"Kenapa kalian langsung serius?" Aku bingung.
"Jika kamu bilang ide. Pertama, memanfaatkan dungeon goblin. Itu sudah memberi banyak hasil buat kami. Pajak dari eksplorer yang menjual tubuh goblin dan saudagar yang datang. Itu cukup besar." Jawab Abil.
"Kedua, makanan yang kemarin master Lirash buat. Dia bilang itu idemu. Itu sangat inovatif, banyak eksplorer suka dengan produk itu. Tadi aku bahkan harus pergi ke toko Master Lirash untuk menjaga agar tidak ada keributan. Dan akhirnya tuan tanah berjanji akan menyediakan tempat dan pegawai untuk membuat produk makanan itu dalam jumlah besar." Jawab Readlock.
"Jadi, ada ide apa lagi?" Keduanya bertanya secara bersamaan.
"Huhf. Aku hanya punya ide untuk membuat desa didekat dungeon."
Keduanya berkedip tidak percaya.
"Apa untungnya?" Readlock bingung.
"Untuk sekarang tidak ada. Tapi, kalau nanti dungeon lvl tinggi. Penginapan, restoran, pandai besi, penjahit, Alchemist, toko, tempat pelacuran. Dengan semua itu, berapa banyak eksplorer dan saudagar yang akan datang? Lagi pula, dungeon goblin akan naik level besok atau paling lambat dua hari lagi. Tadi aku melihat ada sedikit mana di ruangan lain yang kosong. Kemungkinan akan ada lingkaran sihir baru disana." Aku menjelaskan serta memberitahu mereka kondisi dungeon goblin.
Sebetulnya mana dan semacamnya tidak ada. Tapi aku cuman bilang seperti itu agar dipercaya saja. Toh besok memang benar-benar akan bertambah lingkaran sihirnya.
Keduanya terkejut mendengar ucapanku.
"Apa kamu punya ide setelah kamu melihat potensi dungeon itu menjadi lebih kuat?" Readlock bertanya.
"Iya, dan yang jelas. Aku masih belum bisa menemukan dimana dungeon corenya. Karena kita belum bisa menemukan dungeon core, dengan kata lain, dungeon boss juga belum bisa ditemukan. Selama boss masih hidup dungeon tidak akan menghilang. Jadi, dimanfaatkan saja. Semakin banyak yang masuk, semakin kuat dungeonnya, semakin kuat pula eksplorer yang bisa keluar dari dungeon."
Keduanya terdiam. Readlock terlihat senang dan menganggukkan kepalanya. Tapi Abil terlihat sedikit cemas.
"Alan-sama. Bisa anda menjelaskan secara rinci rencana anda dalam pembuatan desa baru ini?" Abil serius.
"Baiklah. Pertama, kita buat gedung serikat. Setelah itu penginapan dan restoran. Ketiga buat pandai besi, ke empat penjahit, ke lima toko, ke enam baru tempat pelacuran, ke tujuh tempat judi. Pegawai adalah warga desa sekitar. Kita suruh mereka untuk mengelola penginapan, restoran, dan toko. Warga yang tidak mendapat pekerjaan bisa tetap menjadi petani. Dengan tanah yang kita sediakan bersamaan dengan waktu kita membangun penginapan. Sedangkan tempat tinggal mereka dibangun bersamaan dengan gedung serikat. Untuk sementara seperti itu, kita bisa membuat rencana lebih rinci lagi nanti. Karena itu ide spontan saja."
Abil terdiam. Kemudian, "Alan-sama, bisa ikut saya menemui Viola-sama?"
Aku sedikit berpikir. "Kapan?"
"Sekarang." Abil bersemangat.
"Baiklah. Silahkan berjalan duluan."
Abil kemudian berjalan dengan sedikit cepat menuju kastil tuan tanah. Aku dan Asmodeus mengikuti tidak jauh dibelakangnya.
Setelah sampai di pintu gerbang. Aku dan Asmodeus perlu menyerahkan identitas kita berdua agar bisa di catat. Setelah itu, kita masuk dan menunggu disebuah ruangan ditemani seorang pelayan wanita.
Tidak lama, Abil masuk bersama seorang gadis berambut putih lurus panjang sampai ke lutut. Matanya biru bersinar. Dia menggunakan gaun berwarna hijau dengan sedikit kain kuning di ujung rok dan lengan panjang berwarna putih. Pita besar terlihat menghiasi bagian perut dari gaun yang dia pakai. Dia juga memakai sebuah syal berwarna hijau dengan bordir bunga menghiasi ujungnya.
