webnovel

Masalah Qita

Setelah selesai menutup Cafe, Arya membersihkan meja-meja bersama dengan Qita. Mereka tidak banyak berbicara saat melakukan tugas mereka.

Arya mengintip ke arah Qita di sela-sela berkerja. Saat ini Qita tengah mengenakan pakaian yang baru saja dibawakan oleh Ageha. Menurut perkataannya, baju itu dia dapatkan dari temannya. Meskipun itu adalah baju bekas, tapi baju itu masih terlihat sangat bagus dan mahal. Siapapun pemilik sebelumnya, dia pasti sudah merawat pakaian itu dengan sangat baik.

Qita kemudian menyadari tatapan Arya yang mengarah pada dirinya, tapi dia hanya mengabaikan Arya dan kembali melanjutkan perkerjaannya. Suasana canggung masih menyelimuti mereka berdua, padahal sudah beberapa hari mereka tinggal bersama.

Mungkin hal tersebut juga disebabkan oleh Arya yang tidak pbanyak mengobrol dengannya selama ini. Saat ini, dia malah lebih dekat dengan Ageha yang tidur di lantai yang sama dengannya. Qita nampaknya sudah bisa tidur terpisah dari Ageha, meski menurut penuturan dari Ageha, dia masih suka mengingau tentang kedua orang tuanya.

Arya merasa bersalah, karena dirinya tidak bisa membantu Qita untuk menyelesaikan masalahnya yang satu ini. Sejujurnya dirinya butuh waktu yang cukup lama, sebelum dirinya bisa tidur dengan nyenyak dan tidak bermimpi buruk tentang ibunya.

Menurut pengalamannya, Qita mungkin baru bisa tidur dengan tenang, setelah berbulan-bulan berlalu atau setidaknya setelah dia bisa menerima kepergian dari kedua orang tuanya. Setiap orang berbeda-beda, jadi Arya berharap bahwa Qita bisa jauh lebih baik dari pada dirinya sendiri yang terkadang masih dihantui oleh kematian Ibunya.

Qita masih belum mengetahui kabar orang tuanya yang sebenarnya. Mereka hanya berasal bahwa mereka belum menemukan informasi tentang orang tuanya saat dirinya bertanya tentang kedua orang tuanya.

"Arya, Qita! Makan malam sudah siap!"

Suara Ageha memanggil mereka dari arah dapur. Arya dan Qita segera menyudahi perkerjaan mereka, lalu bergerak menuju dapur. Meskipun tujuan mereka sama, tapi sudah jelas jika Qita menjaga jarak dari Arya.

Sejujurnya Arya merasa sangat aneh dengan hal tersebut. Kenapa Qita menjauhkan diri darinya? Mereka hanya jarang berbicara, jadi tak seharusnya dia menjauh seperti itu.

Saat duduk di dapurpun, Qita dengan sengaja memilih kursi yang terjauh dari tempat Arya duduk. Tentu saja bukan hanya Arya yang menyadari hal tersebut, melainkan mereka semua bisa melihat hal itu dengan jelas.

"Apakah kau melakukan sesuatu hingga membuatnya menjauh darimu?"

Meister berbisik ke telinga Arya.

"Aku tidak tahu!"

Arya tidak bisa menemukan satupun alasan kenapa Qita menjauh dari dirinya, selain karena mereka jarang berbicara. Sebetulnya Qita juga menjauhkan dirinya dari Roy, tapi semua orang tahu bahwa dia melakukan itu, karena gadis kecil itu takut dengan Roy yang memiliki tubuh berkali-kali lebih besar dari pada tubuhnya. Roy merasa sedikit tersakiri karena hal tersebut, tapi dia tidak bisa melakukan apapun mengenai penampilannya. Bahkan jika dia mencoba tersenyum dan bersikap ramah, dia malah membuat Qita semakin takut dengannya.

Alasan yang sama tidak mungkin berlaku pada Arya. Meskipun dia sama-sama pendiam seperti Roy, tapi Arya tidak memiliki tubuh sebesar dirinya dan wajahnya juga tidak menakutkan, malahan wajahnya masih terbilang tampan.

"Nah, Qita! Katakan yang sejujurnya! Apa yang telah dilakukan oleh si Playboy ini pada dirimu!?"

"Aku bukan Playboy!"

Arya memprotes dengan cepat perkataan seenaknya Meister. Dia bahkan belum pernah memiliki kekasih ataupun menggoda lawan jenisnya, jadi mana mungkin dia bisa dianggap sebagai playboy. Malahan Meister jauh lebih terlihat seperti seorang playboy di masa lalunya.

Qita nampak kebingungan dengan pertanyaan tiba-tiba dari Meister. Di lihat dari reaksinya, sepertinya ini bukanlah kesalahan Arya yang menyebabkan Qita menjauhkan dirinya dari pemuda yang telah menolongnya itu.

