webnovel

ELIKYA Number Zero : The Unknown Brave Hero

Tenza seorang anak berumur 16 tahun memulai SMA nya di negara baru bernama Elikya. Elikya adalah sebuah negara yang dibangun pada tahun 2080 dan selesai pada tahun 2086. Elikya dibangun atas persetujuan pemerintah dari seluruh dunia. Elikya hanya dapat dihuni oleh orang orang yang memiliki prestasi dan potensi. dua puluh tahun semenjak didirikan Elikya, akhirnya pemerintah memberikan kesempatan bagi mereka yang masih ada pada tahap sekolah untuk menunjukan kemampuan mereka untuk menjadi yang terbaik sehingga mereka dapat diberikan kesempatan untuk belajar disana. Dan disinlah akhirnya Tenza. Tenza sang anak yang berhasil masuk Elikya pada tahun 2110 tersebut menikmati kesehariannya di sekolah barunya itu. Tetapi ada satu hal yang janggal ketika dia menyadari bahwa kejadian yang dia hadapi saat ini pernah dia alami sebelumnya. "Apa yang sedang terjadi saat ini?"

Meong_Cat · Fantasi
Peringkat tidak cukup
34 Chs

Arc 1 - Chapter 12 (Potongan terakhir sebuah rekaman kejadian yang hilang)

Waktu benar benar terulang. Itulah yang ia ketahui saat ini, Tenza benar benar terkejut tidak mengerti bagaimana hal ini dapat terjadi.

Segala hal yang pernah terjadi saat ini pernah terjadi sebelumnya.

Ketika dirinya sedikit cermat memperhatikan tingkah laku orang orang disekitarnya, tidak ada yang mengetahui hal ini kecuali dirinya.

Untuk meyakinkan dirinya, ketika mereka berempat masih berada di lantai satu, berjalan menuju kelas mereka karena waktu istirahat akan habis sebentar lagi. Tenza bertanya sesuatu tentang satu kelas yang berada dipaling ujung lorong ini, kelas itu diberi pagar yang menjulang tinggi hingga ke langit langit.

Alex menjelaskan bahwa itu adalah kelas yang terkutuk, jika kau berbicara dengan mereka maka kau akan menghilang dan menyuruh Tenza untuk mencari tahu hal itu lebih ditail menggunakan internet. Kemudian Nick menyangkalnya dan mengatakan itu hanyalah mitos dan kebetulan. Di akhir perdebatan ini Alex terjebak tidak bisa berbicara apa apa ketika Nick menyuruhnya untuk mencari tahu tentang kutukan raja tutankhamun yang katanya terkutuk menggunakan internet.

Hal tersebut benar benar terjadi persis seperti sebelumnya sehingga Tenza semakin yakin bahwa waktu benar benar terulang.

"Oh ya, Tenza nanti sebelum pulang ikut saya ke kantor guru sebentar"

"Baiklah."

Hal ini juga pernah terjadi.

Saat jam pelajaran kedua, di kelasnya Tenza diperintahkan oleh Pak Leone untuk ke kantor guru setelah jam pelajaran ini selesai. mengingat hal ini Tenza hanya perlu berkata 'Baiklah' tanpa perlu bertanya lagi kenapa dia diperintah untuk ke ruang guru. Dan setelah ini, ada suatu kejadian yang tidak akan pernah Tenza lupakan lagi.

"CHAADDD!!"

Meski ini adalah yang kedua kalinya tetap saja teriakan yang penuh dengan ketegasan itu tetap membuat badannya menegang ketakutan. naluri dari seorang murid yang tubuhnya akan menegang ketika teman sebelahnya dimarahi oleh guru tetap ada pada dirinya.

"Sebaiknya kau lebih menghormati gurumu. Keluar dari kelas ini SEKARANGG!!"

Tenza mengingat hal ini, untuk yang kedua kalinya Tenza melihat guru itu mengacungkan jari telunjuknya mengarahkannya kearah pintu yang ada di sebelah kirinya memerintahkan anak berkulit hitam itu untuk keluar dari kelas ini. Chad untuk keluar dari kelas ini. Chad berjalan menuju pintu yang telah ditunjuk oleh Pak Leone itu dan berjalan dengan kaki yang terluka, suara dari langkah sepatunya memenuhi kelas yang sunyi ini, membuat suasana kelas yang mencekam ini lebih mencekan lagi.

