webnovel

GUMIHO AND THEIR LOVER

Sepasang rubah berekor sembilan mendapat serangan misterius pada malam pernikahan mereka. Serangan itu membuat Chaeyoung (Rena) dan Chae terpaksa berpisah setelah mereka terlempar ke masa depan dengan waktu dan tempat yang berbeda pula. Akankah mereka bertemu kembali di dunia asing yang tak pernah mereka duga sama sekali? Pertemuan Chaeyoung dengan tuan muda berhati dingin — Kaiho , membuatnya lambat laun melupakan Chae yang tak kunjung mencarinya selama hampir 10 tahun. Sedangkan Chae sendiri masih berusaha mencari hingga ia juga tak menangkis bahwa dirinya mulai menaruh hati pada Eunha — gadis polos dan lucu yang tulus merawat dan melindunginya selama ini. Akankah cerita cinta mereka akan berubah? Gumiho and their lover, garis cinta yang bisa saja merubah segalanya bila takdir telah bersabda.

nonakwon · Fantasi
Peringkat tidak cukup
15 Chs

MENEMUI TEMAN LAMA

"Anda mau pergi kemana nona Rena?"

 

Pak Lee terlihat tenang menyicipi secangkir teh hijau panasnya sebelum memulai kegiatannya.

 

Rena terpaksa menolak untuk bergabung karena ia merasa pagi ini sudah terlambat untuk melakukan rutinitasnya.

 

Pukul enam pagi. Rutinitas yang tak bisa Rena lewatkan sejak sepuluh tahun silam ialah dia harus selesai menyiapkan diri sebelum beranjak ke kamar Kaiho. Membangunkan pria itu setelah menyiapkan segala kebutuhannya, kemudian berangkat ke kantor seperti pengawal pribadinya.

 

Terus menerus seperti itu jika Rena masih ingin tetap bekerja dengan Kaiho. Lalu pagi ini agaknya mungkin akan berjalan begitu cepat dan sibuk. Karena rumah ini akan segera kedatangan tamu besar.

 

Rena tak bisa hanya berbaring saja di dalam kamar. Ia pikir, itu hanya akan semakin membuatnya sakit dan galau. Apalagi mengingat hal semalam. Hingga ia memutuskan untuk tak bercuti serta mengabaikan saran tuannya itu untuk istirahat total.

 

"Ke kamar tuan Kaiho."

 

"Tuan muda sudah pergi pagi-pagi sekali tadi. Beliau berpesan padaku agar nona tidak masuk kerja hari ini."

 

Rena terperenyak. Apa Kaiho menghindarinya tentang semalam?

 

"Begitukah? Apa ada urusan yang sangat penting hingga dia pergi sepagi itu?"

 

Pak Lee mengedikkan bahu tak tahu. Ia tak berani menanyakan hal tersebut.

 

"Apa nona sudah baikan?"

 

Rena mengangguk antusias. Ia bahkan menggerak-gerakkan pinggangnya ke kiri dan ke kanan untuk membuktikan bahwa dia sudah sangat fit pagi ini.

 

Pak Lee tersenyum semringah. Pria berambut putih dengan mata segaris itu lantas memberikan secarik kertas pada Rena untuk dibaca.

 

"Apa ini paman?"

 

"Tuan muda yang memberikannya padaku."

 

Rena membukanya dan membaca surat yang terlihat seperti sebuah laporan. Setelah membaca pesan itu, Rena lantas berlari ke ruang kerja Kai lalu menyalakan laptop yang memang masih tergeletak di atas meja.

 

Rena membuka sebuah file dan membaca laporannya. Sebuah gambar yang di zoom dengan resolusi tingi hingga menampakkan jelas wajah seorang pria di sana.

 

Rena terharu. Ia mulai ingin menangis lagi. Pasalnya, pria yang ia yakini adalah Chae di rekaman cctv itu, ternyata memang dirinya.

 

Rena meremas jari-jemarinya. Menekan hati dan pikirannya lagi. Bingung dengan apa tindakan yang harus ia lakukan sekarang.

 

Mencari Chae lalu mencari cara untuk kembali ke dunia mereka?

