webnovel

mirip Bu Rohani

saat aku berhasil bebas. aku seperti orang yang baru saja keluar dari tahanan, ya, secara harfiah aku memang ditahan tadi oleh wanita menyeramkan seperti Bu Rohai lakukan keepadaku.

Orang-orang yang menungguku juga tetap ada dua orang yaitu bu pemilik warung dan juga bappa-bapa yang tak kuketahui namanya siapa, dia berdua nampaknya menungguku keetika aku berjalan cepat melintasi warung itu.

Tak ada satupun terlintas kehilangan aku mau berbelanja di tengah kegundahanku ini. Aku hanya melambaikan tanagn tak mau bercerita dengan sembarangan orang lagi apalagi kalau dia satu daerah dengan Rohani.

Untunglah aku masih dikuasai akal sehat yang membawaku pergi dari sini. Aku masihh bisa memesan taksi online dan pergi menuju rumah dengan penuh keraguan, apakah Mamah adalah orang yang sama. Apakah Mamah masih menerimaku aapa adanya karena aku juga begitu.

Mendengar apa yang dikatakan Rohani aku jadi taakut pulang, maka dari itu aku memutuskan untuk mengabari Mamah kalau aku pulang, siapa tahu jika tiba-tiba dia berubah enggan menerimaku, setidaknya aku bisa menyiapkan hati untuk berkemas dan pergi.

Aku menyandarkan kepala di sandaran kursi mobil, aku tak tahu appa yang sekarang yang hendak kulakukan beberapa waktu ke depan. Banyaknya bau sandungan yang tak kecil, membuatku jatuh berkali-kali. Untunglah aku berada di suatu kejadian di mana aku selalu bisa meloloskan diri atau ada orang yang membantuku untuk melaluinya dwngan ikhlas.

Perjalanan masih panjang dan aku memutuskan untuk beristirahat sejenak dan memejamkan mata sebentar kalau sada masalah yang tak bisa kukatakan dengan sembarang orang aku memutuskan untuk tidur.

***

Aku merasakan goyangan di punggungku yang semaki lama, semakin kencang. Hingga aku bisa membuka mataku yang terasa sangat lengket sat sama lain.

"Maaf, Mba, tapi kita udah sampai, sebenarnya dari sepuluh menit yang lalu, dan saya sudah ada orderan baru agar bisa jalan terus, jadi saya akhirnya bangunin Mba lag. Maaf kalau jadi mengganggu."

Secara pengelihatan memang sudah kembali normal tapi aku tak mengerti apa yang dia katakan kepadaku. Semua kata-kata yang meluncur darinya tak bissa kucerna satu pun.

Ketika melihat dia mengulurkan tangannya dan memegaang lenganku dan membantuku baru keluar, aku langsung turun dan sopir itu segera memasuki mobilnya.

Kaca mobil diturunkan ketika sebentar lagi mau keluar rumah. Aku menanggapi lambaian tangannya yang juga melambai kepadaku, setelah itu dia pergi dengan kecepatan yang cukup tinggi.

Aku mengambil napas dan mengeluarkannya secara perlahan, kemudian memasuki rumah Mamah yang terliat sepi layaknya sedang ditinggal penghuninnya tak satupun aktivitas yang bisa aku lihat sekadar Mamah yang sedang mengurus tanaman di depan. Sampai ada tumbuhan yang terlihat mati dan menguning, aku jadi merasa bersalah belum mengurusnya dengan benar ini salah satu kegiatan yang harusnya membantuku menghindari semua ini tetapi aku malah cari masalah dengan datang ke berbagai tempat di mana aku tak sangup untuk melepaskan diri dari apa yang harusnya aku hindari.

Aku jadi mengenal Bu Roani serta orang yang sangat mirip dengan Mas Fadil. Garis senyumnya saja sangat mirip, membuat dadaku terasa bergemuruh jika dia sedang ada didekatku seperti kejadian yang kemarin, Aku jadi tahu kalau dia sangat mirip karena cara kita berdiri memang berdekatan.

