Sesaat Rafida hendak pergi keluar, tiba-tiba saja ia dihadang oleh pasangan yang tak ia kenali.
"Kau?" tanya Rafida saat menyadari wanita yang ada dihadapannya itu adalah wanita yang berada di ruang ganti pakaian bersama Mr.Wil kemarin.
"Wah siapa ini? Cinderella yang melakukan berbagai macam cara agar bisa masuk ke dalam lingkaran elite. Meskipun itu harus menggoda pria yang jelas tidak menyukainya," sindir Rachel dan menggandeng tangan Rafael.
"Sayang, lihat lah kalung yang dia pakai. Apa terlihat cocok? Kupikir tidak. Bagaimana jika kalung itu aku yang pakai?" ucap Rachel lagi dengan manja.
Rafida mendengus kesal.
"Kau mau membelinya? Aku akan belikan untukmu sebagai perayaan satu minggu hubungan kita, Permisi!" teriak Rafael pada pelayan di sana dan meminta dokumen untuk perhiasan yang dipakai Rafida.
"Tolong berikan kalung itu padaku, aku ... akan membayarnya secara cash," ucap Rafael sombong dengan mengeluarkan black cardnya.
"Baik Tuan, mohon untuk membaca terlebih dulu ketentuannya di sini lalu-"
"Tidak perlu, langsung kutanda tangani saja di sini kan?" sela Rafael tanpa pikir panjang dan membubuhkan tanda tangannya di depan Rafida dengan wajah sombongnya.
"Baik Tuan, terimakasih setelah anda membelinya itu berarti anda tidak bisa mengembalikannya. Itu adalah persyaratan yang harus anda ketahui," ucap pelayan.
"Aku tau! Siapa juga yang akan meminta dikembalikan!"
"Cih, sombong sekali dia," gumam Rafida kesal. Ia pun hendak pergi tapi Rachel menghalanginya dan mengulurkan tangannya.
"Berikan kalungnya! Itu sekarang jadi milikku!" pinta Rachel dengan nada tinggi.
"Kau menyukai suamiku, kau juga menyukai kalung yang kupakai. Sebenarnya yang kau sukai itu aku, kan?" ucap sinis Rafida.
"Baiklah, akan kuberikan kalung ini padamu agar kau teringat padaku setiap kali kau melihat kalung ini," ucap Rafida lagi kesal.
Tapi saat Rafida hendak melepaskan kalungnya, Mr.Wil dengan cepat mencegahnya.
"Apa kau benar-benar sudah membaca harga yang tertera dari sertifikat kalung itu?" ucap Mr.Wil dengan menatap nya sinis.
"Apa maksudmu?" tanya Rafael tidak suka.
"Maksudku apa kau yakin mampu membeli kalung ini?" ledek Mr.Wil dan membuat Rafael dan Rachel panas mendengarnya.
"Apa maksudmu? Aku sudah menandatanganinya, tentu saja aku mampu membayarnya," ucap Rafel kesal merasa diremehkan.
"Kalung ini harganya 50 juta won," ucap si pelayan.
"Apa? Bagaimana bisa kalung seperti ini begitu mahal? Padahal ada banyak di pasaran dan biasanya harganya mentok cuma 5 juta," ucap Rachel tidak percaya.
"Harga itu ditentukan oleh top manager dari Group Wil. Tolong bayar tepat waktu," ucap pelayan itu lagi.
Rachel terkejut dan menatap Rafael bingung.
"Tenang saja. Antarkan saja tagihannya pada sekretarisku," ucap Rafael dengan memberikan kartu nama pada pelayan itu.
"Apa kalian tidak mau minta maaf terlebih dahulu?" cegat Mr.Wil pada Rafael dan Rachel yang hendak pergi.
"Kenapa aku harus minta maaf?" ucap Rachel tidak terima.
Kau orang yang telah merendahkan istri dari direktur utama Group Wil. Apa saya akan diam saja?" ucap Mr.Wil sinis.
"Padahal dulu kau orang yang sangat manis, Rachel. Tapi bagaimana bisa kau berakhir bertemu dengan pria yang merubahmu menjadi seperti ini?" tanya Mr.Wil lagi tak percaya.
"Tau apa kau? Aku tidak akan pernah minta maaf. Seharusnya kau berterimakasih padaku. Karena jika aku tidak mengalah, kalian tidak akan bisa menikah-"
"Maaf, sayangnya meski pun saya tidak bertemu denganmu. Saya akan tetap menikah dengan Rafida," sela Mr.Wil dengan menatap tidak suka.
"Rachel, ayo kita pergi!" ajak Rafael yang tidak mau berlama-lama disana. Rachel pun mau tidak mau pergi dengan perasaan yang kesal.
***
Rafida termenung sedih di salah satu sudut pameran. Tak lama Mr.Wil datang dan dengan manisnya menyelimutinya dengan jasnya.
"Terimakasih karena sudah membelaku tadi," ucap Rafida dengan wajah sedihnya.
"Kupikir Mr.Wil tidak bisa bersikap baik padaku.," ucap Rafida lagi.
"Kau mabuk lagi?" tanya Mr.Wil yang menyadari Rafida yang mulai mengoceh tidak jelas.
"Hehehe ... Minumannya sangat enak. Beda sekali dengan apa yang aku minum terakhir kali," jawab Rafida dengan cengiran khasnya.
"Hahh ... Dasar kau ini. Ayo!" ajak Mr.Wil.
"Oh yah, aku lupa mengembalikan kalungmu," ucap Rafida hendak melepaskan kalungnya. Tapi Mr.Wil kembali menahan tangan Rafida.