 

Atau malah mengikuti ego yang kesal dan kecewa karena Chae tak kunjung mencarinya selama sepuluh tahun terakhir ini?

 

Rena kalut. Benar-benar kalut dan bingung. Gadis itu hanya bisa duduk lemas sambil menatap layar laptop tuannya itu.

 

Pak Lee yang tiba-tiba masuk ke dalam ruang kerja itupun hanya terdiam sejenak mengamati. Setelah ia yakin Rena telah kembali tenang, Pak Lee mendekat untuk memberitahukan sesuatu.

 

"Nona Jung sampai di bandara setengah jam lagi."

 

Rena mengerjap. Ia segera menghapus bekas airmata yang sempat mengalir deras di pipinya tadi.

 

"Oh benarkah? Baiklah, aku sebaiknya menjemput nona Jung saja."

 

Pak Lee mengangguk sambil tersenyum tipis khas miliknya. Menyemangati Rena dengan menepuk pundak gadis itu lalu ikut berjalan dengan Rena ke lantai bawah untuk bersiap.

 

.

 

.

 

Kaiho terlihat cemas. Beberapa kali ia menarik napas lalu membuangnya kasar karena tak sabar menahan diri untuk lekas sampai.

 

Pagi-pagi sekali ia berangkat menuju penerbangan pertama ke Jeju. Ia bahkan tak sempat berkemas dan hanya membawa satu potong pakaian yang tengah ia pakai itu.

 

Amat penting baginya menemui 'teman lama' yang sudah bertahun-tahun selalu mengusik dirinya. Dan entah bagaimana  — sampai Kaiho berpikir berulang kali — temannya itu berhasil mempengaruhinya untuk datang ke Jeju.

 

Hingga Kaiho rela meninggalkan rutinitasnya yaitu menghadiri meeting paginya kali ini.

 

Teman sialannya itu benar-benar membuat pagi seorang Kaiho berantakan.

 

Kaiho bersumpah. Temannya itu harus memberikan berita penting yang ia iming-imingkan itu. Jika tidak, maka bersiap saja membayar mahal semua pengorbanannya hari ini.

 

Mobil sedan putihnya sampai di sebuah Lotte Art Villas di Seogwipo-si, Jeju. Sesuai maps yang diberikan, Kaiho langsung ke salah satu villa yang tempatnya menghadap persis membelakangi laut.

 

Villa yang pernah Kaiho kunjungi beberapa tahun silam. Kaiho menghela napas jengah karena tempat tersebut di 'jamah' oleh orang lain.

 

"Dasar!" sungutnya.

 

Kaiho menekan bel dan tak sampai satu menit, pintu terbuka secara otomatis.

 

Kaiho disambut oleh teriakan penyambutan si penghuni rumah yang kini tengah asik berendam di kolam air panas.

 

Pria itu melambaikan tangan sambil tersenyum tanpa dosa. Kaihk mendelik tajam. Tatapan singa yang siap menerkam mangsanya. Karena saat melihat senyuman itu, dia begitu marah ( kelaparan ).

 

"Hai. Cepat juga kau sampai" sapanya basa-basi.

 

Jika saja ia bisa masuk ke dalam kolam, mungkin Kaiho sudah menghajar orang tersebut. Tapi ia urungkan karena ada yang lebih penting dari itu.

 

"Memesan villa pribadiku dengan seenaknya. Apa kau membayar tempat ini dengan cara memeras ayahku?"

 

Pria berdagu runcing itu tertawa puas. Tidak seperti tengah dibuat-buat. Pria itu benar-benar tertawa melihat Kaiho yang menahan diri untuk mengamuk.

 

"Nyatanya aku bisa mendapatkan apa yang kau miliki. Ini baru sebagian kecil, aku bisa saja merebut yang lain," ancamnya. Masih dengan senyuman yang membuat hati siapapun akan panas.

 

Kaiho menenangkan dirinya lagi. Kali ini berjalan mendekati kursi dengan beberapa kertas yang mungkin itulah yang akan si kunyuk itu berikan padanya.

