webnovel

ELIKYA Number Zero : The Unknown Brave Hero

Tenza seorang anak berumur 16 tahun memulai SMA nya di negara baru bernama Elikya. Elikya adalah sebuah negara yang dibangun pada tahun 2080 dan selesai pada tahun 2086. Elikya dibangun atas persetujuan pemerintah dari seluruh dunia. Elikya hanya dapat dihuni oleh orang orang yang memiliki prestasi dan potensi. dua puluh tahun semenjak didirikan Elikya, akhirnya pemerintah memberikan kesempatan bagi mereka yang masih ada pada tahap sekolah untuk menunjukan kemampuan mereka untuk menjadi yang terbaik sehingga mereka dapat diberikan kesempatan untuk belajar disana. Dan disinlah akhirnya Tenza. Tenza sang anak yang berhasil masuk Elikya pada tahun 2110 tersebut menikmati kesehariannya di sekolah barunya itu. Tetapi ada satu hal yang janggal ketika dia menyadari bahwa kejadian yang dia hadapi saat ini pernah dia alami sebelumnya. "Apa yang sedang terjadi saat ini?"

Meong_Cat · Fantasy
Not enough ratings
34 Chs

Arc 1 - Chapter 11 (Sesuatu yang salah)

"Ahh! Murid Baru ya?"

Tenza terkejut, lalu menoleh ketika dia mendengar suara perempuan dari balik pagar hitamnya. Perempuan tersebut mengenakan seragam merah yang sama dengannya, memiliki rambut coklat terang serta mata yang serasih dengan warna rambutnya. Menyapanya ketika sedang mencari kunci pagar diantara kunci kunci yang ada di tumpukan kunci yang ia genggam.

"Eh!?...murid baru? Apa maksudmu?" Tanya Tenza mengkerutkan dahinya.

"Kau tidak diberi tahu?"

"Oleh siapa?"

"Itu loh...oleh orang yang memakai jas yang mengantarmu kesini." Katanya sambil mengayunkan tangannya ke bajunya untuk mengambarkan orang yang pasti Tenza mengetahui siapa dia.

Tenza berhasil menemukan kunci pagar hitam dari tumpukan kunci dan menguncinya kembali agar tidak ada pencuri yang masuk kedalam rumahnya nanti.

"Mungkin dia hanya lupa."

"Oh...jadi seperti itu. Perkenalkan namaku Reina."

namanya adalah Reina Dia mengulurkan tangannya ke Tenza. Mengisyaratkan untuk bersalaman.

"Tenza"

Tenza menaruh tumpukan kuncinya kedalam sakunya sambil mengulurkan tangannya yang satunya lagi untuk bersalaman, tenza memberi tahu namanya.

"Bagaimana kau tahu orang yang mengantarku kesini memakai jas?"

"Itu karena aku juga di antar oleh orang yang memakai jas. Bukan hanya aku, semua anak yang di undang juga diantar oleh orang yang memakai jas."

"Begitu ya."

"..."

"Apakah kau tahu alasan aku di antar terlambat?"

"Bukan di antar terlambat tapi aku mendengar kabar karena salah satu murid tidak pernah hadir selama seminggu dikarenakan sakit. Jadi mereka mencari anak baru untuk mengisi kekosongan satu orang tersebut."

"Jadi artinya aku terlambat pelajaran 1 minggu?"

"Yah begitulah"

Kenangan Hari pertama Tenza di Elikya adalah mengetahui kalau dia terlambat satu minggu dalam pelajaran. Membuat Tenza merasa kawatir dengan kehidupan sekolahnya.

Lagi pula Tenza bisa memintanya pelajara sebelumnya ke teman sekelasnya nanti walaupun hal itu cukup merepotkannya.

"Kamu tinggal dimana?"

"Aku tinggal di samping mu...hehehe."

"Wah! Benarkah?"

"Kau tidak sadar ya?"

"Ya begitulah."

***

"Disini kelas kita." Ujar Reina yang berada di depan Tenza, menunjukan kelasnya sambil mendorong pintu aluminium agar terbuka.

Sekarang Tenza dan Reina sudah berada di depan pintu kelas, berada di salah satu lorong dengan cat royale blue. Sebelumnya Reina berjalan menuntun Tenza yang ada di belakangnya, menuju dimana letak kelas mereka berdua berada. Reinalah yang membuka pintu kelas ini akan tetapi.

"kenapa kelasnya kosong?"

