webnovel

Elbara : Melts The Coldest Heart

"Gray describes my life before you come." Elbara Geofano Adalard Satu-satunya penguasa sekolah yang memiliki sifat dingin dan tidak tersentuh, kecuali pada Alvira, adik kesayangannya. Hari-harinya biasa saja, ditemani oleh kedua sahabatnya yang sangat konyol. Untuk menghadirkan senyum saja ia tidak minat, tapi banyak sekali cewek yang mengincar hatinya termasuk Priska Andini Adibanyu. Sampai seorang cewek yang lugu dan memiliki rasa penasaran yang tinggi mulai masuk ke dalam kehidupannya. Satu-satunya cewek yang berhasil membuka akses untuk masuk kedalam kehidupannya lebih jauh. Entah apa yang spesial dari cewek itu, sampai sekarang ia tidak tau apa yang menjadi alasan dirinya berprilaku berbeda hanya pada cewek itu. Namanya Venusa Angelica.

zakiasyafira · Sci-fi
Peringkat tidak cukup
364 Chs

Perkenalkan, Dia Elbara

Suara knalpot motor terdengar memenuhi area parkiran yang langsung saja menyita banyak perhatian para murid di SMA Adalard, seolah-olah itu yang memang satu sekolah tunggu-tunggu di pagi hari yang sangat cerah ini.

Banyak para cewek yang memekik dengan tatapan memuja melihat siapa yang sudah datang pagi ini, seperti penyemangat mereka di pagi hari yang tak pernah sama sekali terdengar membosankan.

"ELBARA! FIX KADAR GANTENG LO GAK PERNAH LUNTUR, KAYAKNYA GUE CINTA MATI DEH SAMA LO DAN LO HARUS TANGGUNG JAWAB!"

Namanya Elbara Geofano Adalard, panggil saja El karena itu terdengar lebih simpel. Cowok yang hobi sekali menunjukkan motor besar kesayangannya, yang tentu saja sangat menawan seperti sang pemilik yang rupawan.

Sebut saja dirinya sebagai pemegang kendali atas sekolah ini, karena ia adalah cucu kesayangan pemilik SMA Adalard. Sosok yang terkesan dingin dan cuek terhadap lingkungan sekitar, justru menjadi poin plus dari ketampanannya saat ini dan mampu memikat banyak hati kaum lawan jenisnya. Semakin ia dingin, semakin gencar para cewek mendekati dirinya. Katanya sih yang dingin lebih menantang untuk dimiliki.

El tidak menghiraukan pekikan cewek yang meneriaki dirinya tadi, seolah-olah tidak memiliki urat malu. Ia cukup fokus membuka helm dari kepalanya lalu menaruhnya pada kaca spion. Tidak ada sebuah senyuman pagi yang di harapkan banyak orang untuk dirinya, yang ada hanya tatapan dingin dan datar menyeruak kental keluar dari tubuhnya.

Ia menyampirkan tasnya di salah satu bahu, lalu mulai berjalan melewati barisan murid yang dengan tidak ada kerjaan berdiri berjajar di tepi parkiran sekolah hanya untuk melihat kedatangan dirinya. Padahal ia hanya cowok biasa, tidak ada keren-kerennya.

"Kak! Kak Bara, yuhuuuuuu!"

Langkah El terhenti kala mendengar suara melengking yang satu-satunya ia izinkan untuk memanggil namanya dengan sebutan 'Bara' bukan 'El' seperti panggilan pada umumnya, cewek dengan pita merah jambu di kepalanya itu kini terlihat berlari heboh ke arahnya sampai pada akhirnya sudah berdiri tepat di hadapannya.

"Bekal kakak ketinggalan di rumah, kata Mommy aku harus mengantarkannya untuk kakak. Aku pikir Kak Bara sudah datang daritadi, tapi ternyata sama aja kayak hari-hari sebelumnya, selalu datang 10 menit sebelum bel masuk berbunyi. Kak Bara kemana saja sih kalau pagi-pagi?" ucap cewek itu dengan satu hembusan napas sambil menyodorkan kotak makan ke hadapan El dengan sorot mata sebal, bayangkan saja pagi hari sudah berlari-larian jadi keringatan.

El mengambil kotak makan tersebut, lalu memasukkannya ke dalam tas tanpa mengucapkan atau menjawab pertanyaan sedikit pun untuk cewek di hadapannya ini. Terlalu bawel, ya memang seperti itu menurutnya.

Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka dengan sorot mata sangat iri. Memangnya siapa yang tidak ingin berada di posisi Alvira Fatyana Adalard yang bernotabene sebagai adik kandung dari Elbara? cewek cerewet dan banyak tingkah itu merupakan ciri khasnya, sangat berbanding terbalik dengan sifat El. Satu-satunya cewek yang bisa setiap hari bisa bertemu dengan seorang El dan bebas bertingkah seperti apapun bersama cowok itu. Sangat membuat envy para cewek-cewek yang sekarang menatap mupeng menyaksikan kedekatan mereka.

"Kak Bara, jawab ih... masa aku di cuekin sih kayak cucian kering." ucap Alvira dengan sebal, ia mengguncang lengan El dengan kuat.

Lagi-lagi El bergeming.

"Yasudah kalau begitu aku nangis aja dan mogok makan mulai detik ini kalau Kakak gak mau balas ucapan aku!" ucap Alvira sambil menampilkan wajah sedihnya, tentu saja di buat-buat karena ia tahu kelemahan kakaknya itu ada di dalam dirinya --dalam artian El tidak ingin Alvira kenapa-kenapa--. Ia hanya ingin tau rutinitas pagi El yang membuat cowok itu selalu datang telat, itu saja.

"Gue ke kelas dulu." ucap El sambil mencium puncak kepala Alvira dengan sayang --masih enggan menanggapi pertanyaan Alvira sebelumnya--. Setelah itu ia meninggalkan sang adik yang kini sedang menekuk senyumnya, tanpa mempedulikan pekikan tertahan dari banyak cewek yang menyaksikan kejadian tersebut karena ingin merasakan kecupan El juga di puncak kepalanya mereka masing-masing.

El benar-benar tidak bermaksud ingin membuat mereka iri, ia hanya bertindak seperti seorang kakak pada umumnya. Ya tapi ia juga tidak peduli dengan itu semua, yang penting bersikap apa adanya tanpa di buat-buat.

Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas bertuliskan 12 IPS 2, dan langsung di suguhkan oleh tingkah para sahabatnya yang benar-benar di luar kepala.

"KALAU BAGINDA MENGIZINKAN, SAYA INGIN MENIKAHI PUTRI SARI SAAT INI JUGA." ucap Mario dengan sangat lantang, mendalami peran sebagai cowok biasa tanpa kekayaan.

Entah apa yang sedang mereka lakukan, namun berhasil mengundang perhatian beberapa orang yang berlalu lalang dan berhenti untuk sekedar mengintip dan menyimak.

"Bego lo ya? mana ada Putri namanya Sari. Kampungan banget, ganti ganti!" Kali ini, Reza berlagak seperti sutradara yang merasa tidak puas dengan pemainnya yang terlalu tidak pantas menamai salah satu pemerannya.

El hanya menatap mereka dengan datar. Selalu saja, setiap tidak ada pengawasan guru pasti para sahabatnya langsung meluncurkan aksi membuka acara teater dadakan, katanya sih untuk latihan saat acara kelulusan telah tiba. Tapi ayolah, pagi hari yang seharusnya di isi oleh kicauan burung telah dirusak begitu saja oleh suara sumbang mereka yang sangat bobrok itu.

Ia duduk di bangku yang tidak boleh ada siapapun yang menempatinya, termasuk para sahabatnya. Pernah sekali Mario dengan sangat penasaran memberi alasan kepada dirinya dengan embel-embel 'Bu Victor suruh gue pindah ke bangku lo, jadi kita tukeran.' Namun usahanya gagal dan berakhir dengan amukan El yang menatap dirinya dengan sangat tajam. Ah ia yakin Mario kapok saat itu juga dan berhenti untuk mencoba-coba duduk di sampingnya.

El mengambil earphone dari dalam saku celana dan langsung memilih acak lagu, lalu menyumpal kedua telinganya dengan benda tersebut. Ia melipat kedua tangannya di atas meja, lalu menenggelamkan kepalanya disana.

Masuk kedua mimpi adalah hal yang paling nikmat sedunia, apalagi sambil mendengarkan alunan lagu yang memenuhi indra pendengarannya. Saat ini, ia hanya perlu tertidur.

Beberapa menit kemudian ...

"ELBARAAA!!"

"Aduh sakit." El langsung membuka kedua matanya saat merasakan telinganya ditarik oleh seseorang. Ia tau siapa pelakunya, langsung saja dirinya melepas earphone yang menggantung di telinga dan menyimpannya pada laci meja.

"Bisa-bisanya ya kamu bukannya tadarus malah tertidur nyenyak di kelas, bagus..."