'Dia terlihat tenang seperti danau. Biasanya orang dengan sifat seperti ini. Akan sangat menyeramkan jika marah.' Asmodeus memberi penilaiannya.
Aku langsung berdiri dan menundukan kepalaku.
"Selamat datang Alan-sama, maaf sudah membuatmu menunggu." Viola berkata dengan lembut.
'Suara yang bagus. Lembut. Mungkin sedikit melengking kalau sedang mendesah.'
"Tidak apa-apa, Viola-sama. Saya yang harusnya minta maaf karena sudah datang tanpa pemberitahuan apapun."
Viola dan Abil sedikit terkejut. Tapi keduanya langsung bisa tenang. Dan Viola terlihat tersenyum sedikit senang.
"Saya sudah mendengar sedikit rencana yang anda pikirkan dari Abil. Tapi, apa anda bisa jelaskan lebih rinci, Alan-sama." Ucap Viola ketika dia sudah dududk.
Akupun menjelaskan lagi dari awal. Tapi, sekarang rencana yang aku buat sedikit lebih baik dari tadi ketika di gedung serikat.
"Sepertinya anda berhasil sedikit menyempurnakan ide anda?"
"Sedikit, untuk lebih rincinya lagi, kita perlu membicarakan ini semua bersama tukang kayu, dan tukang batu serta mungkin perwakilan buruh."
Viola tersenyum. "Benar, semua masih perlu di bicarakan lebih lanjut. Tapi apa anda memiliki rencana tempat yang mana yang ingin anda gunakan?" Viola terlihat sedikit penasaran.
"Sudah. Saya juga sudah membuat perkiraan mengenai pengembangan desa. Sebetulnya, kita sedikit beruntung karena pintu masuk tidak terlalu jauh dari lereng gunung. Jadi kita punya banyak tempat yang datar, meskipun tidak terlalu datar, kita hanya perlu sedikit mengolah."
Viola menganggukkan kepalanya. Dan kemuasi amengatakan hal yang tidak aku duga. "Abil, siapkan delman, kita pergi sekarang."
Abil sedikit terkejut tapi kemudian terlihat menyerah dan keluar dari ruangan.
"Viola-sama, apa tidak akan jadi masalah kalau anda keluar begitu saja?" Aku sedikit cemas.
"Tidak mungkin terjadi apapun. Abil cukup kuat untuk melindungiku." Viola tersenyum lebar.
'Aku tahu itu, dia mungkin mantan eksplorer tingkat tinggi. Tapi dia masih hanya sendiri dan sudah tua. Tidak mungkin dia bisa menjaga seseorang dengan baik.'
"Lagi pula, Alan-sama kan juga bersama kami. Untuk apa aku takut?"
Kali ini aku dan Asmodeus yang berkedip bingung.
"Apa anda mau aku ikut dan menjaga anda?"
"Alan-sama, tentu saja anda harus ikut. Aku tidak mungkin bisa menemukan tempat pilihan anda tanpa anda pandu."
"Ah... Jadi begitu." Aku sadar dengan apa yang ingin Viola lakukan. "Kalau begitu, dengan senang hati saya akan menjaga anda."
Viola terlihat senang.
'Kalau dia seperti ini, dia benar-benar terlihat sesuai usianya.'
'Dan imut. Benarkan Master?"
Aku hanya menganggukkan kepalaku.
Tidak lama setelah itu, kita langaung pergi menuju tempat yang ingin aku gunakan sebagai tempat pembangunan desa. Abil bertugas mengendalikan kuda sedangkan aku menemani Viola didalam delman bersama Asmodeus.
Setelah berjalan selama 2 jam, kita sampai di desa didekat dungeon. Ketua desa langsung menyambut ketika dia tahu kalau tuan tanah datang kedesa mereka. Setelah berbincang sebentar dan menitipkan delman disana, kita langsung pergi ketempat dimana disa baru akan dibuat.
Setelah sampai, viola terlihat bingung. Bahkan Abil juga bingung.
"Dimana tempatnya Alan-sama? Aku hanya bisa melihat berbagai ukuran pohon."
"Disini. Jika kita tebang semua pohon ini. Kita akan mendapatkan tempat yang datar. Dan pohon yang kita tebang bisa kita gunakan untuk pembuatan desa."
Viola sedikit bingung. Tapi Abil sadar dengan apa yang aku maksud.
