webnovel

Chapter 30 My Model

"Tunjukan aku peta gedung ini.."

"Aku menemukan nya di meja profesor disini," kata Zuo yang membuka lemari berisi satu peta besar yang ia letakan di meja yang sudah di lihat Neko dan dirinya sendiri.

Mereka sekarang ada di ruangannya. Tepatnya ruangan Zuo sendiri.

"Apa kau... Ini tempat mu?" Neko hanya melihat sekitar, tempat itu benar benar sama seperti kantor dosen.

Banyak buku, file dan semuanya. Neko mengambil satu persatu buku di sana dan hanya membaca beberapa sambil menunggu Zuo menyiapkan peta nya.

"Yeah, ini ruangan ku, ketika pertama kali melamar di sini, mereka tidak mempercayaiku, tapi mau bagaimana lagi, kodrat di sini itu di pandang dari identifikasi identitas. Kita para penjahat pastinya bisa memalsukan identitas, aku rela menjadi dosen hanya untuk melakukan perintah Cheong karena bukunya memang ada di sini."

". . . Kau yakin bukunya ada di sini? Dan... Bagaimana jika Cheong tahu kau membantu ku di sini?" Neko menatap.

"Aku tak peduli hal itu, ingat saja kata kata Cheong 'ini hanya soal bersenang senang' karena dia berkata begitu, aku juga akan melakukan apa yang sama dia katakan. Bersenang senang dan membuat ku bersama mu begini," kata Zuo membuat Neko memasang wajah agak aneh.

Lalu ia meletakan buku yang ia ambil tadi dan mendekat ke meja tepat di mana peta besar itu ada. Peta itu seperti tampilan atas gedung, tidak ada sama sekali ruangan bawah tanah yang terlihat.

"Aku pasti benar, Kau juga bingung bukan, tidak ada ruangan nya, mungkin gedung ini bukanlah tempatnya," Zuo menatap.

"Kau salah, berapa pintu keluar di sini?"

"Ada 6, siswa masuk melewati 3 pintu dan 3 pintu lain digunakan untuk menuju ke halaman asrama."

"Kalau begitu pintu disini tidak ada 6 namun 7."

"Apa maksudmu?" Zuo bingung, lalu Neko menunjuk sebuah desain pintu kecil yang ada di ruangan kepala sekolah.

"Itu ruangan gudang milik kepala sekolah, tempat itu umum, tidak mungkin ada disana."

"Ada, kita hanya harus memastikannya, karena seingatku asrama ini memiliki 7 pintu keluar dan masuk," kata Neko.

"Bagaimana kau tahu?" Zuo menatap bingung.

"Ketika aku ada di sini, asrama ini memiliki 7 pintu keluar ataupun masuk, aku menggunakan nya salah satu dan baru sadar ketika melihat peta itu dulu, peta nya berbeda dari peta yang kau tunjukan padaku.... Yang jelas, peta yang dulu itu memiliki lokasi dan tempat bagian yang begitu lengkap," kata Neko.

"Jika itu benar, aku akan mempercayai nya..." Zuo mengangguk serius.

Lalu ponsel Neko menjadi berbunyi, Ia mengangkatnya dari Kim. "Boss Akai, Dia sudah hampir kemari."

"Baiklah," Neko membalas lalu menutup ponsel dan menatap ke Zuo yang juga menatap nya.

"Dari siapa itu? Pacar? Atau apa?" Zuo melirik bercanda.

Tapi Neko hanya membalas dengan tatapan dingin. ". . . Kita akhiri ini, aku ingin kau memastikan diriku benar atau salah. Aku akan kembali pada waktu luang," Neko menatap lalu berjalan pergi.

"Tunggu..." Zuo menarik lenganya dan di saat itu juga ia mencium leher Neko secara singkat.

Tapi Neko menahan wajahnya dengan tangan nya membuat posisi itu berhenti dan Zuo tak bisa melakukan yang akan ia lakukan tadi.

"Kau mau aku panggil sialan?" Neko melirik tajam.

