Aku mulai memasuki terowongan itu. Gelap sekali di dalam. Banyak tetesan air berjatuhan. Sepertinya terowongan ini bekas saluran air. Beruntung jejak kaki itu berwarna merah. Entah bagaimana jejak itu sedikit bercahaya di dalam terowongan.
Sebenarnya ada yang orang itu lakukan di penginapanku? Aku juga tidak tahu apakah kapal ini berjalan lagi atau tidak. Aku terus mengikuti jejak itu.
Jejak kaki itu mengarah ke suatu cabang terowongan yang sempit. Terdengar bunyi radar di dalam. Mungkin orang itu belum jauh dari sini. Aku mulai takut masuk ke dalam, tapi kucoba untuk mendekatinya.
Semakin dalam Aku masuk semakin gelap. Jejak kaki merah itu semakin tipis. Jejak kakinya berhenti disini, tepat ada tiga percabangan terowongan. Suara radar tidak terdengar lagi.
Aku memutuskan untuk mengecek satu per satu percabangan itu. Aku melewati percabangan pertama. Tidak banyak yang berbeda dari terowongan tadi. Percabangan ini gelap dan terdapat banyak sarang laba-laba di atasnya.
Lima belas menit aku menyusuri percabangan itu, tercium sesuatu dari kejauhan. Baunya tak sedap dan menyengat. Beberapa meter berjalan terlihat dua buah mesin yang masih aktif. Sepertinya itu saluran pembuangan toilet. Aku tak sanggup melanjutkannya sampai ke ujung, jadi aku memutuskan untuk kembali dan mengecek percabangan lainnya.
Selanjutnya aku coba melewati percabangan kedua yang berada ditengah. terowongan semakin menurun. Banyak lumut disini. Aku turun dengan hati-hati, tapi sesekali tergelincir bagai menaiki perosotan besar. Aku tidak bisa terbang di dalam sana. Jadi aku gerakkan tanganku untuk menyeret kakiku hingga sampai ke dasar terowongan. Aku sampai ke sebuah ruang luas, menyambung dengan terowongan tadi.
Ada bau aneh disini. Bau darah! Aku mencoba melihat sekeliling. Aku sedikit mendengar suara radar. Suaranya semakin kuat.
"Ai, sedang apa kamu disini?"
Aku menoleh ke belakang. Ada seseorang menyinariku.
"Kau siapa?" kataku.
"Ini Aku, Kapten Zai. Sedang apa kamu disini?"
"Justru aku yang nanya kenapa kapten disini"
"Baiklah.. aku tadi di ruang darurat. Baru keluar. Banyak orang yang mengungsi disana"
"Tunggu, apa kapten mencium bau darah?"
"Tidak"
"Padahal kapten ada disini dari tadi"
"Aku kan di dalam ruangan. Mungkin segerombolan tikus mati karena guncangan tadi"
"Aku ingin melihat ruangan itu"
Kapten Zai pun mengantarku menuju ruangan itu. Melewati celah sempit dan penuh dengan lumut. Aku kesulitan untuk melewatinya dengan baik. Ruangan itu tak jauh dari celah itu. Sebuah ruangan yang cukup besar. Bisa dibilang ini adalah bunker kubus raksasa.
Banyak orang yang membuka kapsul darurat, seperti tenda darurat di bumi, tetapi lebih modern. Kapten Zai mengizinkanku masuk ke kapsulnya selagi ia mendata orang-orang disini.
Dari luar ukuran kapsul itu terlihat seperti pas-pasan dengan tubuhku. Saat masuk ke dalam, dinding berwarna putih menyambutku dengan interior-interior unik di dalamnya. Ukurannya tidak sesempit yang kukira. Sebuah kasur, toilet, dan lemari makanan menjadi fasilitas utama pada kapsul itu. Beberapa tombol untuk menyalakan TV, musik, dan pembersih otomatis melengkapi kapsul itu.
"Ayo kita segera keluar kapal. Kita sudah mendarat di sebuah asteroid besar." kata Kapten Zai.
"Kenapa harus mendarat disini?" Aku bertanya heran.
"Ada beberapa bagian kapal yang rusak parah akibat musuh. Tn. Andes kritis dan sedang dalam perawatan medis. Kita sebaiknya keluar untuk mencaritahu suasana sekitar kapal"
"Bagaimana dengan orang-orang disini?"
"Biarkan saja mereka istirahat disini. Kita hanya beberapa jam saja di asteroid ini. Perekat pada kaki kapal tidak bertahan lebih dari 8 jam"
Kami pun terbang menyusuri lorong tadi hingga keluar terowongan menuju kawasan penginapan. Aku melihat penginapanku.
"Oh, iya... Tentang jejak kaki itu gimana, Ai"
"Aduh.. aku lupa"
Aku benar-benar lupa akan jejak itu. Ingatan itu kembali menghantuiku saat Kapten Zai bertanya.
"Tapi jejak itu mengarah ke ruang darurat tadi"
"Apa?! Kenapa tadi aku tidak melihatnya?" kata Kapten Zai.
"Tidak mungkin! Jejak itu bersinar. Aku saja bisa melihat dengan jelas"
"Yasudah, aku ingin mengurus bagian mesin kapal di ruang kendali. Sementara kamu akan kukenalkan kepada seseorang. Dia akan datang sebentar lagi"
Kami menunggunya sambil bergerak menuju ruang kendali. Sesampainya disana, belum ada tanda-tanda kemunculannya. Tak lama, ada sebuah sekuter terbang berhenti di depan pintu ruang kendali.
"Nah.. itu sudah sampai"
Dari sekuter itu, turun seorang anak kecil, mungkin masih sekitar 9 tahun. Dia terlihat malu-malu.
"Ayo sini, Nak. Ada yang mau berkenalan denganmu" kata Kapten Zai.
Anak kecik itu perlahan menghampiriku. Sesekali menutupi mukanya dengan boneka yang dibawanya.
"Namaku Aini, salam kenal" aku memutuskan memulai perkenalan menjulurkan tangan.
"Luna" jawabnya malu.
Dia pun langsung berlari menjauhiku, seakan masih malu bertemu denganku. Mungkin butuh waktu yang lama untuk bisa akrab dengannya.