Kini aku sadar kalau aku sudah jadi boneka banyak orang untuk sesuatu yang tak kuketahui tapi yang pasti pola mereka smeua sama, selalu saja merasa yang paling benar agar aku bisa menddengarkan mereka yang mau mengatakan apapun kepadaku tentang banyak yang mereka jauhi dan ingin aku mengikuti jejak mereka.

Aku memasuki rumah benar-benar menginjak lantai yang terasa dingin sekali, mungkin juga sekarang aku sedang tak sehat dan butuh sekali istirahat. Aku demam dan tak akan mandi, tetapi mengingat tubuh Bu Rohani yang sempat berdiri di dekatku membuatku urung untuk tidak mandi itu bisa membuatku gatal hanya dengan mendengarkannya.

Aku tidak langsung masuk ke kamar Mamah., Seperti yang kubilang agar aku bisa masuk nanti jika ingin. Tapi sekarang lebih baik menyegarkan tubuh agar semua pikiran yang negativ keluar dari otakku.

Aku berdiri di bawah shower yang mengehluarkan air dan aku segera membasuh seluruh kulit badan dengan sabun berkali-kali, aku merasakan bau amis yang meyengat dari tubhku. Layaknya Bu Rohani yang aku tahu kenapa bisa aku mendapatkan ancaman kuat dari dia, apakah ini salah ssatnya dengan sengaja membuat tubuhku jadi bau amis seperti luka yang belum kering.

Aku sampai mau muntah dan tak sadar telah menggunakan begitu banyak sabun cair yang terus kubasukhkan ke kulit agar dia bisa setidaknya menyamarkan bau yang membuatku mual.

Akhirnya di tengah acara mandi aku muntah terlebi dahulu di closet, aku sampai jatuh terduduk dengan badan yang licin karena sabun menempel dengan lekat berkat aku guyur dri botolnya.

Aku mandi sambil menangis tapi aku sadar kalau aku bisa gila seperti ini. Bisa saja aku kembali dijahili karena sejak tadi aku merasakan tak terjadi apa-apa tapi kenapa sekarang semua berubah setelah mengubjungi ibu Rohani.

Perlahan aku memberanikan diri untuk berkaca dan melihat pantulan diriku di sana , aku begitu kaget ketika tubuhku sama menyeramkannya dengan Bu Rohani dengan bekas luka yang memenuhi kulit kepala, ke mana semua rambutku yang mendadak botak tak bisa kubiarkan aku terus diganggu.

Aku memaki, menantang semua setan yang telah melakukan ini kepadaku. Yang pastilah mirip dengan Bu Rohani, si menyeramkan tadi.

Aku tak bisa terus-menerus menjadi orang yang tak bisa berbuat apapun untuk diriku sendriri, aku harus berjuang dan aku harus menjadi diriku sendriri dalam menghadapi ini, aku harus kuat aku harus bisa melawan entitas yang tsama sekali tak bisa membuatku terbunuh hanya karena mereka menghantuiku.

Mereka tak bisa menyentuhku, tapi kemarin aku hampir lenyap, begitu pun mamah.

Semua itu menjadi pergolakan batin yang cukup menguras tenagaku terhadap kepercayaanku untuk melawan ity.

Aku menangis, hingga aku mulai bisa mencium aroma sabun lagi dan merasakan kalau gangguan itu mulai menghilang.

Segera saja aku menuntaskan mandiku, tetai sial aku lupa membawa handuk, sementara tadi bajuku basah akibat aku panik dan berusaha mengelilingi kamar mandi agar gangguan itu hilang,

Mau tak mau aku memanggil mamah dan meminta untuk diambilkan handuk. Setelah beberapa menit berselaang, handuk terulur dan aku segera mengambilnya dengan senang hati, itu berati mamah ada di dalam rumah, tak meninggalkan rumah ini.

Aku segera keluar dan masuk ke kamarku, setelah itu mengganti baju, dan saat mau keluar aku menemukan kertas di atas nakas, ternyata itu adalah kertas coretan mamah, aku kaget membaanya kalau ternyata mamah sedang pergi.

Aku berusaha tennag dan segera ke kamar beliau, tak ada, semua penjuru rumah aku telusuri mamah juga tak ada, jadi tadi siapa yang menyerahkan handuk tadi?