"Ha... Baiklah, aku akan mencium mu kapan kapan.. Ingatlah ini Neko," kata Zuo menunjuk peta itu, Neko lalu tersenyum kecil dan berjalan meninggalkannya. "Aku yang harus nya bilang begitu... "

"(Gadis yang nekat, dia pintar juga menurutku bisa menemukannya pada peta sulit ini. Sekarang tinggal memastikan saja,)" pikir Zuo sambil menatap peta itu, ia lalu kembali menggulung peta itu dan menyimpan nya.

Lalu duduk di kursi bergerak nya. "Ha...." meletakan tubuhnya dengan rileks.

"Kenapa aku merasa argumen gadis itu benar, asrama ini memang tempat menyimpan buku itu, tapi kenapa harus asrama ini... Jika aku ingin percaya pada gadis itu, tentunya aku harus membuktikan nya sendiri," gumam nya, ia berniat mencari buku itu sendiri duluan tanpa Neko.

Ia lalu berjalan pergi dari ruangannya dan menuju ke ruang kepala sekolah.

Keadaan di sana juga sudah malam, tak ada jam belajar malam lagi, semua mahasiswa telah kembali ke asrama dan para pengajar telah pulang ke rumah, hanya ada Zuo di sana, dia sengaja tidak pulang karena itu tugas nya, tanpa istirahat sebelum tugas dari perintah Cheong di selesaikan.

"(Untuk saat ini, aku pertama kalinya masuk ke ruangan kepala sekolah tanpa izin dan sangat gelap di sini,)" ia masuk di satu pintu besar di lorong luas itu.

Ruangan itu sepi karena kepala sekolah tidak ada.

"Wah, wah, ini lebih gede dari kantorku, lain kali aku akan membuat jabatan ku naik," gumam Zuo. Ia lalu melihat satu pintu di sana.

"(Apa itu pintu gudang nya? Ruangan kantor kepala sekolah memang memiliki pintu gudang, aku harus ke sana,)" ia berniat ke sana dan menggunakan senter untuk masuk kegudang itu dan mulai mencari sesuatu yang harus ia dapatkan disetiap sudut. Tapi tidak menemukan apapun.

"Huf... Sama sekali tidak ada apa apa... Tunggu dulu," ia mencoba mengingat kembali peta itu.

"(Neko menunjuk tempat itu ada di tengah gudang, bukan di sudut, itu artinya,)" ia menyorot lantai bawah dan hanya ada rak kecil di depan nya. "Semoga ini...." ia memindahkan sebuah rak kecil itu, dan dia benar benar menemukan pintu masuk bawah tanah. "(Hmp... Rupanya benar,)" ia tersenyum dan akan membuka, tapi ada yang menodongkan pistol tembakan padanya dari belakang. Ia menjadi terdiam kaku.

--

"Apa yang kau lakukan!! Aku tidak dengar!" teriak Tuan Ezekiel pada putranya, Roiyan yang berdiri menghadap nya di meja kantor.

Tuan Ezekiel langsung berdiri dan membentak Roiyan yang terdiam. Sepertinya Roiyan baru saja melakukan sesuatu yang membuat Tuan Ezekiel begitu marah menggunakan nada tinggi nya.

"Maafkan aku, ayah, dia berlari begitu saja tanpa melihat ke kanan dan kiri dan alhasil, dia tertabrak truk," kata Roiyan dengan wajah yang begitu bersalah.

"Katakan padaku yang sebenarnya?" Tuan Ezekiel menatap. Rupanya mereka membicarakan Neko.

"Amai, dia berlari begitu saja setelah aku mengakui pada seseorang dia adalah kekasih ku, dia pergi dan langsung tak melihat keadaan," kata Roiyan.