"Viola-sama, Alan-sama berniat menggunakan kayu hasil tebangan pohon untuk pembuatan desa."
Viola sadar setelah Abil mengatakan hal itu.
"Aku paham sekarang. Disini sekarang memang masih banyak pohon tapi setelah dibersihkan, kita akan dapat dataran yang cukup luas untuk bisa kita gunakan. Selain itu. Disana juga ada batu cukup besar, kalau kita bisa menghancurkannya, kita bisa menggunakan batu itu sebagai pondasi gedung. Tanah yang tinggi bisa kita kurangi dan hasilnya digunakan untuk meninggikan tanah yang rendah. Jika dilihat lagi, tempat ini bagus juga. Dari timur tidak ada terlalu banyak pohon yang menghalangi sinar pagi. Dan dari atas, kita punya banyak pohon yang menghalangi angin dingin. Alan-sama, anda hebat bisa memikirkan ini semua." Viola terlihat bahagia.
"Bukankah anda juga bisa memikirkan hal yang sama, Viola-sama?" Aku tersenyum.
Setelah puas melihat tempat dimana desa akan dibuat. Kita kembali ke Volis, dan langsung kembali ke kastil.
Seharuanya.
Tapi, Viola minta kita mengantarnya ke dungeon.
Walau Abil sudah mengatakan banyak hal, agar Viola tidak pergi ke dungeon. Tapi dia tetap bersikeras pergi. Akhirnya dengan sangat terpaksa, Abil mengijinkannya.
"Ada Alan-sama dan Dee-sama, jadi tidak akan terjadi apa-apa."
Aku mendengar Abil berbisik seperti itu.
Memang tidak mungkin terjadi apapun. Monster tidak berani mendekat. Eksplorer masih takut dengan apa yang terjadi tadi. Jadi, semua lancar-lancar saja. Bahkan aku membantu Viola untuk membunuh monster.
'Kenapa dia tidak level up? Apa 5 goblin tidak cukup?'
'Mungkin dia sudah memiliki lvl cukup tinggi, master'
'Bisa saja.'
Setelah membunuh goblin. Kita kembali ke Volis. Aku pikir kita akan kembali ke kastil. Tapi lagi-lagi, tidak aku sangka, kita tidak langsung kembali ke kastil. Tapi kita berhenti di toko Lirash.
"Shebi, panggil master."
Shebi yang sepertinya sudah terbiasa, hanya menganggukkan kepalanya dan pergi ke ruang belakang. Dan tidak lama, Lirash keluar dengan wajah lesu.
"Master, kamu kenapa?" Viola bertanya.
Lirash tidak menjawab dan langsung mendekatiku.
"Alan... Apa ada alat untuk membuat mie lebih cepat?"
"Tentu saja ada. Tapi tidak bisa satu hari jadi." Jawabku.
Mendengar itu, Lirash langsung lemas dan tersungkur.
"Nanti aku bantu. Tapi setelah urusanku dengan Viola-sama selesai." Ucap ku sembari menunjuk kearah Viola.
"Ah... Ada Vio-chan." Ucap Lirash tidak bersemangat.
"Shebi, master kenapa?" Viola bertanya kepada.
"Karena permintaan mie instan terlalu banyak, dia kecapekan membuatnya sejak tadi siang."
"Apa tidak meminta bantuan ibu-ibu dekat sini?"
"Tapi mereka tidak begitu bisa diandalkan. Terlalu banyak kesalahan dan akhirnya membuang waktu. Kata master seperti itu." Shebi menjawab dengan sedikit malas.
'Dia bahakan bicara dengan tuan tanah seperti bicara dengan Nyantan. Gadis ini hebat.' Asmodeus terlihat kagum.
'Nope, aku rasa mereka sudah seorang teman, jadi Viola mengijinkannya.'
Setelah sedikit bercanda. Akhirnya kita kembali kekastil karena Lirash tidak dalam kondisi bisa diajak bicara.
"Alan-sama, apa alat untuk membuat mie benar-benar ada?" Viola bertanya.
"Ada, aku punya bagan untuk membuatnya. Kalaupun tidak ada. Kita hanya perlu membuatnya." Aku tersenyum.
Aku akhirnya membuat bagan untuk alat pembuatan mie. Dari mixernya, alat untuk menggepengkan, dan alat untuk memotong. Walau semua masih menggunakan tenaga manusia. Tapi Viola berencana untuk sedikit mengubahnya agar bisa digunakan menggunakan mana.
'Sudah kuduga. Gadis ini spesial. Master, ambil dia.'
