webnovel

Dream Wedding

Nayanika Carissa Salsabilla, perempuan berusia 25 tahun yang memiliki mata indah dan memancarkan daya tarik serta anggun dan mengagumkan seperti mata air surga. Naya hanya punya satu keinginan ... Yaitu sebuah pernikahan yang indah dan romantis. Tapi, apa Naya bisa mewujudkannya bersama pria pilihan Ayahnya, atau mungkin pernikahan impiannya tidak akan pernah terwujud? ♡♡♡

Apipaaa15_ · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
28 Chs

⭕ 18. Rencana Aditya

`Selamat Membaca`

...

Aditya menatap wajah kelelahan yang terpancar dari wajah Naya. Aditya sengaja tak tertidur setelah pergulatan panas, dirinya akan melakukan 'sedikit' hal kecil untuk masa depan pernikahan mereka berdua.

Tak ingin membuat waktu berlalu dengan percuma, Aditya segera memakai pakaiannya kembali dan menelepon nomor seseorang.

"Halo? Saya membutuhkan bantuanmu sekarang."

Aditya mengangguk, "Baiklah, terima kasih atas bantuannya. Aku tutup!"

"Maaf kan saya Naya, tapi ini demi kebaikan kita." Aditya menatap Naya sebentar, lalu membungkusnya dengan selimut tebat kemudian mengangkatnya dengan gaya bridal style.

Bi Ningsi menatap heran keduanya, "Naya mau di bawa kemana, Den?" ucapnya mengatakan kebingungan.

Aditya menempelkan telunjuknya di bibir mengisyaratkan untuk tidak ribut agar Naya terus terlelap dalam tidurnya.

"Saya ingin membawanya di ruangan isolasi." bisik Aditya, lalu berjalan menjauhi Bi Ningsi.

"Isolasi?" gumam Bi Ningsi tak mengerti dengan maksud Aditya.

Aditya membawa Naya pada ruangan polos tak berjendela dan tak berventilasi. Ruangan ini bisa di bilang sebagai ruangan rahasia, tak ada yang mengetahui letaknya kecuali dirinya dan sekarang Aditya akan mengurung Naya diruangan ini.

Jika kalian bertanya-tanya untuk apa Aditya melakukan hal gila seperti ini? Maka jawabannya tentu saja untuk membuat Naya tidak bisa kabur sebelum mengandung anak Aditya yang nantinya akan menjadi penghalang Naya untuk bercerai dengan dirinya.

Aditya akan selalu mendatangi ruangan ini saat malam untuk menanam benih dan pergi ketika matahari telah menyambut pagi.

Aditya meletakkan dengan perlahan tubuh Naya di atas ranjang yang dirinya telah sediakan untuk berjaga-jaga jika hal ini akan terjadi mengingat bagaimana sikap keras kepala Naya.

"Enghh ...." Naya melenguh merasa tidur nyenyaknya terganggu.

"Sssstttt, tidurlah yang nyenyak. Cup cup cup." ucap Aditya menenangkan sambil mengelus lembut surai rambut Naya.

"Tidur lah yang nyenyak, karena sebentar lagi kamu akan merasa hidupmu berubah. Maaf kan saya sayang ..." Aditya mencium lembut kening Naya dalam waktu yang lama, tanpa di sadari setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Aditya.

Aditya mengangkat wajahnya menjauh dari kening Naya dan tentu Aditya juga mengusap air matanya agar tidak ada yang tau dirinya telah mengeluarkan air mata karena takut kehilangan seseorang. Tentu ego Aditya melarang hal memalukan seperti itu terjadi padanya.

"Sampai jumpa, saya akan datang sebentar lagi. Istirahat lah." Aditya menjauh dari ranjang Naya dan menutup pintu, ah tidak Aditya mengunci pintu kamar agar Naya tidak bisa keluar dari dalam sana.

...

"Maaf Den, di depan ada orang yang mencari Aden." ujar Bi Ningsi.

Aditya mengangguk, "Baiklah. Suruh mereka menunggu lebih dulu, saya akan berganti pakaian."

"Tentu Den." ujar Bi Ningsi patuh dan segera berlalu dari hadapan Aditya.

Di dalam kamar, Aditya segera mandi dengan cepat dan berganti pakaian kasual menjadi pakaian formal.

"Perfect!" seru Aditya ketika melihat pantulan dirinya di dalam cermin. Tanpa membuang banyak waktu lagi Aditya segera turun kebawah, tentunya untuk menemui tamu pentingnya.

"Udah selesai? Lo kayak cewe aja mesti mandi dulu baru temuin tamunya." ucap Agam judes sekaligus kesal waktunya terbuang-buang begitu saja hanya untuk sahabatnya itu. Padahal kan waktu adalah uang, ck!

"Saya mandi dulu, tadi habis main sama istri." ujar Aditya tanpa beban. Lalu ikut duduk di hadapan Agam, sahabatnya yang tak tahu malu, tapi sayangnya sangat setia dalam hal pertemanan.

