webnovel

Masa lalu Ageha (1)

"Aku memiliki Ayah yang adalah seorang manusia biasa dan Ibu yang adalah peri angin!"

Kata Ageha sambil memasang wajah rumit. Sepertinya dia memiliki banyak pemikiran saat dia mengatakan hal tersebut.

Arya mengingat kembali di hari pertama kali dirinya datang ke Cafe Heaven's Eden. Karena itu sudah setahun yang lalu, jadi Arya tidak begitu mengingat apa saja yang mereka bicarakan waktu itu, tapi Arya ingat jika Ageha tidak setuju dengan yang namanya perkawinan silang atau semacamnya. Apakah hal itu ada hubungannya dengan kisah masa lalunya?

"Aku akan menceritakan masa laluku padamu sekali ini saja, jadi lebih baik kau memperhatikannya baik-baik!"

Ageha berkata pada Arya sambil memberikan senyuman lemah.

"Kenapa kau mau menceritakannya padaku?"

Bukannya mengangguk setuju seperti biasanya, Arya kali ini malah bertanya pada Ageha. Sejujurnya Arya tidak masalah jika tidak mendengar masa lalu Ageha, jika hal itu hanya akan menyakitinya. Tapi dia juga akan mendengarkannya baik-baik, jika Ageha memaksanya untuk mendengarkan.

"Kau sudah mendengar kisah masa lalu Roy, kan?"

"Ya, saat latihan dulu... memangnya kenapa?"

"Roy sudah menceritakan masa lalunya padamu, kami semua juga sudah mengetahui masa lalumu, jadi jika hanya Aku yang menutupi kisah masa laluku... kurasa itu sedikit tidak adil... jadi Aku memutuskan untuk menceritakannya hari ini!"

"Kenapa hari ini?"

Arya tidak memiliki niat buruk apapun saat menanyakan hal itu, dia hanya murni penasaran. Jika dia benar-benar berpikir seperti itu, seharusnya dia sudah bisa melakukannya sejak lama. Ada banyak kesempatan dimana Ageha bisa menceritakan masa lalunya pada Arya sendirian, jadi kenapa dia memilih hari ini untuk mengatakannya.

"Kenapa, ya? Aku sendiri tidak tahu... mungkin itu karena Aku terlalu takut untuk menceritakannya padamu!"

"Takut? Padaku?"

"Hmnn... bukan padamu, tapi pada masa laluku sendiri! Aku takut masa laluku akan menghantui diriku lagi, setelah sekian lama!"

Arya hanya mendengarkan perkataan Ageha dalam diam tanpa mengalihkan pandangannya dari Ageha.

"Karena ketakutan itulah yang membuatku tidak siap untuk menceritakannya hingga hari ini! Bahkan saat ini Aku masih takut menceritakannya padamu, meskipun Aku sudah mempersiapkan diri!"

"Begitukah... kurasa itu bukan salahmu, setiap orang memiliki ketakutan mereka masing-masing!"

"Meski begitu... Aku tetap harus bisa menghadapi masa laluku... Aku tidak ingin terus terjerat oleh masa lalu ini!"

Arya dapat melihat ketetapan hati yang dimiliki oleh Ageha dari kedua matanya.

"Jika kau bertanya apa alasannya, maka jawabannya hanyalah satu... Aku ingin Qita juga melakukan hal yang sama denganku, Aku ingin dia juga menghadapi masa lalunya... apa yang terjadi pada orang tuanya dan hari-harinya bersama kita akan menjadi masa lalu, jadi Aku ingin dirinya menjadikan semua hal yang buruk yang terjadi padanya sebagai bagian dari masa lalunya... jadi Aku juga berencana menceritakan masa laluku ini padanya nanti malam!"

"Begitukah..."

Ageha masih memberikan senyuman yang nampak lemah dan memiliki kesedihan, tapi Arya juga melihat tekad di dalam senyuman itu.

"Jadi apakah kau sudah siap mendengarkan masa laluku?"

Kali ini Arya menganggukan kepalanya tanpa mengatakan apapun. Ageha segera memulai ceritanya saat melihat hal tersebut.

"Ayahku bernama Jonathan Suhendar, sedangkan Ibuku bernama Fleur Fee.... Aku tidak tahu bagaimana mereka bertemu dan bagaimana mereka bisa jatuh cinta, tapi yang jelas mereka telah menikah dan menciptakan diriku sebagai hasilnya!"

Ini adalah kisah saat Ageha Fee berumur 5 tahun. Dia selalu hidup layaknya anak-anak manusia biasa pada umumnya. Tidak ada hal yang aneh dengan dirinya, selain ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar untuk ukuran anak seusianya.

