Sementara itu Yechan kebetulan melihat mobil Neko di depan halte bus. "Mobil itu...(Itu mobil Akai! Aku ingat sekali mobilnya itu...) Tolong, berhentilah disini," ia menatap. Lalu petugas polisi tersebut menghentikan mobilnya. Suasana nya membuat susah karena malam yang begitu gelap dengan hanya bulan bulat.
"Ada apa Yechan?" tanya ibu dari gadis yang hilang itu ketika Yechan meminta untuk berhenti di samping mobil Neko yang terparkir di depan halte itu.
Mereka bertiga turun dan melihat tidak ada siapa siapa di dalam mobil itu. "Mobil ini..." Yechan masih menatap mobil milik Neko itu.
"Yechan, apa kau mengenali mobil ini?"
Yechan terdiam, dia lalu melihat ke dalam ada ponsel Neko yang tertinggal di dalam mobil dan di sana ponselnya tertancap kan di holder, Neko tidak membawa ponsel. "(Dia tidak membawa ponselnya, bagaimana caraku mengabarinya...) Ini milik Akai, tapi kenapa dia tidak ada," Yechan menatap sekitar.
"Siapa itu?" Ibu gadis itu menatap Yechan.
"Dia... Dia gadis yang menetap di sini, mungkin dia ikut mencari tapi jika dia tidak ada di barang nya begini, aku beranggapan bahwa dia sudah menemukan putri anda, tapi mungkin ada masalah yang menghambat nya," kata Yechan, pemikiran nya memang benar.
"(Akai... Sebenarnya kamu dimana? Aku bertanya tanya, kenapa kamu mau membantu mencari, maafkan aku, kupikir kamu tidak mau membantu mencari, tapi rupanya kamu benar benar membantu mencari sendiri,)" pikir Yechan.
"Lalu, di sini adalah hutan dan ada tanda bahaya di sini," Petugas polisi itu menunjukkan tanda berbahaya di hutan itu. "Ada jurang dan banyak hewan buas..." tambahnya.
Yechan tambah panik, dia khawatir dengan kondisi Neko, apalagi jalan di depan hanya hutan karena mobil itu menunjuk ke hutan.
Lalu tiba tiba saja, terdengar suara Dongsik mendekat. "Woof, woof."
"Dongsik, bagaimana dia bisa ada di sini?" Yechan bingung.
Tapi Dongsik sepertinya panik dan terus menggonggong, dia seperti ingin menunjukan sesuatu tapi sayangnya sama sekali tak ada yang mengerti membuat nya terdiam berpikir. "Woof...."
"Ada apa kawan, apa kau melihat Akai?" Yechan menatap.
"Woof, woof!!" Dongsik langsung membalas.
"Apa itu artinya iya?" Petugas polisi itu menatap agak bingung.
"Sepertinya begitu, dia ingin kita mengikutinya?" Yechan menatap serius.
Seketika Dongsik berlari ke hutan. Yechan seperti mengerti Dongsik menunjukan sesuatu jadi ia mengejar Dongsik. "Tunggu Dongsik pelan pelan... Kenapa ada jauh di hutan? (Jika Dongsik ingin menunjukan dimana Akai, itu berati Akai sedang dalam masalah... Semoga tak terjadi apa apa... Bertahanlah jika kamu bermasalah....)" Yechan terus berlari mengejar Dongsik.
--
"Apa yang membuatmu berpikir dia akan pulang?" tatap Neko, dia masih bersama dengan gadis itu.
". . . Dulu, dia selalu pulang dengan senang dan aku selalu menyambutnya di depan pintu tapi sekarang sama sekali tak ada sesuatu yang bisa aku sambut."
"(Itu tidak seperti yang kupikirkan, kenapa dia memiliki jiwa yang sangat sedih hanya karena tak ada kehadiran seseorang yang penting untuknya.)... Dengar, suatu saat nanti kau akan bisa menerimanya dengan tubuh yang setuju dan hati yang diam pecah. Kau masih memiliki seseorang yang dekat bukan?"
"Ya, dia ibuku," balas gadis itu.
"Bagus, anggap saja dia sebagai ayah dan ibu mu, suatu saat nanti, mungkin kau akan bertemu dengan ayah mu."