"Tidak perlu takut! Jika dia sampai melakukan sesuatu padamu! Aku akan dengan senang hati membalas perbuatannya untukmu!"

"Apakah kau masih dendam dengan masalah dompetmu waktu itu?!"

Hanya alasan itu saja yang bisa dipikirkan oleh Arya tentang alasan kenapa Meister saat ini nampak sangat bernafsu untuk menghabisi Arya.

"Apa kau pikir dendam seorang pria bisa menghilang begitu saja!"

Sepertinya tebakan Arya memang benar. Meskipun Meister sudah sangat tua, tapi dirinya bisa bersikap sangat kekanakan. Apa mungkin usia tuanya yang membuat dirinya menjadi kekanakan seperti ini.

Arya hanya mengabaikan perkataannya dan menatap Qita untuk menunggunya memberikan jawaban atas pertanyaan Meister.

"Ada apa, Qita? Kau bisa menghiraukan pertanyaan si pria tua tak tahu malu itu, jika kau bermasalah dengan pertanyaannya!"

Ageha bertanya pada Qita sambil meletakan piring-piring yang berisi masakan yang baru saja dia buat. Arya sudah dapat mencium bau masakan dari Ageha saat berada di luar dapur, tapi nafsu makannya tetap bertambah besar saat dirinya melihat secara langsung masakan itu di depan matanya seperti ini.

Seakan melupakan pertanyaan Meister sebelumnya, dia segera mengambil piringnya, lalu mengambil masakan dari piring yang dibawa oleh Ageha untuk dipindahkan ke piringnya sendiri. Jika Qita masih tidak ingin mengatakan apapun, Arya tidak akan memaksanya. Sepertinya masih perlu waktu sebelum Qita bisa terbuka dengan mereka.

"Tidak... bukan begitu..."

Saat Arya sedang menyendok masakan Ageha, tiba-tiba saja Qita mengeluarkan suaranya. Tangan Arya seketika itu berhenti, dia kemudian melihat ke arah kita untuk melihat ekspresi wajahnya. Dia menampilkan ekspresi wajah yang terlihat sangat tidak nyaman.

"Ada apa? Apa Aku melakukan sesuatu?"

"Hmmm... tidak... Kakak, tidak melakukan.... apapun!"

Meksipun dia mengatakan itu dengan suara yang sangat kecil, tapi dengan jawaban itu, maka sudah jelas bahwa masalahnya bukan berada di Arya.

"Lalu ada apa? Apa ada yang tidak enak dengan tubuhmu?"

Ageha bertanya dengan suara yang lembut. Qita segera menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan itu.

"Tidak... Aku baik-baik saja!"

Jika jawabannya seperti itu, Arya bisa memikirkan satu hal yang mungkin membebani dirinya. Ini pasti tentang keadaan orang tuanya.

Arya dan Meister saling berpandangan Sepertinya Meister juga memikirkan hal yang sama dengan Arya. Saat dirinya berganti menatap Roy, pria besar itu juga nampak memikirkan hal yang sama dengannya.

"Begitukah... kalau begitu, lebih baik kau makan dulu! Kau pasti sudah lapar, kan?"

Sepertinya Ageha juga memikirkan hal yang sama dengan mereka, makanya dia mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.

Ageha menyendokan nasi, lalu menaruh potongan sayap ayam ke piringnya. Dia juga tak lupa menambahkan sayur pada piring gadis itu. Melihat pemandangan itu, Ageha dan Qita nampak seperti kakak dan adik.

Arya dan Roy kurang lebih juga memiliki hubungan yang sama dengan mereka berdua. Hanya saja yang membawa Arya ke sini adalah Ageha, sedangkan Qita dibawa ke sini olehnya. Jika dilihat dengan cara itu, hubungan mereka jadi cukup rumit.

Qita yang sudah mendapatkan bagian dari makan malamnya tepat di depan matanya hanya melihat ke piring di hadapannya tanpa mencoba untuk menyentuhnya.

"Anu..."

"Hn, ada apa?"

"Apakah Aku boleh bertanya?"

Ageha sempat menahan nafas saat Qita mengatakan hal tersebut. Meskipun Ageha belum mendengar apa pertanyaan yang ingin dia tanyakan, tapi dirinya sudah tahu apa yang ingin ditanyakan oleh gadis kecil itu. Setelah menghela nafas, dia menyiapkan dirinya untuk menerima pertanyaan dari gadis itu.

"Ya, memangnya ada apa?"

Ageha tersenyum saat menanyakan itu.

"Apa yang sebetulnya terjadi pada orang tuaku?! Kalian pasti sudah tahu tentang keadaan orang tuaku yang sebenarnya, kan?!"