"soalnya kita terlalu pagi datang kesekolahnya." Tutur Reina singkat ketika mata Tenza yang masih celingak-celinguk melihat kesekitarnya.

"Terlalu pagi?"Tanya Tenza singkat.

Tenza meraih sesuatu di saku dengan tangan kanannya, mengambil Smartphone Hologramnya dan mengecek jam dengan benda mahal itu. Sekarang sudah menunjukan pukul 06.26, seharusnya bel masuk kelas akan berbunyi pada pukul 07.00 yang artinya sekitar 30 menit lagi bel masuk akan bunyi.

Tenza memastikan jam yang ditunjukan Smartphonenya dengan jam dinding persegi yang di pajang di dinding depan kelas. Jarum jamnya sama persis seperti yang ditunjukan oleh smartphonenya.

"Bel masuk akan berbunyi jam setengah delapan jadi sekitar 1 jam lagi bel masuk akan berbunyi." Jelas Reina yang sedang melihat Tenza yang sedang menatapi layar Smartphone Hologramnya.

Tenza kembali memasukan smartphonenya kedalam saku celananya.

"Berarti 1 jam lagi jam pelajaran dimulai, bukan nya kita terlalu cepat masuk?"

"Begitulah." Kata Reina hanya tersenyum simpul.

"Reina." Sahut Tenza.

"Hmm?" Gumam Reina, menjawab sahutan dari Tenza.

"Aku kira bel masuk kelas jam tujuh, makanya aku berangkat jam enam. Tapi mengapa kau berangkat jam enam juga?"

"Itu karena aku masih punya waktu untuk menulis."

"Menulis?" Tanya Tenza tidak paham.

Reina hanya menanggapinya dengan tersenyum simpul lagi sambil berjalan di mana kursinya berada.

"Tempat dudukmu ada di depan ku."

Sambil duduk ke kursinya yang berada di paling belakang, Reina menunjukan jari telunjuknya diarahkan ke kursi yang ada di depannya. Tenza menutup pintu kelas, dan berjalan ke arah tempat duduk yang telah di tunjuk Reina itu.

Terdapat tulisan "Tenza" di bangkunya.

Reina menggerakan tangan kanannya, memasukannya kedalam kolong meja miliknya,meraih sesuatu dari kolong mejanya. Setelah beberapa saat, tangan kanannya dikeluarkan dari kolong meja dengan mengenggam sesuatu berwarna hitam, itu adalah sebuah buku dengan sampul berwarna hitam.

"Aku ingin menulis sebuah buku." Cakapnya sambil menyodorkan bukunya yang bersampul hitam.

"Buku seperti apa?" Tenza secara reflek bertanya, agar percakapannya bersama perempuan itu tidak berhenti.

Tangan kanannya diangkat, mengetuk ngetuk pipinya, matanya terangkat keatas sedang memikirkan sesuatu. "Hmm...Sebuah buku cerita, hmm... mungkin sebuah novel." Tutur Reina kurang jelas dengan perkataannya.

"Novel? yang ceritanya seperti apa?" Tenza sudah mulai penasaran.

"Sebuah cerita tentang kepahlawanan." Jelas Reina.

"Boleh aku membacanya?"

"Tentu saja...eeh..tapi tolong tunggu selesai aku menulis ceritanya, setelah itu akan aku beritahu kalau sudah selesai."

Reina terlihat sedikit malu ketika Tenza mengatakan itu.

Tenza hanya tersenyum simpul dan mengakatakan "baiklah-baiklah."

"Ada cerita lain yang sudah kamu selesai tulis?"

"Tidak ada ini yang pertama."

Reina memasukan tangan kanannya sekali lagi untuk mengambil sesuatu di kolong mejanya. Itu adalah pulpen dengan tinta biru. Membuka buku itu mencari halaman dimana dia terakhir menulis dan mulai menulis lagi.

"Oh ya Tenza." Ucap Reina singkat, memanggil laki laki yang ada didepannya.

"Apa?" Sahut Tenza.

Sambil menulis Reina mengobrol dengan Tenza tapi apakah itu tidak mengganggu nya?

"Apa tujuan mu masuk ke sini?" Tutur perempuan itu dengan nada yang tampak serius tapi pandangannya tetap terpaku pada buku yang seadang dia tulis.

"Apa maksudmu?" Tenza tidak paham.