"Tidak perlu, aku sudah membelinya," tolak Mr.Wil.
"Apa? Kau tidak perlu membelikannya untukku."
"Kau itu adalah istri dari seorang direktur utama. Karena itu, jangan terus merendah dan diam saja jika ada yang mengolok-olokmu. Meski pun kita menikah bukan karena saling menyukai. Tapi, kau tidak boleh melupakan siapa aku sebenarnya," ucapan Mr.Wil sebenarnya cukup menohok hati Rafida. Tapi, entah kenapa Rafida sedikit tersentuh dengan ucapannya barusan.
"Apa karena minumannya?" gumam Rafida dan langsung terjatuh tidak sadarkan diri. Mr.Wil pun panik dan menangkap Rafida masuk ke dalam pelukannya.
"Hei! Kenapa kau pingsan di sini?" tanya Mr.Wil panik.
Mr.Wil membopong Rafida yang masih tertidur akibat minumannya di dalam kamar hotel dekat tempat pameran itu. Mr.Wil duduk di samping Rafida dan menantapnya dengan lembut.
"Kau itu bodoh atau apa? Kenapa hanya diam saat wanita itu terus menyindirmu huh? Dan siapa pria yang bersamanya itu. Dia benar-benar mencurigakan. Dan apa kau lupa, bahwa aku menikahimu karena rasa tanggung jawabku. Meskipun cinta tidak sepenuhnya tentang pernikahan. Bahkan sekalipun kita saling jatuh cinta, pernikahan kita mungkin tidak akan sempurna. Di dalam konsepku, pernikahan adalah tentang tanggung jawab. Aku janji bahwa walaupun pernikahan kita adalah sebuah perjanjian, tapi aku akan bertanggung jawab sebagai seorang suami dengan penuh," ucap Mr.Wil panjang lebar meskipun melihat Rafida yang tertidur.
"Aku percaya padamu, tapi aku tidak bisa memercayai diriku sendiri. Aku takut aku akan jatuh cinta padamu," gumam Rafida dengan mata yang masih tertutup.
Mr.Wil terkejut dan menghela napas lega saat mengetahui Rafida yang kembali terlelap.
"Hahh lagian kenapa siang bolong begini kau sudah mabuk. Haruskah aku melarangnya minum? Dia sangat lemah dengan alkohol," ucap Mr.Wil lagi dan menyelimuti Rafida.
***
Ditempat lain, Min Seok menjemput Min Young, adik sepupunya. Dengan menyenderkan tangannya pada mobil sport keluaran baru. Min Seok tersenyum lebar menyambut kedatangan Min Young bahkan sok-sokan menggodainya bak playboy.
"Oho ... siapa ini? Kenapa bisa ada gadis cantik sepertimu hmm?"
"Kakak Min Seok, berhentilah bercanda," ucap Min Young malu.
"Selamat pulang kembali, tuan putri kecil," cap Min Seok dengan merentangkan tangannya lebar.
MinYoung pun memberinya pelukan hangat.
"Dimana Mr.Wil? aku tidak melihatnya," tanya Min Young dengan mengedarkan pandanganya .
"Apa dia tidak datang ke Korea? Pasti sibuk terus kan?" ucap Min Young lagi mencoba pengertian.
Min Seok tidak bisa menjawabnya.
"Min Young masuk mobil saja dulu dari pada dilihatin banyak orang dan takutnya kau bakalan jadi bahan gosip di tabloid. Kau kan artis," bujuk Min Seok dengan menarik Min Young mauk ke dalam mobilnya.
"Hmm ... baiklah," jawab Min Young dan masuk ke dalam mobil.
***
Min Seok mengajak Min Young makan malam, tapi Min Yong gelisah karena teleponnya tidak angkat oleh Mr.Wil.
"Kau menyerahlah saja, kau sendiri juga belum bertemu dengan Mr.Wil selama 2 bulan lebih kan," ucap Min Seok menyarankan.
"Apa dia punya pacar?" tanya Min Young khawatir.
"Maksudmu si tua Wil? Mana mungkin. Apa kau masih yakin kalau si tua Wil masih menunggumu?"
"Tentu saja. Selama bertahun-tahun cuma ada satu wanita yang berada di dekatnya."
"Tuan putri kecil, jika seorang pria sungguh-sungguh tertarik padamu maka dia tidak mungkin diam saja. Jadi, jangan terlalu banyak berpikir dan makan saja."
"Tapi aku sudah tidak berselera makan lagi," keluh Min Young menaruh sendoknya.
"Wah, aku tersinggung mendengarnya," ucap Min Seok sedih.
"Apa Min Young tidak tahu berapa banyak orang yang ingin makan bersama denganku? Apa kau terlalu lama tinggal di luar negeri sampai kau tidak tahu hal itu?"
"Baiklah, Kakak Min Seok yang hebat. Tapi setelah makan, antarkan aku menemuinya, yah? Aku janji akan memuji-mujimu di hadapan Mr.Wil. Bagaimana?" bujuk Min Young.
"Baiklah. Terserah kau saja," Min Seok setuju walaupun sebenarnya dia gelisah akan sesuatu.
Tak lama, saat Min Young sedang memainkan ponselnya, ia tiba-tiba saja bediri dan menjatuhkan garpunya.
Prang!
"Aada apa?" tanya Min Seok khawatir.
"Kakak, apa yang sebenarnya terjadi? Mr.Wil ada di Korea dan bersama- istri ... nya?" ucap Min Young terkejut dengan berlinang air mata.