Hari selanjutnya. "Uh... Ini bukan hal baik, hatiku terus berdegup," Yechan ngalamun saat menyirami ladang apel di ladang kebun. "Ah... Ini buruk," ia menjadi aneh.
"Hei..." tiba tiba seseorang memegang bahunya membuatnya terkejut melepas selang air yang ia bawa.
Ia menoleh dengan terkejut tadi yang rupanya adalah ayahnya sendiri.
"Hei, ada apa? Kamu sudah melakukan apa saran ku kan? Bertanya lebih dulu apakah dia punya pacar?" tatap ayahnya itu.
"Um.... Aku sudah bertanya tapi... Jawaban nya... Sangatlah dewasa... Sepertinya dia tidak akan bisa menyukai lelaki seperti ku."
"Hahaha, jangan menyerah, jika kau berusaha menarik perhatian nya, maka kau akan bisa menemukan jawaban kenapa dia menjawab dengan hal yang dewasa."
Lalu Yechan terdiam. "(. . . Mungkin yang harus aku lakukan adalah bekerja keras dan berusaha tahu kenapa Akai membalas pertanyaan ku dengan kalimat yang seperti itu....)"
"Ngomong ngomong kau tidak ada kampus, Chan?" tatap Ayahnya.
"Ada, aku akan berangkat dengan Akai nanti, kampus kebetulan di mulai siang ini, dan hari ini masih pagi," kata Yechan.
"Ah, begitu, baiklah, lanjutkan kerja keras mu," kata ayahnya lalu dia berjalan pergi.
Yechan kembali terdiam menatap apel yang ia siram, mereka benar benar besar besar dan merah lalu mengambil ember dan memetik mereka.
Tapi ia berhenti sebentar melihat merahnya apel itu. "(Ini merah seperti mata Akai.... Sangat cantik... Dan manis...) Haiz..... Apa yang harus aku lakukan, aku suka pada akai...." ia kembali khawatir hingga tak sadar memakan apel itu dengan rasa yang cemas.
Lalu ayah nya kembali berjalan dari lorong ladang lain. "Hei, anak muda... Aku melihatnya^v<" Ayahnya itu datang lalu mengedipkan satu mata. Lalu pergi diam diam. Dia seperti memberitahu sesuatu bahwa ia baru saja melihat sesuatu yang membuat nya harus memberitahu ke Yechan.
"Yechan..." mendadak terdengar Neko memanggilnya, Yechan menoleh dan melihat Neko membawa Dongsik keluar. Dia memakai pakaian pendek dan kemeja yang dia pakai dengan kancing yang tidak tertutup memperlihatkan bahwa dia memakai kaus putih.
"Ah... Akai, apa kau kemari untuk berkunjung?"
"Hanya sekedar membawa anjing ini jalan jalan."
"Wooff," Dongsik menambah dengan ceria.
"Halo teman..." Yechan menatap ramah.
Lalu Neko melihat pohon apel itu dan seketika mata miliknya agak berkilau padahal wajahnya datar dan biasa saja.
"Apa yang sedang kau rawat?"
"Ini apel merah, cobalah," Yechan memberikan satu.
"Apa itu manis?" Neko menatap.
"Yup, coba saja dulu, jika tidak manis, kamu bisa memukuli ku hehe," kata Yechan, dia mengulurkan apel itu lalu Neko menyilakan rambutnya dan menggigit nya dari tangan Yechan.
Yechan terkejut. "(Kenapa.... Kenapa dia tidak mengambil apel itu dan malah memakan nya dari tangan ku?!)" Yechan berwajah merah.
"Rasanya tidak begitu buruk," kata Neko sambil mengunyahnya dalam mulut. Lalu ia mengambil apel itu langsung dan menggigit nya lagi, kali ini dia yang memegang apel itu.
"Haha apa Akai suka pada apel?"
"Itu tidak benar," Neko langsung membuang wajah tapi ia masih tetap menggigit apel itu.
"(Kenapa dia sangat imut, sekarang aku tahu kesukaan Akai, dia suka apel merah...)"
Di sisi agak jauh, ayah Yechan menatapnya.
"(Benar benar sangat putih, dia terlihat pucat tapi tidak bisa di bilang sembarang pucat, warna putih itu sangatlah manis.... Untuk gadis seusianya,)" pikirnya sambil tersenyum sendiri menatap putranya mencoba mengobrol dengan gadis yang dia suka.