"Anjir, lo udah nikah?!" ucap Agam terkejut. Tak ada hujan tak badai sahabatnya itu tanpa beban mengatakan dirinya telah menikah, tanpa mengundang dirinya pula, ck!

Aditya mengangguk, "Tentu saya telah menikah, kamu saja yang tidak tahu."

Agam tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Aditya yang begitu yakin, "Gue nggak percaya, mana ada perempuan yang mau nikah sama lo. Ck! melakukan hal romantis saja tidak bisa."

Aditya memutar bola matanya malas, "Terserah! kamu mau percaya apa tidak."

Agam menghentikan tawanya melihat kejujuran sahabatnya itu, mungkin memang benar Aditya telah menikah. Tapi, kenapa dia menyuruhnya datang membawa obat ini?

"Mana obatnya?!" Aditya mengulurkan tangan meminta sesuatu yang sangat dirinya butuhkan untuk saat ini.

"Gila lo, buat apa obat subur dan obat bius? sama obat perangsang? Lo mau pake buat apa, jangan ngadi-ngadi deh. Bahaya!" celoteh Agam sambil membuka tasnya, mengambil obat yang diminta Aditya.

Agam menyerahkan 3 obat itu pada Aditya, "Nih, tapi lo mau pake buat apansih?" tanyanya bingung.

"Makasih, kamu kan dokter hebat pasti tau manfaat dari obat-obatan ini." jawab Aditya.

Agam menghembuskan napas, ingin sekali menampol wajah sok dingin milik Aditya, "Gini deh, obat itu lo boleh pake asal masih dalam dosis wajar. Tapi, efek sampingnya bisa bahaya buat mental seseorang."

"Saya tau, udah sana pulang!"

"Yeeee, gue juga nyadar diri kali. Nih juga mau balik lagi ke rumah sakit, biasa orang sibuk" ujar Agam menyombongkan diri. Menjadi seorang yang berprofesi sebagai dokter spesialis anak, tak ayal membuat dirinya sangat sibuk. Tapi hanya untuk sahabat tak tau terima kasih ini, Agam rela meninggalkan pekerjaannya dan datang kesini.

"Ya udah sono, makasih sekali lagi dan saya harap rahasia ini hanya ada diantara kita berdua" ujar Aditya sambil bangkit dari duduk.

Agam mengebrak meja kaca di hadapannya, "Aduh gimana nih, yang tau masalah ini udah 5 orang" ucap Agam bingung.

"Siapa aja yang tau masalah ini?!" tanya Aditya khawatir.

"Pertama gue sendiri, terus suster rumah sakit, terus penjaga kebun, terus petugas keber---"

"--- Nggak guna! sana pulang!" potong Aditya kesal merasa di permainkan.

Agam mengangkat dua hari sebagai tanda perdamaian, "Hehehe peace, ya udah gue pulang. Assalamualaikum!"

Aditya menghela napas lega melihat tubuh sahabatnya telah hilang di balik pintu rumah, dengan segera Aditya menyimpan obat-obatan ini dengan aman agar tidak ada yang mengetahuinya.

"Den, mau makan siang sekarang?"

"Iya dan juga tolong siapkan makanan di nampan. Saya akan membawakannya pada Naya" perintah Aditya.

Bi Ningsi menggeleng, "Tidak Den, biar Bibi saja"

"Tidak, saya bisa melakukannya sendiri" ujar Aditya tetap pada keputusannya untuk menjauhkan Bi Ningsi dari ruangan itu mengingat hubungan antara mereka yang sangat dekat, bisa saja Bi Ningsi meloloskan Naya dari sana tanpa sepengetahuan dirinya.

"Ya sudah Den, Bibi siapkan dulu"

"Terima kasih" Aditya berjalan ke kamar, meninggalkan Bi Ningsi yang merasa kebingungan dengan tuan majikannya seharian ini.

"Apa yang terjadi pada mereka? Ah sudahlah, mungkin hanya masalah rumah tangga saja" gumam Bi Ningsi dan mulai kembali melakukan pekerjaannya di dapur.

Sesampainya di kamar, Aditya menepuk jidatnya melupakan menanyakan cara penggunaan obat ini pada Agam.

Aditya segera mengirimkan pesan pada Agam, lalu menaruh obat itu di laci bawah dan menguncinya.

Tok Tok Tok

"Makanan sudah siap, Den" ujar Bi Ningsi di balik pintu kamar.

Aditya bergumam sebagai jawaban, sebelum turun ke bawah Aditya menyempatkan diri untuk mengambil empat lembar dasinya di dalam lemari, berjaga-jaga jika Naya kembali memberontak seperti kejadian semalam.

Menunggu hingga malam tiba adalah waktu yang lama bagi Aditya, kenapa tidak sekarang saja? Mumpung dirinya sedang tidak ada pekerjaan, ah lebih tepatnya dirinya tidak sedang ingin mengerjakan apapun.

"I' am coming, baby" gumam Aditya sambil bersenandung.

....

To Be Continud☆

~Selamat berkomentar dan mendukung cerita ini~☆

Salam cinta♡

[Apipaa] ♡