Lalu Tuan Ezekiel menghela napas panjang. "Roiyan, dia memang bukan kakak mu, kita juga tak ada hubungan darah dengan nya, aku mengusirnya dari rumah karena tahu dia di asrama benar benar memiliki perilaku buruk, meskipun dalam hal nilai mata pelajaran dia baik, tapi tetap saja.... Dia gadis yang tidak di ketahui asal usul nya, aku dulu takut merawatnya karena mulai dari mata milik nya dan tingkah lakunya yang aneh... Tapi kenapa aku mengakui nya sekarang, itu karena dia tumbuh menjadi perempuan yang begitu menawan, dia seperti bangsawan kelas atas, tapi tetap saja.... Sampai saat ini aku tak tahu apa yang dia lakukan selama 20 tahun berpisah, dia hanya bilang dia di rawat oleh Tuan Kim yang ia anggap kakak nya."

"Tapi, bagaimana jika dia berbohong dan tidak pernah menganggap Tuan Kim adalah kakak nya?" Roiyan menatap.

". . . Kenapa kau bisa berpikir begitu?"

"Itu karena.... Di lihat dari kedekatan mereka, Tuan Kim bersikap seperti patuh pada Amai dan Amai hanya bisa memasang wajah datar nya itu, apakah itu sifat nya?"

"Ya begitulah, gadis itu memiliki sifat yang kuat dan tinggi, dia tidak akan bersikap murahan pada pria, karena itulah, dia menolak mu, mungkin yang terlintas di benak nya, lebih baik dia pergi dari pada mengeluarkan kemarahan nya pada mu demi membela dirinya sendiri.... Memiliki gadis itu sangatlah beruntung, yang harus kita lakukan hanyalah menawarinya apakah dia mau bergabung dengan keluarga ini lagi."

"Ayah, setelah ayah bersikap menampar nya ketika dia datang kemari, apakah perkataan ayah itu dapat dia percayai?"

"Tentunya tidak akan, dia akan merasa kesal, tapi tetap saja aku duluan yang kesal karena dia dengan berani beraninya pergi tanpa memohon untuk kembali padaku, dia harus nya memohon padaku saja."

". . . Tapi ayah, anda bilang bahwa dia gadis yang memiliki sifat kuat, tentunya dia tidak akan mengulangi hal yang sama setelah apa yang dia pelajari dan mengerti untuk tidak melakukan nya lagi karena dia tahu akan menerima ketidak nyamanan dua kali," kata Roiyan.

"Itu tetap saja, aku ingin meminta bantuan mu untuk mengajak nya masuk ke keluarga Ezekiel."

". . . Ayah, bagaimana jika jangan begitu, tapi jadikan dia sebagai menantu, untuk ku," Roiyan menatap membuat Ezekiel terdiam.

". . . Kau suka padanya?"

"Yeah begitulah.... Mungkin ini hal yang wajar jika suka padanya, apa salah nya jika aku harus duluan mengambilnya."

". . . Itu mungkin bisa di bilang ide yang bagus, baiklah, tapi kau harus bilang sendiri kau ingin melamar nya..."

"Benarkah ini, aku bisa melakukan nya.... Oh baiklah, kalau begitu aku akan menjemput nya di rumah sakit."

"Apa dia bisa pulang?"

"Yeah, kondisi nya bagus, dia gadis yang kuat padahal itu di ujung nyawanya tertabrak truk," balas Roiyan. Lalu ia berbalik dan berjalan pergi.

Setelah itu, tampak Neko pulang ke rumah Tuan Besar Ezekiel.

"Candy, hati hati," Roiyan memeganginya tapi Neko melepas tangan nya. "Maaf, aku bisa melakukan nya sendiri dan tolong, jangan panggil aku begitu di depan Tuan Besar," kata Neko melirik nya membuat Roiyan terdiam kaku mendengar itu.

"Kau baik baik saja Amai?" Direktur Ezekiel tampak keluar dari salah satu ruangan dan berjalan mendekat ke Neko yang berjalan masuk rumah.

"Aku baik baik saja Tuan Besar, aku ingin beristirahat," Neko membalas lalu Tuan Ezekiel memegang pipinya membuat Neko bingung.

"Amai, maafkan aku, dari awal aku memang yang sudah membuatmu begini."

". . . (Kau pikir aku sudi untuk memaafkanmu,)" Neko berkata kejam di dalam hati. Lalu Ia menundukan badan dan berjalan pergi membuat Tuan Ezekiel dan Roiyan saling menatap khawatir.