknya tidak jauh

dari posisinya berdiri sekarang.

Lelaki asing itu hanya bisa menatap nyalang dengan kedua tangan terkepal kuat melihat gadis kurang ajar itu pergi begitu saja. Iris mata lelaki itu masih menatap mobil warna merah menyala yang kini mulai menjauh dari

hadapannya.

Berlin membuka kaca mobilnya lalu menjulurkan lidah mengejek kearah lelaki yang sempat berdebat dengannya tadi. Dan ia kembali memasukkan kepalanya dengan perasaan puas.

Darius Putra Dawson, itu adalah nama lengkap dari lelaki yang sempat berdebat dengan Berliana Frasisca Nelson.

Darius, lelaki berusia 28 tahun warna mata hitam pekat dengan kulit putih dan tinggi sekitar 175 cm. Darius bukanlah orang sembarangan karena ia adalah pembisnis yang di bilang sangat sukses pada usianya yang masih belum genap 30 tahun, semua orang tunduk pada perintahnya tanpa terkecuali dan dia memiliki usaha ekspor-impor di terbesar di negara A.

Berliana Fransisca Nelson berusia 17 tahun, gadis remaja yang masih duduk di kelas tiga sekolah menengah ke atas ini adalah anak dari orang kaya di negara ini walaupun kekayaannya tidak bisa dibandingkan dengan Darius. Berlin selalu di manjakan oleh kedua orangtuanya dan apapun yang gadis remaja itu inginkan pasti akan ia dapatkan sebab ia adalah anak tunggal dari keluarga Nelson dan juga salah satu penerus di keluarga tersebut.

Darius menatap tajam kearah lelaki yang baru saja membungkukkan tubuh kearahnya. Lelaki berusia 25 tahun ini adalah bernama

Finn-asisten keperayaan Darius meskipun usianya lebih muda 3 tahun dari, Darius

akan tetapi kemampuannya tidak bisa di remehkan oleh lawan.

"Cari tahu siapa gadis itu!" usai memberikan perintah Darius langsung berbalik arah.

Finn segera mendahului langkah Darius lalu membukakan pintu mobil untuk majikannya tersebut. Finn mengangkat kedua pundaknya setelah melihat kesekitar jalanan, tidak ada siapapun di sana akan tetapi ini bukan masalah yang sulit untuk dapat di tangani oleh Asisten itu.