 

Kertas yang harus ia bayar mahal.

 

"Jadi kau ingin meninggalkan dia?"

 

Kaiho tersenyum miring, "Aku tidak pernah memulai. Jadi aku juga tidak merasa meninggalkannya."

 

"Hubungan kalian akan sangat penting untuk masa depan. Kenapa kau menolaknya? Kau memang tak bisa ditebak."

 

"Yah. Kau baru tahu tentang hal itu dariku?" tanya Kaiho memancing.

 

Pria itu beranjak setelah menyelesaikan satu hisapan terakhir rokoknya.

 

Mendekati Kaiho lalu berbisik di telinganya, "Aku sangat tahu tentangmu. Luar maupun dalam, Kai —"

 

Kaiho langsung meninjunya untuk menjauh. Sangat anti baginya disentuh ataupun didekati seperti itu.

 

 "Jauhkan tubuh basahmu itu dariku, Choi Seunghyun!"

 

Pria yang disapa Seunghyun itu malah tersenyum senang setelah ditinju sekuat tadi. Kaiho yang sudah muak dengan perbincangan alot itu, langsung bergegas keluar meninggalkan Seunghyun yang terlihat tenang.

 

"Kau masih saja seperti itu," gumamnya.

 

Seolah yakin Kaiho akan kembali menemuinya, Seunghyun diam saja di tempatnya sambil menikmati seg pian kolamnya.

 

Tak lama, Kaiho benar-benar kembali dengan langkah tergesa-gesanya.

 

"Aku harap setelah ini jangan menghubungiku lagi."

 

"Apa dia baik-baik saja?" Seunghyun menolak mendengar peringatan Kai itu.

 

Kaiho mencoba menerka, siapa yang 'dia' maksudkan itu. Perasaannya berubah menjadi penasaran.

 

Dan entah kenapa, arah pertanyaannya itu adalah hal yang mungkin akan membuatnya semakin kesal.

 

Seunghyun adalah sahabat karibnya sejak kuliah di Manchester dulu. Mereka seperti magnet yang takkan pernah terpisahkan. Hingga setahun sebelum Kaiho membangun Exo Enterprise, semua berubah. Persahabatan mereka bagaikan debu. Lenyap dan hanya menyisakan kebencian. Sampai saat ini.

 

Seunghyun semakin senang saat Kaiho melihatnya dengan wajah kebingungan. Ia pun semakin gesit pula untuk menaikkan emosi Kaiho yang tengah membara tersebut dengan menggodanya lewat sebuah pertanyaan sederhana.

 

"Dia.. si hewan peliharaanmu itu,Rena."

 

Kaiho menggeram. Tangannya mulai sedikit gemetar. Ia masih setia menunggu kelanjutan arah pembicaraan ini.

 

"Binatang katamu?"

 

Seunghyun tersenyum menang. Ia berhasil membuat sahabat lamanya itu berlama-lama di villanya.

 

Seunghyun mengangguk lalu menawarkan minuman. Jelas, Kaiho menepisnya. Tak lama panggilan telepon menurunkan emosinya. Walau ia masih menyimpannya penuh untuk melepaskannya nanti pada pria yang ada di hadapannya itu.

 

"Yah. Bukankah dia memang hewan peliharaanmu?"

 

Kaiho terbelalak. Ia pikir hanya dirinya yang tahu siapa Rena sebenarnya.

 

"Apa dia bisa kubeli? Aku ingin sekali memilikinya —"

 

Kemarahan Kaiho memuncak. Diraihnya bathrobe Seunghyun lantas mendorong pria itu dengan keras ke dinding marmer. Menekan Seunghyun sekuat tenaganya hingga Seunghyun susah untuk bernapas. Tapi pria setengah psiko itu masih tetap tersenyum senang. Entah karena apa. Dan tentu saja itu semakin menaikkan emosi Kaiho yang memang telah menumpuk.

 

"Jangan. Sentuh. Rena! Jangan sampai aku mendengarmu bicara seperti itu lagi. Aku..tidak akan segan-segan untuk menghancurkanmu. Camkan itu!"

 

Bersambung