Dua bulan kurang empat hari
10:33
Maya menemui Bagas yang saat itu sedang bekerja mengontrol bawahannya, yang sedang packing beberapa barang pesanan ke sebuah hotel di Nusa Dua. Bagas punya bawahan? Makhluk dengan otak separo bisa diberi tanggung jawab?
Bagas dalam seragam formal tentu beda dengan Bagas yang bertelanjang dada. Itu sebabnya jabatan supervisor logistik tersemat di name tagnya.
"Bisa ngomong sebentar?" Kata Maya menarik tangan Bagas untuk keluar dari ruangan.
"Ada apa?" Bagas heran tumben - tumbenan Maya menemui nya secara langsung, biasanya kalau ada masalah kerja-an dia tinggal telepon saja ke nomor extension nya.
Menemui nya langsung berarti ada hal yang gawat terjadi, yang harus dibahas secara face to face dengannya.
"Aku mau membatalkan tantangan ini." Ujar Maya tiba -tiba, saat mereka di luar ruangan. Sebuah lorong penghubung antara ruang administrasi, dan warehouse.
Memang tantangan yang di terimanya dari Bagas tak ada batas waktunya, dan ini sudah masuk bulan kedua sejak ia menerima tantangan itu, tapi dia sudah mau menyerah?
Bagas sampai merasa heran. Wajah Maya tak se-antusias ketika tantangan itu ia terima.
Saat ini dia terlihat murung.
"Hah? Kenapa? Bukannya baru minggu kemarin kamu bilang sedikit lagi tantangan ini akan kamu menangkan?" Tatapan Bagas penuh selidik, jangan-jangan Maya ... .
Ya baru minggu kemarin Maya datang menemui nya, dengan percaya diri mengatakan kepadanya untuk segera menyiapkan hadiah nya, hari ketika Bagas melihat Kendra pulang hingga malam, setelah sehari-an keluar bersama Maya.
"Aku tak bisa menyakitinya lebih jauh." Pelan dan hampir tak terdengar suara Maya seolah tercekat di tenggorokan nya. Ada kebohongan yang ia coba sembunyikan.
Bagas tersenyum, bukan itu maksud sebenarnya yang ingin diucapkan Maya, Bagas seolah tahu, Maya telah berbohong dan dia bisa menebak, Maya yang sudah terbawa perasaan.
Bagas tak pernah meragukan kemampuan Kendra. Memang kalau untuk rayuan maut Bagas jago nya, tapi untuk pesona dan perhatian terhadap kaum hawa, Kendra master nya, Kendra tak pernah melakukan hal yang tak pantas terhadap cewek, dia terlalu menaruh hormat terhadap kaum hawa. Itu sebabnya ter bersit di benak Bagas, bahwa Kendra itu banci alias lelaki tak normal.
Jahil?, Mungkin iya tapi tak sampai keterlaluan hingga tindakan pelecehan.
"Tapi tantangan itu tak bisa dibatalkan May? Kendra akan curiga kalau tiba-tiba kamu mengabaikannya?" Bujuk Bagas.
"Dia terlalu baik Gas, aku ngga ada masalah apa - apa sama dia, kasih tahu saja ke dia tentang tantangan ini, dan aku rela seandainya dia marah ke aku." Maya tertunduk lesu.
"Kalau aku ngomong tentang tantangan ini, ngga cuma kamu May yang kena imbas nya, aku juga pasti akan kena ...," wajah Bagas juga memelas. Itu akting! fix itu akting.
"Itu resiko kamu! Kamu yang menyeret ku ke dalam permainan ini!" Bentak Maya, matanya melebar. Saat ini dia merasa bodoh, bodoh karena mau mencoba - coba menerima tantangan itu.
"Ingat ketika aku bilang, aku ngga yakin kamu akan bisa membuat Kendra baper? Aku khawatir kamu sendiri yang nantinya terbawa perasaan ke Kendra? Dan perasaan ku waktu itu berkata benar sekarang, kamu ngga bakalan sanggup bikin Kendra baper, tapi kamu kan yang akhirnya menyetujuinya?" Bagas menatap wajah Maya lekat - lekat. Dia menunjuk langsung seolah tahu apa yang dirasakan Maya.
"Tapi tetap saja kamu yang menyeret ku dalam permainan ini ?" Maya menatap balik Bagas.
Bagas terkekeh.
"Jangan naif Nay, andai waktu itu tantangan ku kamu terima hanya sebatas perkenalan saja, mungkin ngga akan sejauh ini, tapi kamu kan yang dengan sombong nya menyuruh ku menyiapkan semua hadiah nya?"
"Aku ngga butuh hadiah itu lagi!" Maya mendengus, gambaran sosok pendiam dan anggun nya seketika hilang, dia marah karena Bagas telah benar - benar mengerjai nya, dan ini sudah menyangkut perasaan dia dan Kendra.
"Tentu ... tentu, sekarang hadiah itu sudah tak ada artinya buat mu, setidaknya langkah awal ku mengenal kan mu ke Kendra telah berhasil, dan tahu tidak? Membuat mu baper itu rencana kedua ku" Bagas tersenyum alis nya ia angkat satu, akhirnya semua terungkap.
Dia tak menyebut kalimat 'Kendra yang baper', melainkan 'Maya yang baper'.
"A-apa maksud kamu?" Tentu saja Maya kaget, ini bukan soal membuat Kendra baper?, Tapi dirinya? Kesal? Jelas ter gambar dari wajahnya karena Bagas telah menjebak nya.