Untuk kedua kalinya Pak Leone menutup mata menghirup udara dalam dalam demi mengecilkan dan mematikan api amarah yang ada didalam dirinya dan membuka kedua matanya.

"Semuanya sudah menghidupkan book tabnya? Bagus, sekarang kita mulai pelajarannya."

Dan walaupun ini adalah yang kedua kalinya tetap saja hal ini membuat Tenza merasa takut dan gugup. Yang dia lakukan hanyalah mengangguk menuruti apa yang dikatakan oleh gurunya tersebut.

Disaat ini dipukul 10.10 suasana kelas yang mencekam ini sekali lagi Tenza dapat merasakannya.

***

Saat ini adalah pukul 12.03

Tenza berjalan mengikuti Pak Leone menuju ruang guru.

Yang anak itu lakukan hanyalah berjalan dibelakangnya dan menyesuaikan langkah kakinya memikirkan sikap apa yang harus ia lakukan ketika dia mengetahui bahwa waktu terulang.

Otak anak itu berkerja, berpikir dengan perasaan gelisah yang menyelimuti dadanya, tidak mengetahui dengan apa hal ini dapat terjadi dan bagaimana hal tersebut dapat terjadi. Apakah ini adalah suatu dari pertanda buruk yang akan terjadi?

Tangannya memeluk tubuhnya sendiri. Hal itu dia lakukan demi mengatasi perasaan gelisah yang muncul di dalam tubuhnya. Saat ini Tenza benar benar tidak menghiraukan anak anak yang umurnya lebih muda darinya berlarian keluar dari sekolah dengan perasaan gembira yang tertampang di wajah mereka tanpa merasakan perasaan iri sedikitpun. Hal itu karena pikirannya yang sedang terpaku dengan hal yang lebih penting dari pada hal itu.

Sekarang guru itu sedang membuka pintu ruang guru dan mempersilahkan Tenza untuk masuk. Ketika mereka berdua berada di dalam ruangan itu, guru itu mempersilahkan Tenza untuk mengambil tempat duduk yang tidak jauh darinya dan mendudukinya.

"Ini Formulir tujuan. mungkin kamu sudah diberi tahu hal ini oleh temanmu."

Tenza yang sedari tadi tidak fokus saat jam pelajaran hingga saat ini karena memikirkan apa yang harus dia lakukan ketika mengetahui fenomena waktu ini, dengan terpaksa dirinya harus memilih hal yang paling logis yang harus dia lakukan saat ini.

Tenza sudah tidak memeluk dirinya, Tenza menekan dirinya untuk tidak takut dan berani dalam menghadapi hal ini. Tenza menajamkan tekadnya untuk memilih salah satu dari banyaknya pilihan yang dia dapat pikirkan.

"Ah terimakasih."

Saat ini Tenza memilih untuk menganggap bahwa hal ini benar benar tidak pernah terjadi dan Tenza tidak akan membahas tentang kembalinya waktu kepada siapapun.

"Namamu Tenza bukan?"

'Biarkan saja, lagi pula tidak ada hal buruk yang terjadi.'

"Ahh bagaimana cara memulainya ya..."

Tenza hanya perlu mengikuti alur yang pernah terjadi sebelumnya, menganggap hal ini benar benar tidak pernah terjadi.

"Kau tahu kasus yang terjadi akhir akhir ini?"

Yang harus dia lakukan hanyalah seperti anak polos yang belum mengetahui apa apa tentang negara Elikya ini. Seperti sebelumnya.

"Tidak."

yang harus dia lakukan hanyalah kembali kerumah dengan menaiki kereta setelah perbincangan ini selesai.

Sama seperti sebelumnya.

"Kasus tentang pemaksaan belajar oleh orang tua semakin lama semakin banyak terjadi."

Ketika Tenza berada didalam Kereta, dia akan duduk ditempat yang dia duduki sebelumnya dan membaca artikel tentang 'Tragedi 2100 Elikya' yang pernah diceritakan oleh Alex.

