Eryl tersenyum setelah membaca satu puisi itu. Puisi yang ditulis langsung oleh tangan Alga.
"Li."
"Ga."
Berbarengan. Alga tertawa. Ia pun memilih untuk mengalah. "Kamu dulu."
"Makasih," ujar Eiryl. "Sudah membawaku masuk ke duniamu."
"Dunia yang seperti apa, Li? Duniaku luas. Saking luasnya banyak tempat yang belum sempat aku tapaki."
Eiryl tersenyum. "Nanti kita tapaki bersama."
"Mau tahu tempat yang lain?"
"Apa itu?"
Alga tidak menjawabnya. Ia malah membawa Eiryl berkeliling di rumahnya yang seperti kapal pecah. Dinding yang dipenuhi tulisan menyakitkan dari cat berwarna merah, sebuah kamar dengan ranjang bayi yang sudah hancur, televisi tabung yang tidak pada tempatnya, sofa yang mungkin kala itu menjadi sofa termewah sudah tidak berbentuk lagi, pecahan kaca dari jendela berteralis, dan terakhir figura yang sudah hancur namun sempat Alga punguti.
"Kelak, setelah kita menikah. Aku akan membereskan rumah ini untuk tempat tinggal kita."
Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com