"Saat hari pertama masuk, kami semua di tanyakan Tujuan masuk ke Elikya, supaya kami bisa di bantu untuk meningkatkan skill kami. Dan aku menjawab ingin menjadi penulis. Kemudian aku di beri kelas sastra dan bahasa tambahan untuk menigkatkan skill menulisku."

Tenza menutup matanya dan kepalanya sedikit terangah ke atas. Tanpa sadar tangannya memegangi dagu berpose seperti orang yang sedang perfikir, Tenza sedang memikirkan tujuan nya masuk ke Elikya.

"Aku tidak tahu." Kata Tenza tetap menutup matanya menjawab dengan ringan.

Reina terlihat berhenti menulis. Mendengar perkataan Tenza, Reina tidak mengerti apa yang sudah dia dengar dari laki laki ini...

"Apa maksudmu?" Katanya dengan nada yang lebih serius lagi, akan tetapi Tenza gagal menanggapinya sehingga dia dengan ringan melanjutkan.

"Kau sudah tahu kan aku ini dari kalangan orang miskin. Saat aku lulus dari bangku SMP, aku tidak yakin apakah akan melanjutkan SMA. Tapi saat aku mendengar kabar bahwa Elikya mencari anak berpotensi untuk di bawa ke Elikya untuk belajar di sana dan semua biaya di tanggung pemerintah, aku langsung bersiap siap sebelum di adakan Test. Dan akhirnya aku disini."

"Sebaiknya kau mencari tujuan secepatnya." Ucap Reina lanjut menulis.

"Baiklah akan kupikirkan."

Sekarang Reina kembali menulis. Tenza mencoba membacanya beberapa kata tetapi agak sulit karena yang bisa Tenza lihat adalah susunan huruf yang terbalik.

"Reina." Sahut Tenza tetapi tidak mengetahui apa yang ingin dia perbincangkan.

"Apa?"

"Eh.. tidak jadi lanjut saja menulisnya."

***

"Bonjour...murid baru ya?"

Suara pintu tiba tiba terbuka memecahkan keheningan yang ada di kelas membuat Tenza sedikit terkejut. Terdengar suara laki-laki masuk. Dia mengatakan 'bonjour' yang artinya 'halo' dalam bahasa prancis.

Tenza menoleh ke arah sumber suara dan Reina tanpa menoleh mengetahui siapa oarang telah menghancurkan suasana sunyi kelas ini. Seorang laki laki, laki laki dengan rambut pirang yang sedikit berantakan, dengan kulit putih khas orang inggris, mengenakan seragam merah yang sama dengan yang Tenza kenakan.

Laki laki itu berjalan diantara kursi kosong tidak berpenghuni mendekati Tenza.

"Perkenalkan namaku Alex dari inggris." Laki laki itu menyodorkan tangannya untuk bersalaman.

"A..aku Tenza dari indonesia." Tenza membalas sodoran tangan kanan laki laki itu.

Kemudian setelah itu Alex berjalan menuju dimana tempat duduknya berada. Tempat duduknya berada di samping kanan Reina yang sedri tadi masih sedang menulis.

"Apakah belum selesai ceritanya?" Tanya Alex terhadap perempuan itu.

"Masih belum, sekitar setengah jalan cerita lagi."

"Masih lama ya?"

Reina hanya mengangguk menanggapinya.

"Dari tadi kau tidak berhenti menulis, apakah semua nya ada di dalam otakmu Reina?"

"Tidak semua, tapi aku sudah memikirkan jalan ceritanya cukup panjang sebelum datang ke sekolah."

"Oh ya Alex."

"Hmm?"

"Apa tujuanmu masuk ke Elikya?" Pertanyaan yang sama ditujuukan kepada Tenza beberapa puluh menit yang lalu.

"Reina sudah memberitahumu yah?...awalnya aku menjawab ingin mengoleksi semua Novel yang ada diseluruh dunia tapi mereka menolak membantuku, kemudian aku mengganti tujuanku menjadi penjual Novel yang dibuat oleh penulis di seluruh dunia, jika aku menjual seluruh novel, bukankah artinya aku dapat memiliki semua novel yang ada didunia ini?. Kemudian mereka memberiku kelas tambahan marketing dan semacamnya." Kata laki laki rambut pirang itu dengan nada yang membanggakan dirinya sendiri.

"Wahh begitukah? menjadi penjual novel ya? aku benar benar tidak bisa memikirkan hal sejauh itu." Kata Tenza tersenyum kecut.

***

Terdegar suara pintu kelas yang terbuka, Itu adalah guru.

"Ahh murid baru ya?"