"Padahal niat ku baik May, aku hanya ingin menjodoh kan kalian," serasa tak ada beban Bagas mengucap itu.
Maya melongo, itu artinya selama ini dia di jebak Bagas untuk mengikuti skenario yang ia ciptakan? Yang awalnya dia serius menganggap ini hanya sebuah tantangan dan Maya yakin akan menundukkan Kendra dalam waktu yang singkat, kemudian dia memenangkan hadiah dari tantangan itu, selanjutnya mengakhiri tantangan ini tanpa sedikit pun peduli akan perasaan Kendra, karena itu sudah urusan Bagas.
Tapi nyatanya dia malah terbawa arus oleh pesona Kendra dan sepertinya sekarang dia mulai menyukai Kendra, dan ketika dia ingin mengakhirinya, dengan alasan agar perasaannya tak terlalu mendalam ke Kendra, Bagas malah menyebut bahwa dia sengaja melakukan itu untuk menjodohkan nya dengan Kendra.
"Apa yang telah kamu lakukan Bagas? Kamu jahat! Bukankah kamu tahu aku sudah punya cowok!" Pekik Maya, tapi suaranya dia tahan.
Lemas Maya tak bisa berkata apa-apa, perasaannya ke Kendra sudah tumbuh sedemikian liar nya, andai dia tahu dari awal, mungkin dia akan mundur dengan resiko hanya kekalahan dan kehilangan hadiah yang baginya tak begitu menarik. Dia hanya ter tantang itu saja.
"Kalau aku jujur-kan ini semua tentang perjodohan, tentu dari awal kamu akan menolak May, sedangkan kamu belum tahu sebenar - benarnya Kendra itu seperti apa?"
Tentu saja Maya akan menolak, Maya sudah punya cowok!
Bagas tersenyum puas.
Rencananya sukses, dia sempat meragukan rencananya akan berhasil, karena melihat sikap dan sifat Maya yang seolah tertutup sepertinya sangat sulit untuk ia jodoh kan dengan Kendra, namun lewat trik tantangan nya, ternyata dia berhasil, dia tantang sisi ke ego-an Maya, yang memang pantang menyerah.
Tantangan sekecil apa pun masalah sesederhana apa pun dalam kerja-an, dia tak pernah menyepelekan nya, dia akan berusaha menyelesaikannya dengan baik.
Itu sebabnya kenapa dia di pindah tugaskan ke Bali yang istilahnya ke medan perang yang sesungguhnya, bukan di belakang meja nun jauh di Jakarta sana.
Maya hanya terdiam, tatapan matanya kosong.
"Niat ku baik May ... Niat ku baik, jangan berpikiran aku 'menjahati' mu. Saranku jangan terus menerus membangun mimpi. Saatnya kamu menghadapi kenyataan, dan satu hal lagi, Kendra cowok yang baik, kenapa tak menjalaninya saja dulu?" Seperti sebuah wejangan saja.
Memang cowok yang dia tunggu dan per tahankan tak ada apa-apanya kalau di bandingkan dengan Kendra.
Tapi bagaimana pun itu cowok nya yang masih dicintainya, meski cinta itu kini telah terbagi tiga perempat nya ke Kendra.
Bagas menepuk - nepuk bahu Maya yang berusaha mengelak karena risih, untuk kemudian pergi meninggalkan Maya yang masih mematung di tempatnya, mencoba menelaah ucapan Bagas barusan, matanya mulai berkaca-kaca.
Tak menyangka dia bisa sejauh ini terlibat permainan hati dengan Kendra, yang awalnya dulu dia yakin cowok bernama Kendra itu akan mampu dia tunduk kan dengan cepat tanpa mengorbankan perasaannya.
Tapi nyatanya, perlakuan Kendra ke-dirinya yang berpuluh kali lipat lebih dari apa yang ia terima dari cowok nya selama ini, telah membuatnya jatuh hati.
Pertengkaran dengan cowok nya kemarin, dan perhatian Kendra semalam membuat dia seolah berdiri di-jalan yang bercabang.
Kendra selalu menghormatinya, dia seperti tahu bagaimana memperlakukan seorang wanita dengan baik, tak pernah berusaha atau mencari cara agar bisa menyentuh Maya, apalagi meng-gandeng tangannya, meski kadang kesempatan itu ada, karena Maya selalu memberinya peluang. Bahkan ketika tak sengaja menyentuh Maya saja ucapan maaf seolah tak cukup untuk menyatakan penyesalan nya.
Kendra cowok unik begitu yang terlintas di benak Maya.
Berbanding terbalik dengan cowok nya, yang seolah acuh dan membiarkannya begitu saja saat dia mengungkap akan di pindah tugaskan ke Bali, bukannya mensupport, cowok nya seolah berkata 'tetap disini atau kita jalan masing-masing', tentu saja Maya tak bisa menolak kewajiban tugas kantor yang dibebankan ke dirinya.
Di toilet kantor, Maya menumpahkan semuanya, rasa kesal nya ke Bagas yang telah menjebak nya untuk menjalankan skenario yang akhirnya membuatnya terperosok ke dalam permainan hati, rasa bersalah nya ke Kendra yang telah ditipunya dengan memberinya harapan - harapan semu, rasa sesak di dada yang menghimpit nya dan kini seperti membebani nya dengan dua pilihan sulit.
"... kenapa tak menjalaninya saja dulu?"
Bukan hal yang mudah untuk dikerjakan.
"Maafkan aku Kendra." Hanya itu yang terucap dalam sesenggukan nya, semua ini harus segera dihentikan!
That's enough!