Sama seperti sebelumnya.

"Kalau tidak salah saya pernah mendengar beritanya."

Kemudian ketika dia telah sampai di rumah dia akan merebahkan badannya ke kasurnya yang sangat empuk itu kemudian teringat sesuatu dan menyalin nomor yang ada di kartu pengenal milik Ova dengan Smartphonenya dan kemudian menghubunginya.

Sama seperti sebelumnya.

"Ya, kasus pemaksaan belajar oleh orang tua semakin lama semakin banyak ketika Elikya mengundang anak anak berprestasi untuk tinggal dan bersekolah di Elikya."

Tenza akan mengikuti percakapan yang sebelumnya pernah terjadi, dan percakapan mereka akan diakhiri oleh Ova yang bertanya apakah rumahnya adalah nomor 23 yang sebenarnya adalah nomor 33.

Sama seperti sebelumnya.

"Kebanyakan alasan yang di berikan kepada orang tua adalah ingin anaknya bersekolah di tempat yang berkualitas dan hidup enak. Tapi alasan sebenarnya..."

"Sebenarnya..."

Tenza yakin disaat itu benar benar gelap sehingga dia salah melihat bahwa yang sebenarnya nomor 33 adalah 23.

"Supaya sang orang tua tidak perlu lagi memikirkan biaya hidupnya sendiri dan hidup enak melalui anaknya."

Setelah itu dia akan pergi mencari supermarket terdekat dan bertemu dengan Tanisa, yang akan menjadi pembantunya di rumah Tenza.

Sama seperti sebelumnya.

"Sepertinya kau sudah paham apa yang ingin bapak bicarakan. Langsung saja ke intinya."

saat itu wajahnya tampak marah kepada orang yang saat itu sedang dia hubungi dengan smartphonenya.

"Apakah orang tua mu memaksamu juga?"

"Tidak, tidak ada paksaan."

Tenza akan mempersilahkan Tanisa untuk masuk kedalam rumahnya. Disaat itu juga Tenza akan mengikuti alur percakapan yang sama dengan yang sebelumnya.

Sama seperti sebelumnya.

"Begitu yahh..."

Tenza ingat saat itu dia bertanya banyak hal tentang Elikya yang belum dia ketahui.

"Ini hanya perasaan bapak."

"..."

"Mungkin orang tua Chad memaksanya untuk belajar dengan cukup ekstrim."

"Jika hal itu benar?"

"Jika hal itu benar, semoga saja tidak ada kekerasan yang dilakukan oleh orang tuanya."

Ternyata Elikya merekrut banyak orang untuk bekerja disana sebagai pekerja kecil kecilan. Ada yang dijadikan pembantu, sopir, petugas supermarket. Sisanya Tenza melupakannya.

"Bukankah Elikya memperbolehkan setiap anak menjadikan cita citanya menjadi nyata?"

"Memang benar."

Kebanyakan orang yang direkrut berasal dari San Francisco dan daerah sekitarnya karena mengingat daerah itulah yang paling dekat dengan negara ini sehingga dapat mengurangi biaya transportasi.

"Jika memang ada pemaksaan ke anak, lalu apa keahlian Chad hingga dia bisa...ahhh!"

Tenza akan pura pura lupa dengan hal yang harus dia pikirkan saat itu. Saat itu dia seharusnya memikirkan tujuannya tetapi karena perbincangannya bersama Tanisa saat itu membuat dia lupa dan akhirnya ketika di sekolah dia akan memegangi dahinya dan menundukan kepalanya.

Sama seperti sebelumnya.

"Kau sudah mengerti sekarang."

"Iya aku mengerti."

Saat itu Tenza dimarahi oleh Reina karena dia terlalu berisik. Dan saat itu Michiko datang membuka pintu kelas, sang anak dengan tujuan meningkatkan skill menggambarnya.

Harus sama seperti sebelumnya.

"Ujian yang diberlakukan adalah ujian tertulis, bukan semacam ujian bakat. Menurut bapak, Chad memiliki bakat yang tidak cocok dengan ujian yang diberlakukan."

"Jadi?"