"Akai, ngomong omong kenapa kau bisa kemari?" Yechan menatap.
"Aku hanya ingin meminta bantuanmu di rumah," tatap Neko.
"Hah... (Tapi ini..... Apakah tidak apa apa?)" Yechan menatap pekerjaan nya.
"Hei, tidak apa apa," Ayah Yechan merangkulnya dan mengedipkan satu mata padanya.
"Baiklah, Akai, aku akan membantumu."
"Terima kasih," Neko tersenyum kecil, seketika arytmia Yechan kumat.
"(Ugh....)" dia memegang dadanya sambil berlutut membuat ayah nya dan Neko terdiam.
"Ah, nona manis, ini untuk mu, karena kamu terlihat menyukai apel," Ayah Yechan memberikan sakantung penuh apel yang berisi 5 apel.
Neko terdiam dan menerima itu. "Terima kasih," balasnya, tapi ayah Yechan terkejut karena Neko mengucapkan itu dengan wajah datar.
"(Kenapa terima kasih nya beda, dia tersenyum pada Yechan tapi tidak padaku....)" ia bingung dan hampir menyadari sesuatu.
Sesampainya di rumah, mendadak ponsel Neko berbunyi, ia jadi harus menghentikan jalan nya dan mengangkat ponsel itu sementara Yechan masih berdiri di belakangnya.
"Kenapa kau menghubungiku lagi, sudah kubilang aku belum menemukanya," Neko mengawali pembicaraan, rupanya yang menghubunginya adalah Ketua sindikat.
"Aku ingin membahas hal lain, apa kau sudah mendengar bahwa projek itu telah diambil kuasa?!!" Ketua menyela dengan tegas. Neko hanya terdiam berpikir serius.
". . . Projek museum itu?!" Neko langsung kesal, Yechan yang mendengarnya menjadi terkejut.
"Yeah, memang nya projek apalagi yang baru kau buat."
"Sialan!! Kau bilang projek itu milik ku, kenapa harus di ambil alih! Kau sedang membelaku atau apa?!"
"Tidak ada pembelaaan, kau mengambil projek itu dengan senang hati dan tugas dari ku adalah mengawasi hingga projek pembangunan museum selesai, tapi kau berhenti di pertengahan dan Beum telah mengambilnya karena salah mu sendiri... Pergi sangat lama, aku tidak menuntut mu untuk mencari orang yang berhubungan dengan Cheong."
"Aku memang tidak niat mencarinya tapi aku juga mencari seseorang yang lebih penting untuk ku."
"Jika itu penting kenapa sampai beberapa hari sangat lama!! Memang nya siapa, Jika kau tidak segera pulang dari sini, kau akan kehilangan semua projek itu," Ketua menambah.
Tapi dengan tak sopan Neko menutup telepon itu. Ia menjadi terdiam. "(Ini semua begitu aneh, kenapa dia sama sekali tak muncul, apa aku hanya membuang waktu ku di sini?)" dia mulai berpikir bahwa Matthew tidak akan muncul di tempatnya saat ini.
"Akai, kau baik baik saja?" Yechan menatap Khawatir.
"Aku baik baik saja... Hanya butuh beberapa menit," Neko membalas sambil berjalan masuk duluan.
"Ah... Tunggu Akai," Yechan menyusul dan berjalan masuk.
Lalu Neko menatap Yechan. "Yechan, aku ingin meminta tolong padamu," tatap Neko.
"Um... Ya? Akai memanggil ku karena ingin meminta tolong kan hehe..."
". . . (Aku mungkin tidak perlu gegabah...) Ha... Maafkan aku, aku pusing," Neko menatap dengan banyak pikiran.
Yechan menjadi terdiam. "(Setelah dia menghubungi orang tadi, suaranya menjadi keras dan sekarang, dia tampak banyak pikiran...) Um... Akai... Apa pekerjaan mu ada masalah?" Yechan menatap.
". . . Yeah, begitulah, dan.... Maafkan aku, kamu bisa kembali ke ladang, aku harus istirahat sebentar," Neko tak jadi meminta bantuan.
"Ah, tunggu Akai," Yechan mendekat dan memberikan permen tusuk berwarna putih pada nya.
