webnovel

GCDT 12

Karena kesal Raya akhirnya keluar kamar dan berniat mencari ibu mertuanya, siapa tahu mama Abhel, sang mertua yang selalu memanjakan dan menuruti semua keinginannya akan membujuk Rama agar mengizinkan dirinya memasuki kamar suaminya.

"C'k mama mana sih!" gerutu Raya kesal, sedari tadi sudah keliling ruangan dan naik ke lantai dua tidak juga mendapati sang mertua.

"Non Raya butuh sesuatu?" mbok Sum tiba-tiba datang dan menawari Raya apa yang butuhkan, sesuai pesan sang nyonya tadi. Mbok Sum biasanya jika Dea yang datang, pasti tanpa di tanya pasti menyuguhkan sesuatu. Dan Dea dengan senang hati akan menerima.

"Mama Abhel kemana sih, Mbok?" tanya Raya dengan nada kesal, "emmt, nyonya Abhel tadi keluar, Non," jawab mbok Sum dengan perasaan takut.

"Pulang jam berapa?" bukan Raya yang bertanya tetapi Rama, mbok Sum menoleh menatap sang majikan mudanya lalu tersenyum.

"Mungkin malam, Dhen,"

"Mau jemput Tuan Roy juga kata beliau," mbok Sum menambahkan, Rama memincingkan sebelah matanya.

"Papa pulang hari ini?" tanya Rama meyakinkan, mbok Sum mengangguk seraya berkata, "tadi tuan Roy telepon dan meminta saya membersihkan kamar sebelah nyonya Abhel dan tuan Roy," alis Rama menyatu dan kedua matanya menyipit.

"Siapa yang datang sih, Mas?" Raya tidak kalah penasaran, tapi Rama mengedikkan kedua bahunya tanda tidak tahu. Rama melangkah menuju sofa dan menghempaskan bokongnya di sofa tunggal, berjaga agar Raya tidak mendekati dirinya.

"Dhen Rama ada yang di butuhkan?" mbok Sum ganti berganti bertanya pada tuan mudanya, Rama menggeleng tanda tidak. Mbok Sum pun berlalu dari sana setelah meminta izin membersihkan kamar yang di minta sang majikan.

"Siapa sih yang datang?" gumam Rama merasa heran, tidak biasanya sang papa akan bersikap begini. Kalau pun ada rekan bisnis atau keluarga yang mau datang dan menginap pasti di tempatkan di ruang tamu lantai bawah, Rama hanya bisa mengira-ngira siapa orang itu.

****

Malam harinya rumah Rama terasa sepi, dan Raya mau tidak mau harus tidur di kamar tamu. Raya menatap kesal pada Rama yang fokus nya hanya ke laptop.

"Mas," Raya mencoba memanggil sang suami, Rama hanya menoleh sebentar lalu menatap dan fokus ke laptop nya.

"Mas, udah hampir empat hari lho kita ngga berhubungan," Raya istri kedua Rama merajuk, 'baru empat hari kamu sudah uring-uringan, bagaimana dengan Dea yang sudah lama tidak aku sentuh,' gumam Rama dalam hati. Matanya masih menatap laptop tapi jemarinya tidak bergerak.

Tok tok tok, pintu kamar yang Rama tempati di ketuk dari luar, "Rama, ini mama. Tolong buka pintunya, Nak!" seru orang yang mengetuk pintu dan ternyata adalah sang mama.

"Rama, Raya," panggil sang mama lagi, kedua pasangan itu saling menatap dan meyakinkan apa yang mereka dengar. Dengan cepat Rama meletakkan laptop miliknya di meja dan berjalan kearah pintu dengan setengah berlari di ikut Raya.

"Mama!" seru Rama dan Raya bersamaan, mama Abhel langsung memeluk tubuh sang putra. Rama merangkul bahu sang mama dan menuntunnya masuk, lalu mengajaknya duduk.

"Ada apa sebenarnya, Ma? Kenapa mama menangis?" telapak tangan Rama menghapus jejak airmata tersebut, saat ini Rama berjongkok di depan sang mama yang duduk di sofa dan di sampingnya ada Raya yang mengusap punggung mama Abhel.

"Papamu, Ram...." ucapan wanita yang melahirkan Rama terhenti saat pintu kamar itu terbuka. Rama, Raya dan mama Abhel menoleh kearah pintu tersebut, nampak seorang pria paruh baya sedang merangkul seorang wanita seumuran dengan mama Abhel.