Tenza memikirkan bagaimana jika dia mengikuti tujuan yang sama dengan teman temannya tetapi karena mereka terlalu hebat membuat dirinya dengan perasaan hampa membatalkan pemikirannya tersebut. Karena tujuan yang mereka pilih tidak ada yang sesuai dengan diri....

'Ehh?'

"Jadi, orang tuanya memaksanya untuk belajar dan belajar sesuai dengan apa yang ada di dalam ujian. memang tidak salah orang tua menyuruh anaknya belajar sesuatu yang tidak sesuai dengan bakatnya tapi jika terlalu dipaksakan dan menggunakan kekerasan, itu sudah beda lagi ceritanya."

"Sebentar..."

Tenza berkata demikian ketika dia menemukan sesuatu yang terasa janggal di sini.

"Ada apa Tenza?"

"Ehh tidak hanya saja"

"..."

Bapak itu memiringkan kepalanya.

"J..jika bukan ujian bakat, lalu mengapa Kami diperbolehkan untuk mengasah bakat kami disini?"

"..."

"Maksud saya mengapa Kami diperbolehkan mengasah bakat kami yang padahal bakat kami tidak sesuai dengan yang sedang dibutuhkan sekarang?"

Pak Leone hanya terdiam mengolah dan mengatur kata kata yang harus guru itu katakan.

Tenza baru menyadari ini sekarang ketika dia mengingat tujuan teman temannya, Tentang bakat teman temannya yang tidak sesuai dengan yang sedang dibutuhkan oleh dunia ini sekarang. Seperti Reina yang ingin menjadi penulis, Alex yang ingin mempunya toko buku, Elena yang ingin menjadi penyanyi dan Michiko yang ingin meningkatkan skill menggambarnya. Bukankah mereka semua memiliki bakat yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan?

"Untuk masalah itu, Bapak tidak tahus harus menjawab bagaimana. Lebih baik kamu menanyakannya langsung kepada yang berkewajiban."

"Itu agak mustahil untuk saya lakukan."

Pak Leone tersenyum ketika mengatakan itu dan Tenza menolaknya dengan menggerakan tangan kanannya ke kiri dan kanan.

"Tapi, karena itu adalah sistem yang diterapkan bapak hanya dapat menjalankannya saja."

"Itu mustahil!, bukankah artinya terpilihnya kami adalah hal yang sia sia?"

"Tenza, Tidak ada hal yang benar benar sia sia di dunia ini. seharusnya sebagai guru bapak mengatakan hal itu, tapi seperti yang tadi bapak katakan lebih baik kau menanyakan hal itu kepihak yang berkewajiban dengan hal itu."

"!!...Baiklah..."

Tenza menundukan wajahnya. Pak leone mengira dia menundukan wajahnya karena kecewa dengan jawaban yang diberikannya padahal yang sebenarnya adalah karena dia baru saja melupakan tentang pilihannya untuk menganggap bahwa hal ini tidak pernah terjadi dan mengikuti alur yang sudah pernah terjadi sebelumnya. Tetapi tidak lebih dari 5 menit dia melupakannya.

'Sialan...'

Tenza diam diam memarahinya sendiri.

"ngomong ngomong kau sudah boleh pulang."

"Ah baiklah, permisi."

Tenza berdiri dari tempat duduknya, berjalan keluar dari ruang guru melewati pintu keluar satu satunya. membuka pintu itu dan menutupnya kembali ketika sudah keluar.

Tenza berjalan dengan memegangi kepalanya, mengingat hal hal yang akan terjadi selanjutnya. dan ketika dia ingatannya mencapai rekaman kejadian yang seharusnya menjadi rekaman kejadian yang terakhir.

'Setelah itu apa yang akan terjadi?'

Tubuhnya menjadi lemas, ketika dirinya harus menerima tentang kebenaran ini. Tetapi dirinya memaksakan kakinya untuk melangkah sedikit demi sedikit. Tangan kanannya menekan kepalanya, berharap kepalanya dapat memenuhi keinginannya.

Tetapi melakukan hal itu adalah sia sia.

Saat ini Tenza tidak dapat melihat potongan terakhir yang akan terjadi keesokan harinya.