Meskipun kedua orang tuanya memiliki tinggi badan rata-rata orang dewasa, tapi tak ada yang merasa aneh dengan ukuran Ageha yang lebih kecil tersebut. Setiap orang memiliki ukuran tubuh yang berbeda-beda, jadi wajar bila Ageha lebih kecil atau lebih besar dari anak seusianya. Ukuran tubuhnya masih terbilang normal.

Ageha kecil tidak pernah mengetahui bahwa dirinya sebenarnya bukanlah manusia biasa, dia hanya setengah manusia. Di dalam tubuhnya mengalir darah peri yang membuat tubuhnya menjadi lebih lambat untuk berkembang dari pada manusia biasa.

Fakta tersebut hanya diketahui oleh Ibunya. Ya, Ayahnya juga tidak mengetahui bahwa wanita yang dia nikahi sebetulnya adalah peri. Dia hanya jatuh cinta pada penampilan yang dimiliki oleh Fleur saat pertama kali bertemu, lalu terus mendekatinya tanpa lelah ataupun mengeluh, sampai akhirnya Fleur mau menerima cintanya. Jadi dia tidak pernah mengetahui rahasia yang dimiliki oleh Fleur.

Ibunya sendiri merahasiakan hal tersebut dari orang yang dia nikahi, karena dia tahu jika suaminya itu mengetahui rahasia tersebut, maka dia akan menjauh dari dirinya. Ya, benar. Meskipun mereka sudah menikah, tapi Fleur tidak pernah sekalipun menaruh kepercayaan bahwa dia akan menerima dirinya apa adanya.

Mungkin alasan mengapa dia mau menikah dengan suaminya saat ini, bukanlah karena cinta, tapi karena dia ingin dicintai oleh orang lain. Fleur sudah terlalu lama hidup sendirian, meskipun dia memiliki teman, tapi dia tidak pernah membuka dirinya pada teman-temannya. Jadi Fleur tidak bisa mengatakan bahwa mereka benar-benar adalah teman-temannya.

Sedangkan semua anggota keluarga milik Fleur sudah meninggal dunia, karena dibunuh oleh orang-orang misterius. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Saat dia pulang dari tempat persembunyian rahasianya, karena dia bertengkar dengan kedua orang tuanya, dia menemukan semua anggota keluarganya sudah tidak bernyawa lagi.

Mereka semua tergeletak di lantai tanpa menghembuskan nafas. Meskipun Fleur tidak melihat adanya darah yang berceceran di manapun, tapi entah mengapa mereka semua sudah tidak bernyawa lagi. Ayah, Ibu, Kedua kakek dan neneknya, lalu kakak-kakaknya. Mereka semua sudah tidak bisa bergerak lagi.

Meskipun Fleur menjerit, menangis, menguncang tubuh mereka, memanggil nama mereka. Apapun yang dia lakukan, dia tidak bisa membuat mereka menggerakan tubuh mereka sendiri atau membuka mata mereka.

Kejadian itu terjadi saat dia berusia 10 tahun dan dia menuliskan kejadian tersebut dengan lengkap di dalam diari miliknya. Ageha tidak tahu alasan kenapa dia melakukan hal tersebut. Apakah itu untuk menutupi kesedihannya atau untuk membuat dirinya tetap ingat dengan keluarganya? Ageha tidak pernah menemukan jawabannya, bahkan sampai saat ini.

Ibunya hanya memberikan diari itu padanya dan Ageha hanya boleh membukanya saat dirinya sedang kesepian saat sudah dewasa nanti. Ageha hanya menganggukan kepalanya saat menerima diari tersebut tanpa menanyakan apapun, karena otak anak-anaknya masih tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Ibunya.

Ageha yang ingin menjadi anak yang baik untuk Ibunya, hanya akan menuruti perkataan Ibunya. Jika dia tidak boleh membaca diari Ibunya hingga dewasa nanti, maka dirinya tidak akan membacanya. Jika dia hanya diperbolehkan membacanya saat dia kesepian, maka dia hanya akan menjadi saat dia merasa kesepian. Hanya itu saja yang perlu diingat Ageha.

"Ingat, Ageha! Ibu akan selalu bersamamu, jika kau terus membawa diari ini kemanapun kau pergi dan diari ini akan membimbingmu saat kau dalam kesulitan!"

Ageha yang masih sangat kecil tidak mengetahui bahwa pesan yang dikatakan oleh Ibunya waktu itu memiliki makna yang sangat dalam. Saat Ageha sudah mengetahui apa maksud sebenarnya dari pesan tersebut, semuanya sudah terlambat.

Dia tidak bisa menghentikan tragedi yang terjadi padanya dan Ibunya. Dia hanya bisa meratapi apa yang terjadi pada hari itu. Dia hanya bisa menangis.