Sepertinya tidak sulit untuk menebak bahwa mereka memang sedang menyembunyikan sesuatu darinya.

Nafas Ageha sempat terhenti saat dia mendengar pertanyaan Qita, dia lalu melihat ke arah teman-temannya yang lain. Arya hanya terdiam, begitu juga dengan Roy. Hanya Meister yang nampak seperti menyiapkan dirinya untuk mengatakan sesuatu. Ageha merasa firasat yang buruk saat melihat ekspesi wajah Meister.

"Kedua orang tuamu sudah meninggal dunia! Mereka telah dibunuh di malam yang sama saat kau melarikan diri!"

Sebelum Ageha dapat menghentikan Meister mengatakan sesuatu, Meister sudah mengeluarkan suara terlebih dahulu. Dia mengatakan kebenarannya selancar dirinya bernafas.

QIta yang mendengar kabar itu jelas tidak menanggapinya dengan baik. Air mata menumpuk di matanya, dia kemudian berlari ke luar dari dapur tanpa menyentuh makan malamnya sedikitpun. Dari suara langkah kakinya, dia sepertinya berlari menuju lantai atas, kemungkinan besar ke kamarnya. Karena dirinya tidak berlari keluar dari Cafe, maka tidak ada orang yang mengejarnya.

Mereka tidak perlu takut Qita akan lari dari jendela kamarnya, karena setiap jendela di lantai atas sudah dipasang teralis besi agar tempat ini aman. Dengan tubuhnya yang kecil, meskipun dia bukanlah manusia biasa, dia tidak akan mungkin bisa menghancurkan teralis itu tanpa disadari oleh mereka. Terutama oleh Arya memiliki pendengar yang sangat tajam.

"Meister! Kau tidak perlu mengatakannya secara terang-terangan seperti itu!"

"Memangnya kenapa?! Meskipun Aku mengatakannya dengan nada sedih, hasilnya tetap sama saja!"

"Meski begitu, ada cara dan waktu yang lebih baik untuk mengatakannya!?"

"Memangnya sampai kapan kau akan menunggu untuk melakukan cara itu?! Kau seharusnya bisa mengatakannya sejak lama, jika memang ada cara untuk mengatakannya dengan lebih baik!"

Ageha tidak bisa membalas perkataan tegas dari Meister. Meskipun pria tua itu biasanya suka bercanda, tapi saat dirinya sedang serius, maka dia akan mengatakan hal-hal yang benar dan tidak dapat disangkal.

Meister kemudian menatap Arya yang masih terdiam di kursinya.

"Seharusnya ini adalah tugasmu, Arya! Kau berhutang padaku, karena telah melakukan tugas berat yang seharusnya kau lakukan!"

"Maaf... dan terima kasih!"

Arya hanya bisa mengatakan hal tersebut. Dia tidak bisa menyalahkan Meister, karena telah memberitahukan kebenaran kejam pada Qita. Pada akhirnya Qita pasti akan menemukan kebenarannya, jadi cepat atau lambat, mereka akan berhadapan dengan situasi seperti ini.

Saat ini, pasti berita kematian orang tuanya sedang membebani pikirannya. Meskipun masalah yang dihadapi oleh Qita belum selesai satupun, tapi dirinya harus mendapatkan berita kematian orang tuanya. Sekarang beban di dalam tubuh kecilnya pasti terasa sangat berat.

Mungkin itu juga adalah salahnya sendiri, karena telah menanyakan hal yang seharusnya tidak dia tanyakan.

"Apakah kau akan pergi memeriksa dirinya, Ageha?"

Ageha adalah orang yang nampak paling khawatir di antara mereka semua. Ageha adalah satu-satu yang memiliki kelamin yang sama dengan Qita, jadi dia mungkin bisa merasakan apa yang tidak dirasakan oleh Arya dan yang lainnya.

"Kau sendiri bagaimana, Arya?"

Tapi bukannya menjawab pertanyaan Arya, dia malah bertanya balik pada Arya.

"Sejujurnya Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan padanya, jika Aku menyusulnya... seperti yang kau tahu, Aku tidak pandai dengan kata-kata!"

"Kau benar... kurasa Aku akan memeriksanya... saat-saat seperti ini, kurasa adalah saat-saat dimana dia harus memiliki seseorang untuk menemaninya!"

Setelah mengatakan itu, Ageha membawa piringnya dan piring Qita. Sepertinya dia akan makan malam bersama Qita di kamar gadis itu.

3 orang pria yang masih tersisa di dapur memutuskan untuk melanjutkan makan malam mereka. Meskipun dengan suasana canggung di sekitar mereka.

Mereka hanya bisa berharap bahwa masalah yang menimpa Qita bisa cepat selesai. Meski nampaknya hal tersebut tidak akan semudah itu terselesaikan, seperti saat memanjatkan doa.