webnovel

Mirip

Aku hafal dengan kata-kata pembuka ini. Aku hanya tersenyum menanggapinya. Karena hanya mau pertolongan darinya tentang bagaimana menjauh, menghancurkan dan lepas dari gangguan yang selama ini malah membuatku bertambah muak setiap harinya.

Jadi, terserah dia mau berkata apa. Asalkan dia tak akan jadi korban seperti Aki atau menolakku mentah-mentah seperti Kiyai Akmal. Aku harap dia bisa diajak kerjasama. Tak melepasku begitu saja.

"Duduklah dulu. Kalian pasti capek jalan dari depan ke sini. Rumah ini memang ada di pedalaman gang. Saya sengaja tak mau pindah, karena banyak gangguan kalau sampai ada yang menempati rumah ini. Seperti kamu Fira."

Pak Kusumo duduk di depan kami. Dia menatapku tanpa melepas senyumannya.

"Itu pasti yang kamu pikirkan, kan, Fira?" tanyanya.

Aku mengerenyitkan alis. Tidak tahu apa yang dia maksud.

"Tenanglah dan jangan terlalu panik," ujar Pak Kusumo sambil merubah posisi dudk bersandar di punggung kursi.

Gina hanya diam, dia menepuk-nepuk pahaku, lalu saat kutatap wajahnya dia tersenyum.

Gina memang baik, dia menemaniku sampai seperti ini. Padahal suaminya yang sekarang tak memberinya ijin terang-terangan dengan mengirimiku sebuah pesan pendek. Dia tak bisa membiarkan Gina mengantarku, tapi Gina nekad melakukannya. Dia begitu menyayangiku sebagai sahabat.

"Saya gak ngerti Pak Kusumo bilang apa." Aku hanya menjawab apa yang kurasakan dulu sekarang. Tampaknya dia lebih tahu masalahku, jadi aku akan biarkan dia menebaknya dan aku aka mengoreksi jika salah.

"Kamu pikir setelah pindah ke rumah baru, kamu diganggu oleh setan-setan itu hingga sekarang?" tanyanya dengan tangan yang terlipat di dada.

Aku mengangguk, "Iya, Pak. Dari awal saya menginjakkan kaki di sana, saya sampai tak sadarkan diri dan kejadian-kejadian aneh datang silih berganti. Saya rasa memang dari sana dan juga keanehan pada suami saya."

Pak Kusumo menganggukkan kepala, lalu dia tersenyum miring kemudian berkata, "Kamu salah soal semuanya, Fira. Kamu memang orang yang telah ditunggu-tunggu karena kelebihanmu yang punya aroma wangi dan…." Pak Kusumo menggantung ucapannya, kemudian dia memajukkan tubuhnya dan berkata dengan suara yang kecil. "Cocok untuk dijadikan makanan si Nyai!"

Bulu kudukku terasa merinding. Suasana di ruangan ini juga enta mengapa jadi semakin aneh, dan udaranya dingin perlahan-lahan.

"Gina apa kamu merasakan ada yang aneh?" Pak Kusumo bertanya, dan aku langsung menatap Gina yang bergumam tak jelas.

"Dukun kurang ajar! Enyah kau! Jangan ganggu makananku!"

Aku langsung bangkit dari duduk ketika menyadari kalau Gina sedang dirasuki. Suaranya saja berubah seperti orang tua.

Matanya melotot dan dia mengacak-acak rambutnya sampai kusut. Jemarinya menghitam. Aku pikir orang yang kerasukan hanya mengatakan hal-hal yang tidak-tidak, tapi baru kutahu kalau perubahan fisik juga terjadi dengan cepat.

Pak Kusumo melambaikan tangannya menuju ke arah belakang tubuhnya. Dia yang sejak tadi bersikap santai mendadak serius. Dia tampak membacakan sesuatu, doa, entahlah sepertinya bukan.

Pria itu mengambil sesuatu yang ada di pinggangnya, aku melihat dan ternyata itu adalah keris yang mirip sekali dengan milik Aki. Aku jadi teringat tentangnya. Merasa sedih, jangan -jangan setelah ini Pak KUsumo yang akan mengalami hal yang sama. Jujur saja aku lelah dan tak bisa menerimanya jika itu benar-benar menimpa Pak Kusumo apalagi Gina.

Kalau sampai Gina merasakan gangguan itu dan membuatnya dalam bahaya, aku juga tak bisa menerimanya. Dia terlalu baik untuk mendapatkan ini. Dia orang yang akan terus ada di sisiku, kalau dia diambil juga, aku akan benar-benar sedih dan merasa sendirian. Aku juga merasa sangat bersalah dan perlu dihukum.