El menyapu pandangannya menatap murid-murid yang secara ajaib sudah duduk rapih di kursi mereka, begitu juga dengan Mario dan Reza. "Maaf, Bu Victor." ucapnya dengan tatapan yang masih datar, padahal menurut saksi seantero sekolah, jeweran telinga guru satu ini sangat terasa sakit. Tapi bagi El, ini terasa biasa saja.

"Maaf, maaf! cepat buka Al-Qur'an kamu." ucap Bu Victor sambil melepaskan tarikan tangannya pada telinga El. Ia sama sekali tidak peduli jika mendapatkan teguran dari Nyonya Adalard karena dengan beraninya telah menjewer cucu kesayangan. Baginya, menegakkan peraturan akan tetap berlaku bagi setiap murid dan tidak memandang latar belakang mereka.

El kembali duduk, kursinya yang berada paling belakang di sudut ruangan, sendirian, adalah hal yang paling nikmat selama ia bersekolah disini.

"Beruntung gak copot kuping lo, El." ucap Mario yang kini sudah memutar tubuhnya ke arah El. Ia sedikit mengulum senyum meledek karena kini otaknya sedang memutar ekspresi datar laki-laki dingin ini saat dijewer oleh Bu Victor, saking datarnya malah ingin menghadirkan gelak tawa.

El memutar bola matanya, lalu membuka halaman Al-Qur'an yang tadi di beritahukan oleh pembimbing keagamaan di speaker kelas. "Bacot." gumamnya tanpa ekspresi.

"Astaga El, ini baru mau mulai ngaji loh. Tapi lo udah ngomong kasar aja, istighfar sialan." ucap Reza yang ikutan menghadap ke arah El sambil mengelus-elus dada dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Lo sarap, lo juga tuh ngomong kotor."

"MARIO, REZA, ELBARA! BACA AL-QURAN, BUKAN MERUMPI SEPERTI ITU!!" ucap Bu Victor dengan nada lantang. Ia menatap ketiga cowok yang berada di deretan paling belakang dengan ganas, memang mereka komplotan yang paling susah untuk di atur.

"Ibu ketua ngomel tuh." ucap Mario sambil terkekeh.

"Biar cepet keriput, kan nanti jadi lama dandannya. Nah terus telat masuk sekolah, kita bebas deh!"

El hanya menatap datar kedua sahabatnya itu yang kini sudah mengubah arah duduknya seperti semula. Ia lalu menundukkan kepalanya lalu mulai membaca tiap ayat dengan khusyuk, bahkan ia tidak sadar jika kini satu kelas menjadi terfokus ke arahnya sampai kegiatan tadarus selesai.

"Omg! My baby honey sweety selalu bisa buat gue meleleh astaga kayaknya gue mau pingsan deh, tolong dong air!!!"

El menoleh ke arah salah satu cewek yang kini tengah mengibas-ngibaskan wajahnya dengan tangan sambil dibantu kedua temannya untuk meminum air mineral, dia satu-satunya cewek yang paling heboh saat termakan pesonanya.

Seluruh sekolah juga tau siapa cewek itu. Namanya Priska Andini. Cewek heboh yang gencar ingin memiliki El sepenuhnya, bahkan ia tidak peduli jika cowok itu selalu mencampakkan dirinya di depan umum. Malu sih, tapi ia sudah terlanjur cinta. Siapapun yang berani mendekati El secara terang-terangan, berarti sama saja mengibarkan bendera perang padanya.

"Nenek lampir noh urusin, lebay banget. Apaan lagi pakai acara my baby honey sweety, my baby mah merk bedak bayi."

El menatap ke arah Reza yang kini tengah bergidik ngeri melihat ke arah Priska.

"Sorry, buat lo aja." ucap El sambil kembali pada aktifitasnya. Menaruh kembali Al-Qur'an di laci mejanya, lalu mengeluarkan buku pelajaran dan juga tempat pensil yang selalu ditata rapih oleh Alvira, adik yang sangat pengertian. Ia bukan tipe cowok pemalas dan suka sekali bolos pelajaran. Ia memang dingin, cuek, bahkan suka sekali datang telat --ya walau tidak terlalu telat sih tapi sama saja--, namun yang terpenting untuk soal pelajaran baginya itu nomor satu di sekolah.

"Amit-amit gue punya cewek kayak dia." ucap Reza sambil mengetuk-ngetuk kepalan tangannya ke kening dan meja secara bergantian.

Mario terkekeh kecil, lalu mempunyai sedikit saran menarik. "Nih ya gue pikir-pikir, Priska cocok deh sama Reza. Gue dukung kalau bener jadian. Iya gak, El?"

"Hm."

...

Next chapter