"...?" Neko menatap bingung. Tapi wajah Neko menjadi terkejut dengan jantung nya yang berdegup kencang mengingat kan sesuatu akan masa lalunya. Yah masa lalu permen putih itu yang di berikan oleh Cheong.
Neko menjadi menutup mulut nya dengan pikiran yang di penuhi bayangan gelap mengingat kan sesuatu akan hal itu.
"Ah... Em... Kau bilang kau suka pada permen bukan, Aku em... Membelikannya...." Yechan mengatakannya sambil malu malu.
"Apa.... (Dia bilang aku suka permen?) Aku suka permen?" Neko menatap kosong.
"Ya, aku memilihkan rasa khusus untuk mu."
"(Kupikir aku akan trauma sejenak melihat ini...)" Neko menjadi terdiam masih menatap permen itu.
"Um.... Akai?" Yechan menatap bingung, di saat itu Neko tersadar dari pemikiran kosong nya dan mencoba melupakan itu semua.
"Kupaskan itu..." kata Neko.
"Ah... Ok," Yechan mengupasnya seketika Neko langsung melahapnya dari tangan Yechan. "//...//" Yechan terkejut berwajah merah.
Neko yang mengemut permen itu menjadi terkejut.
". . . Ini..."
"Ada apa Akai?"
"Ini begitu enak, dari mana kau membelinya?" Neko menatap.
"Em... Aku membelinya di kafe kecil yang agak jauh dari sini, pemiliknya seorang gadis yang manis," Yechan membalas. Lalu Neko terdiam memikirkan sesuatu.
"Bagaimana bisa seorang gadis memiliki kafe dekat sini?"
"Maksud mu dekat dengan kampus kita, orang orang banyak yang kesana dan kebetulan hanya dia karyawan sekaligus manajer sekaligus pemilik tempat itu," kata Yechan.
Tapi ia terkejut melihat jam dinding di sana. "Astaga... Akai, kita harus segera ke kampus..." tatapnya.
". . . Hm.... Sudah jam segini, aku baru sadar."
"Um... Akai... Bisakah aku meminta sesuatu," Yechan menatap membuat Neko terdiam.
"Um..... Ketika kita sudah sampai kampus, kita memang berbeda kelas tapi yang aku inginkan... Kita berjalan bersama sampai di kelas kita, mungkin bisa jadi aku mengantar mu atau kamu mengantar ku," kata Yechan.
". . . Tapi kita sudah jelas berbeda kelas."
"Meskipun berbeda kelas, kita ini tetap berjalan di lorong yang sama, aku ingin hal itu dilakukan, apakah itu bisa?" Yechan memohon dengan wajah yang sangat memelas.
Neko terdiam sebentar dan tertawa kecil. "Pft... Baiklah, terserah," balasnya sambil berjalan pergi, seketika Yechan berwajah senang.
Sesampainya di kampus, Neko berjalan duluan di ikuti Yechan, banyak orang yang menyapa Yechan.
"Hai Yechan!"
"Pagi Yechan!"
Dan Yechan membalas dengan ramah. "Ya, pagi, halo..."
"(Jadi ini maksud dia ingin berjalan bersama ku ketika ke kampus... Dia ingin aku melihat bahwa dia populer di sini,)" Neko menjadi memasang wajah suram.
"Oh, Akai, ini kelas mu," Yechan menatap kelas besar di sana, tertulis kelas Master Of Business Administration.
"Aku baru tahu nama nya begitu, selama ini aku menyebutnya MBA, jadi Akai bisa melakukan dalam bidang bisnis? Kudengar jurusan ini yang paling tertinggi," tatap Yechan.
". . . Hm.... Aku akan masuk," Neko membalas datar dan langsung masuk, dia melihat sekitar dan tempat itu memang lebih mewah.
"(Ini tidak pertama kalinya aku kemari, tapi.... Mumpung ada waktu, aku ingin mencari orang yang berhubungan dengan Cheong,)" dia melihat sekitar dan langsung keluar dari kelas itu, dia berjalan di lorong melirik setiap orang yang saling mengobrol bersama di lorong sebelum kelas dimulai.
"(Aku berharap orang yang memiliki hubungan penting dengan Cheong itu adalah seorang wanita, aku bisa mudah menghasut nya dan pastinya aku juga mudah menemukan nya, Ketua bilang bahwa itu adalah seorang perempuan.)"