"Pa, itu siapa?" Raya yang bertanya, dan Rama hanya menyimak juga ingin mengetahui siapa wanita yang saat ini berada di dekat papanya.

"Dia...."

"Saya Vani, istri kedua papa mu," wanita yang bernama Vani memotong ucapan tuan Roy atau suaminya.

"Istri kedua papa?" Rama mengulang ucapan wanita tadi, yang di tangan dengan anggukan keduanya. Rama menatap sang mama dan mengusap lembut punggung tangannya seolah bertanya dan memberi kekuatan sekaligus.

Mama Abhel mengangguk dan kembali mengeluarkan airmatanya. Rama mengusap pelan wajahnya, lalu berdiri dan menghampiri sang papa.

"Berapa lama kalian menikah? Dan apa alasan papa menghiyanati mama?" Rama mencoba bertanya dengan sabar dan tidak ingin emosi. Dia tahu rasanya menjadi sang mama, pasti rasanya sama dengan yang Dea rasakan.

Mengingat Dea seketika dadanya sesak, dan perasaan bersalah kembali menyeruak. Papa Roy menghela nafas lalu melepaskan tangannya dari bahu istri keduanya, menghampiri Rama dan memeluk tubuh putra kesayangan nya.

"Maaf, papa membuat kalian kecewa. Tapi papa mencintai mama Vina, dia cinta pertama papa, papa tidak bisa melepas dia begitu saja apalagi setelah tahu saat papa meninggalkan dia, dia tengah hamil anak papa waktu itu," ucap papa Roy panjang lebar.

"Maksud papa?" mama Abhel terkejut dengan kenyataan yang dia terima hari ini. Kini dia merasakan menjadi Dea juga Raya, dinikahi pria yang tidak mencintai dirinya dan suami yang sangat dia cintai memiliki wanita lain selain dirinya.

****

Di belahan kota lain, pasangan yang sedang jatuh cinta sedang menikmati perjalanan untuk liburan.

"Yank," Abraham menoleh saat wanita yang dia cintai memanggil dengan panggilan kesayangan untuknya.

"Bisa ngga sampai di pantainya pas matahari terbit?" Abraham hanya mengangguk setelah melihat goggle maps.

"Makasih, makin sayang deh," Dea merangsek mendekat lalu memeluk dan mengecup singkat bibir Abraham, "asal kamu bahagia, aku akan lakukan apapun," ucap Abraham sambil tersenyum.

"Kecuali kalau kau memintaku untuk pergi menjauhi dirimu, lebih baik aku pergi ke surga," imbuh Abraham yang membuat Dea mendelik tajam.

"Sudah di bilang jangan ngomong kaya gitu!" sentak Dea kesal, lalu memilih menatap jalanan, tidak terasa airmatanya keluar. Abraham merasa bersalah, lalu menepikan mobilnya setelah melihat sekitar sepi.

"Kemarilah," Abraham menarik lengan Dea, namun karena kesal Dea hanya diam tanpa melihat kearah Abraham.

"Maaf," kata Abraham yang kemudian mengecup pipi Dea setengah melepas seltbelt yang membelenggu dirinya, Dea menghapus jejak airmata itu lalu memutar tubuhnya menghadap Abraham yang saat ini tengah tersenyum.

"Berjanjilah jangan ngomong kaya gitu lagi," ucap Dea dengan suara parau, Abraham mengangguk dan membentangkan kedua tangannya. Dea tersenyum manis lalu merangsek dan duduk di pangkuan Abraham.

"Maaf, maaf, maaf, maaf," kata Abraham berulang kali sambil memberikan kecupan pada wajah Dea, wanita itu mengangguk dan berkata, "aku tidak suka kamu berkata seperti itu," kemudian memeluk Abraham yang di balas Abraham dengan mengeratkan pelukan tersebut.

"Aku janji," kata Abraham berbisik di telinga Dea, darah Abraham berdesir hebat saat hidungnya mengendus leher Dea. Jiwa kelelakiannya seketika bangkit, "sial," umpat Abraham yang di dengar Dea.

"Kenapa?" Dea menarik tubuhnya dari pelukan Abraham dan menangkup kedua rahang tegas pria itu, Dea tersenyum lalu menggigit bibir bawah kala melihat Abraham sedang memejamkan mata.