Pak Kusumo melakukan gerakkan yang akan menyerang Gina denga kerisnya. Gina atau lebih tepatnya setan yang merasukinya, terlihat menghindar dan menangis ketakutan. Dia bahkan menatapku dengan sorot memelas dan meminta perotolongan juga. Aku sampai tak menyadari kalau itu bukan dirinya dan kembali berdiri di belakang tubuh Pak Kusumo yang terus saja memperlihatkan ke Gina sebuah keris.

"Jangan main-main dengan keris itu, atau aku akan menyakiti pemilik tubuh ini. Akan kulemparkan dia ke jurang!" ancamny.

Pak Kusumo, bukannya panik malah dia semakin semangat mendekatkan wanita itu dengan benda tajam yang ada di genggaman.

"Ini kota, bukan desa. Rumah padat penduduk yang berjajar. Kau mau ke mana, Nenek Setan!"

Dengan satu sentakkan Pak Kusumo menggoreskan kerisnya ke tangan Gina. Seketika keluar cairan merah kental yang keluar.

Aku berteriak, begitupun dengan Gina atau entah wanita tua tersebut. Suara erangan terdengar begitu jelas.

Aku tak tahu ini benar atau tidak. Tapi apa yang dilakukan pria ini benar-benar keterlaluan. Tak perduli dia Gina atau wanita yang disebut nyai atau tidak. Aku langsung berlari dan hendak menolong.

Tapi langkahku malah dicekal oleh Pak Kusumo. Dia menggeleng.

"Setan itu belum keluar, jangan mendekat!" Dia memberikan larangan yang sangat keras kepadaku. Matanya terlihat ingin keluar dan dia tampak kaget juga dengan pergerakkanku.

Aku menepis tangannya yang menghalangi jalanku.

"Dia sahabatku. Mau sedang dirasuki atau tidak, goresan keris itu telah membuatnya dalam bahaya!" Aku membentak. "Ini sudah keterlaluan!"

Pria itu tak menggubris perkataanku yang bahkan disampaikan dengan bentakkan, dia terus saja melarangku.

Aku bahkan didorong sehingga terhempas ke belakang. Tenaganya sungguh kuat. Aku tak bisa melawan dan kepalaku juga terbentur bagian belakangnya. Pusing sekali, bahkan tak bisa langsung bangkit dari posisi.

"Kamu diam. Atau setan ini akan menyerangmu dan Saya yang akan repot!"

Aku meringis mencoba tenang sambil terus memperhatikan Gina yang terlihat mengamuk dan berteriak. Aku mengingat suaminya. Gina dalam bahaya besar sesuai dengan alasan sang suami melarangnya.

Aku tak bisa diam saja dan kembali mendekati dia, bersamaan dengan itu aku melihat Gina mengerang, dan dia tersungkur ke lantai.

"Dia baru pergi sekarang. Tino! Bantu saya mengobati Gina!"

Pria yang lain dari dalam rumah datang, dia dengan sigap menggendong Gina dan membawanya ke dalam.

"Di dalam, ada anak saya yang memang berprofesi dokter. Kami buka klinik di depan jalan ini, dan di sini praktik khusus buat saya untuk hal-hal ghaib. Makanya saya minta kamu tenang. kamu pikir saya bodoh mau melukai orang demi setan yang tak ada wujudnya itu?!"

Pak Kusumo memang marah kepadaku. Nada bicaranya sangat keras. Aku masih khawatir ingin menyusul Gina.

"Bolehkan saya ijin ke dalam?"

Pak Kusumo menarik napasnya, dan mengangguk.

Aku segera berlari, enggan membuang waktu terlalu banyak karena sudah kepalang takut dia tak bisa ditangani dengan baik.

Aku berlari mengikuti pria yang tadi membawa Gina. Untunglah belum tertinggal jauh.

"Mas, Mas, tunggu saya!" Aku berteriak da pria itu melambat aku mengejarnya hingga kami sejajar.

"Saya akan ikut menemani pengobatan teman saya."

Pria itu hanya mengangguk dan senyum seadanya.

Aku baru sadar kalau rumah Pak Kusumo sangat kental dengan budaya. Banya sekali lukisan, patung, Guci besar, dan pahatan kayu yang ada di sepanjang sudut rumah. Terpajang rapih, dan ada suasana tak nyaman ketika melewatinya.

Kami sampai di sebuah ruangan dan dibukalah oleh orang yang dipanggil Tino. dia menggendong Gina dengan sangat mudah karena tubuh temanku itu tidak tinggi dan langsing.

Dia segera membaringkan Gina di sana, dan keluarlah seorang pria yang memakai baju santai. Dia tersenyum ke arahku, dan aku membeku di tempat. Wajah pria itu bukanlah orang asing. Dia mirip sekali dengan orang yang kukenal. Aku hampir saja menyapanya.

"Dia bukan orang yang sama."