Kata kata yang sering dia dengar hari ini dan guru itu adalah yang ke sembilan.

Memiliki tinggi badan yang cukup tinggi dan memiliki rambut pirang. Mengenakan seragam hitam.

"Siapa namamu?"

"T..Tenza pak."

"Ahh kalau tidak salah arti namamu adalah kegigihan. Kamu dari italia?" Tanya pria itu dengan lembut.

"B.bukan pak, saya dari indonesia." Jawab Tenza dengan cepat dan sedikit gagap.

"Oh begitukah?" Laki laki setengah baya itu menanggapi jawaban Tenza. Guru itu melipat sikunya, mengangkat kedua tangannya naik ke atas, disejajarkannya kedua tangannya terhadap dagunya, lalu...

'Pok..pok' Suara tepukan dari guru itu.

"Baiklah semuanya kembali ke tempat duduk kalian masing-masing, kita akan memulai pelajaran hari ini." Perintahnya sambil menatap kepada muridnya yang sedang berkumpul di dekat Tenza saat ini.

Semuanya berdiri lalu menyebar, berjalan kembali ke tempat kursi mereka masing masing, terkecuali Tenza

"Ada apa Tenza?" Tanya ramah dari guru dengan rambut pirang coklat, memecahkan Lamunan Tenza yang sudah terlalu dalam.

Sedari tadi guru itu menyaksikan Tenza yang tenggelam dalam lamunannya.

"Bukan apa apa pak." Tenza mengedip dan kesadarannya kembali secara tiba tiba, lalu menjawab pertanyaaan gurunya diiringi dengan menggelengkan kepala dan kedua tangannya.

Tenza menatap gurunya yang berdiri di depan kelas, wajahnya terlihat cukup ramah. 'Apakah sebelumnya aku pernah bertemu dengan guru itu?' Pikirnya yang masih berusaha untuk mencari tahu.

"Baiklah semua, karena ada murid baru di sini maka bapak akan mengulangi pelajaran kemarin."

"" baiklah pak."" Semuanya menjawab serentak seruan guru itu terkecuali Tenza.

Guru itu Menghidupkan layar monitor dengan remote yang sedari tadi dia bawa di dalam sakunya. Kemudian pria itu merendahkan tubuhnya, telapak tangannya ditaru di atas meja, menumpu tubuhnya yang tinggi dan salah satu tangan lainnya menggapai sebuah book tab yang sebelumnya ditaruh di kolong meja guru.

"Semuanya keluarkan book tab di kolong meja kalian." Kata Pria tinggi itu sambil membenarkan posisi berdirinya dan mendekapkan Book tabnya di antara dada dan perutnya.

Semuanya termasuk tenza mengeluarkan book tab yang ada di kolong meja mereka masing masing.

"Baiklah hari ini pelajarannya adalah fisika." Layar monitor sudah dihidupkan. Tiba tiba seseorang membuka pintu kelas memecahkan suasana belajar baru saja di mulai.

"Chad kau terlambat 10 menit." Ucap guru itu sambil menghela nafas terhadap muridnya yang baru saja datang.

Guru yang sedang menghadap kearah cahaya monitor itu langsung mengubah pandangannya dari book tab ke arah pintu kelas yang ada di samping kanannya lebih tepatnya menghadap anak laki laki yang berdiri disana, laki laki yang sedang menggenggam gagang pintu aluminium.

"...saya pak...tadi saya terpeleset...di lantai bawah." Jawabnya terbungkuk memberi alasan dengan terengah engah karena berlari menuju ke kelas.

"Kau terpeleset selama 10 menit?" Ucap guru itu menyilat alasan dari murid yang terlambat.

"Saya...pergi ke uks...sebentar untuk mengobati luka...akibat terjatuh tadi."

"Baiklah kembali ke tempat dudukmu."

"Baik...pak." Kata Chad menangggapi perintah gurunya.

Chad berjalan ke tempat duduknya dengan sedikit pincang. Tenza menebak bahwa tempat duduknya berada disamping kirinya ini, setidaknya begitu karena tempat duduk yang tersisa hanyalah yang ada di sampingnya ini.

"Lain kali jangan berlari ketika kakimu terluka!" Tutur guru itu memberi nasehat.

"Baiklah...pak."

"bsst...hai nama ku tenza." Katanya berbisik kepada teman barunya yang ke sepuluh.

Tenza berbisik dan mengulurkan tangan kanannya mengarah kepada anak laki laki berkulit hitam itu.