"Kamu mengerti apa..." gadis itu langsung menyela membuat Neko terdiam.
"Ayah ku sangat baik, aku yakin dia pulang cepat dan tidak perlu menunggu suatu saat... Ini semua sangat buruk, tapi bukan berarti aku kecewa pada nya... Tapi aku hampir membencinya karena dia tidak pulang... Aku membutuhkan ayah...." kata gadis itu sambil kembali menangis.
Lalu Neko terdiam, dia mengingat wajah seseorang yakni Cheong. "(. . . Jika di pikir pikir... Aku menganggap Cheong sebagai apa... Ketika aku bersama nya, aku menganggap nya adalah orang yang paling bisa menjagaku, tapi yang dia ajarkan justru berbeda dari kebaikan... Itu membuat ku berpikir bahwa aku telah bodoh di tipu olehnya... Sampai saat ini aku tak mau mengakui apapun darinya... Tapi, aku pernah kecewa padanya... Sangat kecewa...)" Neko mengingat sesuatu, ketika ada kata istri dari Cheong.
"(Kau menikmati semua bersama istri mu itu huh... Tapi sampai saat ini, apa yang kau tunjukan di kartu keluarga hanyalah nama mu saja... Tak ada nama wanita maupun keturunan mu sendiri... Terserah.... Aku tak mau mengingat itu, kepala ku pusing dan dada ku sesak...)" Neko melirik luka di tangan kirinya itu yang terus mengalirkan darah sementara tangan satunya hanya bisa diam di bawah.
Lalu ia melirik ke gadis itu yang masih terisak menangis. "Kau tahu... Aku pernah ada di posisi mu," kata Neko membuat gadis itu terdiam menatap.
"Wajar saja jika kita memiliki seseorang yang sama sekali tidak bisa memberikan kepastian terbaik untuk selalu bertemu... Karena itu akan mengajarkan kita betapa besarnya rasa sakit yang sudah kita alami, agar kita tidak tertipu oleh orang lain ataupun untuk kedua kalinya," kata Neko.
"Di pikiran ku... Dan di kehidupan ku, jelas begitu berbeda... Karena kita berpikir kedepan, sementara kehidupan berjalan secara berurutan membuat kita terlalu banyak menyimpan pikiran kita... Berpikir soal tertawa bersama ayah mu, berpikir soal mengobrol menyenangkan bersama ayah mu dan berpikir soal menerima kehangatan dan sebuah kasih sayang dari ayah mu itu penting, tapi jika pikiran mu berbeda dari apa yang kau alami di kehidupan, anggap saja ini nyata untuk mu..." tambah Neko.
"Tapi... Aku selalu berpikir begitu dan itu memang benar terjadi, namun sekarang... Itu bukan soal pikiran dan kehidupan, tapi ini takdir..."
"Kau berbicara seperti itu layaknya kau tahu bagaimana takdir dapat didefinisikan," Neko menyela. "Jika kau menganggap itu takdir, hanya perlu berpikir bahwa takdir mu lebih sakit dari pada hidup yang kau jalani," kata Neko membuat gadis itu terdiam.
". . . Bagaimana dengan ayah ku...?"
". . . Dia bekerja keras... Dia mencoba menghiraukan mu karena dia khawatir dengan mu di pekerjaan nya, berpikir saja bahwa ayah mu pergi dan ketika dia pulang, dia membawa pelukan hangat, memberikan kecupan manis dan yang lain nya dan kau akan kembali senang, gadis seusia mu tidak pantas pergi sendiri, tidak pantas berjalan sendiri, jika kau melakukan itu... Kau akan berakhir sama seperti ku meskipun kita memiliki perbedaan," kata Neko.
Lalu gadis itu berhenti meneteskan air mata dan mengangguk.
"Bagaimana dengan mu.... Apa kamu baik baik saja... Dimana ayah mu?" gadis itu menatap.
Tapi Neko hanya terdiam, ia menatap bawah dan tersenyum kecil. "(Ini tidak ada kaitan nya... Meskipun aku bertemu dengan nya sekalipun, dia tetap bukan seseorang yang akan aku sebut ayah....)" Neko hanya berpikir membuat gadis itu terdiam menunggu.