"Viola-sama, kalau sudah tidak ada yang perlu dibicarakan, saya harus segera menemui Lirash."
Viola terdiam dan sepertinya dia malu untuk bertanya.
"Alan-sama, apa anda dekat dengan Master Lirash?" Viola terlihat gelisah.
"Iya, kita sedikit dekat ketika kita membuat mie instan. Apa Viola-sama juga ingin dekat dengan Lirash?"
Muka Viola terlihat sangat merah, mungkin dia malu, kenapa harus malu?
'Dia masih perawan. Dan karena dia seorang bangsawan, dia tidak punya banyak teman mungkin, apa lagi teman pria.'
"Huhf,,, Viola-sama, apa Viola-sama ingin dekat dengan saya?"
"Eh... Ah... Tidak...juga..." Viola terlihat sangat malu dan memalingkan wajahnya.
Aku langsung melihat kearah Abil, dia hanya bisa menganggukkan kepalanya.
"Viola, jika kamu ingin dekat denganku, tolong jangan pakai bahasa yang terlalu sopan denganku." Aku tersenyum. "Kamu bisa panggil namaku tanpa menggunkan sama."
Viola terlihat senang.
"Baiklah, akan aku coba. Terima kasih Alan-sa.. ah.. Alan." Viola senang tapi juga malu.
Aku secara tidak sadar menepuk kepalanya dan membuay Viola dan aku sendiri terkejut. Tapi, aku memaksakan diri untuk melanjutkannya dan berkata. "Kalau begitu kan enak. Kita tidak perlu canggung."
"Hmnn" Viola menganggukkan kepalanya dengan senyuman diwajahnya.
"Kalau begitu, aku kembali dulu. Takutnya Lirash ngambek kalau aku tidak membantunya."
Viola dan Abil terkejut.
"Eh... Masak Master Lirash seperti itu?"
"Aku serius, walau dia sudah sebesar itu, tapi dia masih manja. Dia akan mengambil semua kesempatan kalau ada yang bisa memanjakannya." Aku langsung lesu setelah membayangkan apa yang akan terjadi nanti.
"ehehehehe... aku belum pernah melihat Master Lirash seperti itu. Aku jadi penasaran." Viola terlihat senang.
"Aku kembali dulu. Kalau ada apa-apa, kamu bisa menemukanku di rumah Lirash, atau di penginapan "Boar Tusk" kalau tidak di gedung serikat."
Aku menepuk kepala Viola beberapa kali, sebelum berjalan keluar bersama Abil yang berjalan didepanku untuk mengantarku keluar.
"Alan-sama, terima kasih telah mau menjadi teman Viola-sama. Bukan hanya tidak memiliki teman, setelah kematian tuan dan Nyonya. Viola-sama sering terlihat murung. Ini pertama kali saya melihat Viola-sama sama tersenyum seperti tadi."
"Tidak, apa-apa. Viola terlalu pandai untuk anak seumurnya. Jadi mungkin dia tidak punya teman untuk membicarakan apa yang dia mau."
Setelah sampai di pintu gerbang. Abil menundukkan kepalanya lagi dan berterima kasih.
Aku hanya melambaikan tanganku sebagai balasan unuk Abil.
Setelah sampai di rumah Lirash. Aku melihat Shebi tergeletak tidak berdaya di sofa. Akupun menggoyangkan tangannya untuk membangunkannya. Shebi mengusap matanya dan menguap.
"Alan... Master ada didalam."
Aku berjalan masuk ruang belakang, tapi tiba-tiba Shebi menarik lenganku.
"Alan... Kamu mau melakukan itu dengan master bukan?"
"Melakukan apa?"
"Eh... Kamu tidak paham." Shebi bingung.
"Melakukan apa? Paham masalah apa?" Aku sendiri juga bingung. "Bukannya kita cuman mau membuat mie instan?"
"Eh... Cuman itu?"
"Lha memangnya mau ngapain lagi?"
"Eh... A... Ya.. itu... Gituan.." Shebi bingung dan malu.
"Eh... Shebi mikir apaan?" Aku sedik menggoda.
Shebi terlihat kesal dan cemberut. "Sudahlah, buruan masuk saja! Sudah ditunggu sama master."
Aku tersenyum dan berjalan menuju ruang belakang. Tapi ketika aku didekat Shebi, aku berbisik. "Kalau mau ikut, kamu nanti masuk saja. Kita gituan berempat juga tidak apa-apa." Dan aku mengelus kepala Shebi.