"..." Dia hanya terdiam dan tetap memandang monitor yang telah dihidupkan, mengabaikan bisikan Tenza.

"Hai namaku Tenza." Tenza mencobaa untuk berbisik lagi, barangkali dia tidak mendengar bisikan Tenza diruangan yang sunyi ini.

Anak berkulit hitam itu masih terdiam dengan tetap memandang monitor.

"Apa kau tidak mendengarku?"

"Berisik diam saja!" Jawab anak kulit hitam tersebut membentak dengan tidak ramah tanpa mengeluarkan suara yang lantang. Ditutupnya matanya, menampikan gigi giginya, mengekspresikan kekesalannya terhadap Tenza.

Tenza yang mendapat tanggapan dari anak itu terkejut membelalakan matanya dan menarik uluran tangan kanannya, nafasnya berhenti sejenak. Tenza mengubah hadapannya kembali kearah monitor.

***

"1 gelas es teh manisnya."

"Baik."

Pemuda yang sedikit lebih tua darinya, seorang penjual minuman itu menuangkan teh ke dalam gelas yang berisi es kemudian gelas itu diberikan kepada pelanggan barunya.

"Ini." Katanya sambil mengarahkan segelas teh dingin yang menyegar kehadapan Tenza.

"Terimakasih. Tidak perlu membayar?" Tenza menghampiri tangan penjual itu, berati hati agar tidak menjatuhkan teh yang amat menyegarkan ini, menundukan wajahnya melihat kedalam gelas yang berisi cairan berwarna merah sedikit pekat, lalu menengadah kepada pemuda itu menanyakan hal demikian.

"Ah tidak perlu." Kata penjual itu sambil menggelengkan tangannya.

"Sungguh?" Tanya Tenza menyipitkan matanya.

"Iya sungguh." Jawabnya singkat sambil menyilangkan tangannya dan mengangguk.

Tenza menganga, dia benar benar tidak percaya, bahwa teh yang menjadi minuman favoritnya ini adalah minuman gratis.

Tenza celingak celinguk melihat ke segala arah lalu kembali menatap penjual minuman teh yang ada dihadapannya ini.

"Sungguh?" Menanyakan hal yang sama sambil menyondongkan kepalanya.

"Kau anak baru disini ya?"

"Ah begitulah." Tanggap Tenza sambil tersenyum masam.

Penjual itu tersenyum juga menyambut senyuman dari Tenza dan mulai berbicara demi meyakinkan pelanggannya ini. Tetapi sebenarnya penjual itu dan pelanggannya tidak yakin apakah ini bisa disebut dengan pelanggan?

"Kau masih tidak percaya semua makanan dan minuman disini gratis ya? Tenang saja aku tidak berbohong."

"Baiklah aku percaya." Ucap Tenza mengangguk, Tenza mengatakan itu hanya untuk mengakhiri pembicaraannya dengan penjual minuman ini. Meninggalkan penjual itu dengan kepercayaannya terhadap semua ini dengan setengah setengah.

Tenza berjalan menjauh dari sana, matanya tidak berhenti diam mencari dimana teman temannya berada.

Tenza mencari teman temannya, matanya masih mencari kesana kesini, mencari diantara lautan manusia yang sedang menyantap makanannya dengan lahap.

Diantara lautan itu, Tenza melihat tangan yang melambai lambai diantara kerumunan ini, dia meruncingkan penglihatannya, yang melambai lambai itu adalah Alex dengan mie yang masih tergantung melambai lambai di bibirnya.

"Hanya mengambil teh saja?" Kata Nick, menyapa Tenza yang memegangi Gelasnya yang berisi minuman teh segar.

"Ya begitulah." Tenza mengangguk, Niklas menggeser makanannya dan badannya, memberikan ruang untuk tempatnya duduk.

"Kenapa?" Tanya Niklas, kembali menyantap Leipajuustonya, Itu merupakan pie yang terbuat susu sapi segar dan roti keju.

"Tidak ada alasan, hanya saja...kau tahukan? ini semua gratis." Kata Tenza menekankan nadanya diakhir kata.

"HMM...Kau ini orangnkhehk..ehkk ohkkk ohk." Alex tersedak, itulah akibatnya dari makan sambil berbicara.

Mie serta kuahnya keluar dari mulutnya, berterbangan diantara makanan makanan yang terhidang di atas meja. Terutama untuk niklas yang duduk berhadapan dengannya, beruntungnya dengan sigap dia mengangkat piringnya menjauhi Alex. Dan untuk Tenza, dia hanya menutup lubang di gelasnya dengan tangannya.