"Maaf, aku.... Kembali merasa sakit," kata Neko membuat gadis itu terkejut.
"Apa?! Kamu sakit!! Apa yang kamu rasakan?" dia menatap khawatir.
"(Rusuk ku.... Rasanya bergeser....)" Neko memegang bawah dadanya dan di saat itu juga, mendadak darah perlahan menetes dari mulutnya membuat gadis itu terkejut melihatnya. "Ahhhh tidak.... Darah itu keluar dari bibir mu," dia menatap panik, dia bahkan hampir tak berani melihat.
"(Sialan.... Ini bukan berarti kebiasaan ku muncul sekarang kan... Aku sangat menginginkan darah,)" Neko mengangkat kepalanya dengan menutup mata dan dia mulai bernapas panas, lalu melirik ke gadis itu dengan mata pucatnya.
Dia menatap leher gadis itu, lalu tangan kanan nya dengan gemetar terangkat dan memegang leher gadis itu membuat nya terkejut merasakan tangan Neko.
"(Aku ingin menggigit nya tapi aku tak ada tenaga untuk mendekat padanya....)" Neko melemah.
Tapi ia membuka mata lebar dan menatap gadis itu karena gadis itu memegang tangan Neko dan memeluknya. "Aku mohon, jangan mati.... Jangan meninggalkan ku... Maafkan aku karena dari awal sikap ku buruk..." tatapnya.
Neko terdiam, dia tak bisa berkata kata dan perlahan menundukan pandangan nya. Darah yang terus mengalir di lengan nya membuat banjir di bawahnya karena darahnya terus keluar. Dia sudah kehabisan darah dari tadi.
"(Ini baik baik saja... Ketika aku mati seperti ini, aku pasti bangun lagi karena nyawa ku banyak... Tapi tetap saja... Kutukan tidak membuat ku mati, tapi takdir membuat ku sakit.)"
"Aku mohon!!" gadis itu berteriak, dia memegang kedua pipi Neko membuat Neko tetap membuka matanya. "Jangan mati...." dia menatap sambil menangis. Hingga ia memeluk Neko membuat Neko agak kesakitan karena dia menekan tubuh Neko bagian rusuk.
Tapi Neko tak mempedulikan itu, dia membiarkan gadis itu menangis di tubuhnya. "(Ini pertama kali nya aku terlihat menyedihkan di depan gadis kecil yang bahkan aku tak tahu nama nya sama sekali,)" pikir Neko. Dia menundukan pandangan lagi dan perlahan menutup mata.
---
Keadaan semakin lama dan sudah jelas tak akan ada harapan lagi di bawah sana.
Tapi siapa sangka...
"Akai!!!" teriakan panggilan membuat gadis itu bangun dan menatap atas.
Rupanya Yechan yang memanggil dari atas. "Hei, apa itu kalian!?" dia menatap.
"Disini!!" gadis itu menatap. Dia langsung berwajah senang. "Lihat, Tuan Yechan telah datang, kakak... Kakak?" dia menatap Neko, tapi tak di sangka, Neko sudah menutup mata dan darah juga mengalir dari keningnya membuat gadis itu terpucat melihat itu, dia ketakutan.
"Tuan Yechan!! Cepat kesini!" teriaknya membuat Yechan ikut panik.
"Astaga.... Tak ada perlengkapan, tak apa lompat," tanpa basa basi Yechan melompat dari sana dan berhasil mendarat dengan aman menggunakan kakinya, lalu mendekat dan berlutut ke Neko. "Akai, kau baik baik saja, Akai..."
Tapi Neko tak membalas dan hanya wajah kesakitan yang terlihat di wajah Neko dengan tanpa sadar.
"Akai..." Yechan terkejut dan langsung menggendongnya di dada.
"Yechan, kau sudah menemukanya?" Petugas polisi berteriak dari atas. Dia langsung mengulurkam tali.
"Aku menemukan mereka, cepatlah kemari petugas Cin, Akai terluka," Yechan membalas.
"Aku mohon jangan mati, huhu..." gadis tadi menangis. Neko yang membuka matanya sedikit menatapnya yang menangis.
"(Kau seharusnya tidak menangis.... Hanya untuk ku...)"