"Kau ini...hati hati kalau sedang makan, ini minumlah."

Alex meraih selembar tisu yang disediakan, menutup mulutnya dengan selembar tisu itu. Lalu mengambil selembar lagi untuk digunakan mengelap mulutnya.

"Kau ini...hati hati kalau sedang makan, ini minumlah."

Nick memberikan sebotol air mineral kepada Alex yang sedang tersedak akibat dari kecerobohannya berbicara sambil makan. Alex meminum air tersebut dan kemudian melanjutkan menyantap makanannya.

"Bukankah kemarin Nick sudah mengatakan sebelumnya? Kau ini benar benar ceroboh ya."

Alex terdiam dengan mienya yang sudah terangkat. Wajahnya sedikit kebingungan dengan kata kata dari Tenza.

"Kemarin aku tidak memakan Ramen."

"eh?"

'Tunggu ada yang aneh' pikir Tenza.

"Kau juga melihatnyakan? Ada banyak makanan khas dari negara lain yang berkumpul disini, akan sangat disayangkan jika kau tidak pernah mencicipinya. Ngomong ngomong kemarin aku memakan Boudin Blanc*."

'Ini hari pertamaku sekolah disini bukan?' Tanya Tenza dalam hatinya, dia merasakan sesuatu yang janggal tapi entah kenapa dia tidak menyadarinya.

"Tenza ada apa?" Tanya Alex sambil memegang garpu, Pertanyaannya telah mengeluarkan Tenza dari pirkirannya yang dalam.

"T,tidak ada apa apa." Tenza menggelengkan kepalanya.

"Oh ya, kata siapa Alex memakan ramen kemarin?" Tanya Niklas anak terpintar dikelasnya.

"Bukankah sudah jelas, Nick pasti kau yang mengatakannya kan?" Alex menuduh laki laki berambut pirang yang sama dengan dirinya.

"Untuk apa aku melakukan itu? sudah jelas tidak ada untungnya."

"Sudahlah tidak perlu dilanjutkan aku hanya sedang mengigau saja." Kata Tenza yang sedang melerai Alex dan Nick dan meminum tehnya yang tersisa sedikit lagi.

'Eh?' Tanya Tenza didalam hatinya.

'Bukannya aku sudah meminum ini dua kali?'

'Bukankah percakapan ini sudah pernah terjadi?' pikiran anak itu terpaku ketika dia menyadari sesuatu yang seharusnya sudah pernah dia alami.

'Tidak ini bukan Deja Vu.'

Tenza memegangi kepalanya. Sebuah rekaman kejadian memasuki kepalanya. Sebuah rekaman ketika dia bersama ketiga temannya kembali dari kantin ini, dan ketika Tenza melihat sebuah kelas yang dipagari hingga ke langit langit, sebuah rekaman yang mungkin seharusnya terjadi setelah ini. Tidak....

'Aku mengingatnya, benar Aku mengingatnya!' Teriakan Tenza yang berasal dari dalam hatinya.

'Bukankah kejadian ini pernah terjadi?'

"Tunggu, Sekarang tanggal berapa?" Tanya Tenza untuk memastikan apa yang dia pikirkan itu benar benar terjadi.

"Tanggal 20 bukan?"

"Tidak sekarang tanggal 21." Alex menjawab pertanyaan Tenza tetapi di benarkan oleh Niklas.

"Bukan tanggal 22?" Tanya Tenza.

"Tidak sekarang tanggal 21, Niklas benar." Jawab Nick dengan menggenggam smartphone yang hidup dan memastikan tanggal dari sana.

Sekarang ini Tenza dapat menyimpulkannya, sesuatu yang aneh telah terjadi hari ini. Dengan kepercayaan yang tinggi dan dengan sebuah rekaman kejadian yang muncul didalam kepalanya. Tenza menyimpulkan bahwa Waktu ini telah terulang kembali.

Untuk memastikan apa yang dipercayai oleh Tenza ini, ada sesuatu yang akan terjadi ketika bel masuk yang sebentar lagi akan kembali berbunyi.

"Sudah jam sepuluh."

Niklas memeriksa jam dari smartphonenya dan berdiri disusul oleh Nick dan Tenza yang telah selesai menghabiskan makanan dan minuman yang mereka ambil.

"Tunggu mienya belum Habis!!!"