webnovel

2. WANITA BERUNTUNG

Aku tau semakin anak-anakku bertumbuh besar akan semakin banyak juga biaya yang harus ku keluarkan. Aku ingin memberi pendidikan terbaik untuk anak-anakku kelak, itu juga yang membuatku mengambil keputusan untuk mendaftar menjadi TKW ke Korea.

Dari sepuluh orang hanya akan terpilih satu orang dan akan terbang ke Korea dalam waktu enam bulan. Jadi selama tegang waktu yang ada orang tersebut harus fasih berbahasa korea dan memahami seluk beluk kehidupan di sana.

Setiap harinya tak pernah berhenti aku berdoa semoga akulah yang menjadi manusia beruntung itu. Banyak angan masa depan yang ku bangun, jika kelak aku terpilih dan bekerja di Seoul aku akan menabung untuk modal usaha. Sehingga kelak kebutuhan anak-anakku bisa terpenuhi.

"Sudah ada pemberitahuan lebih lanjut?." Yoga menepuk pundak kiriku, di letakannya sekaleng minuman bersoda di hadapanku. Aku menggeleng tak bersemangat.

"Belum, Ah... mungkin gue bukan yang beruntung," sahutku sambil menarik penutup kaleng minuman bersodaku.

Aku bisa mendengar suara tegukan di sebelahku, yang memastikan jika Yoga sedang menikmati minuman sari jeruk favoritnya.

"Lu nggak boleh pesimis, kita tidak pernah tau kapan kita menjadi beruntung." petuahnya itu seperti kakek tua yang sudah banyak makan asam garam, padahal ia hanya tiga bulan lebih tua dariku.

"Kalau ada kabar lebih lanjut, beritahu gue ya." entahlah itu hanya ke ingin tahuannya saja atau sebuah perintah. Aku hanya mengangguk dari tempatku duduk, lalu mengangkat kaleng minuman bersodaku "Terimakasih atas minumannya"

Malam belum begitu larut, aku masih asyik menonton drama korea favoritku. Maklum aku penikmat drama on going, rasanya cukup mendebarkan jika melihat list drama dan episode baru sudah teruploud.

Kedua putriku sudah terlelap di sampingku, dengan ponselku yang sudah lumayan ngandat aku menyaksikan drama korea itu. Hingga aku melihat ada sebuah noticf masuk. Karena terlalu fokus pada apa yang ku tonton aku mengabaikan noticf itu.

Ada tiga judul drama yang aku tonton, total sudah hampir lima jam aku menonton drama. Jam yang menempel pada dinding kamarku, sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Sudah saatnya aku berhenti dan tidur.

Saat hendak menyimpan ponselku, aku melihat noticf yang tadi aku abaikan. Ternyata ada Email baru.

Mataku terbelalak bahkan sangat sulit untuk ku kedipkan. Mulutku juga menganga lebar, ada sebuah rasa yang menyeruak di dadaku. Aku, ini benar-benar aku. Namaku, benar-benar aku. Oh, Tuhan.. ingin rasanya aku berteriak. Aku terpilih, aku yang beruntung. Entah kenapa di kepalaku hanya terpikirkan nama Yoga saja.

Segera aku menghubungi Yoga melalui aplikasi berwarna hijau. Butuh waktu lama sampai nada tunggu menjadi sapaan dengan suara berat.

"Hallo, apaan sich nelpon tengah malam?." Suaranya terdengar serak dan malas.

"Gue ketrima Ga, gue bakal ke Korea," sahutku setengah berteriak.

"Hahhh...." suaranya juga tiba-tiba terdengar nyaring "Serius lu Ahjumma (Panggilan untuk wanita paruh baya)?." tanyanya tak percaya

"Sumpah Ga, gue dapat emailnya. Mereka minta no rekening gue dan bakal ngirim uang untuk biaya gue privat bahasa korea, gila nggak."

"Wah, anjay. Gue kan udah bilang kita nggak pernah tau kapan kita jadi yang beruntung. Selamat ya." aku mendengar nada yang tulus dari rekan kerjaku itu.

Hingga pukul tiga pagi, aku masih belum bisa memejamkan mataku. Entah kenapa aku merasa seakan jantung ku akan meledak.

********************

"Mau kemana kita?." tanyaku pada sosok yang diam membisu dan fokus berkendara di sebelahku.

"Membuang stresmu," sahutnya ringan, jika aku berbicara lagi manusia dengan julukan kucing ini, ia juga tidak akan menanggapinya. Apa aku harus diam dan menurut pada lelaki yang empat tahun lebih muda dariku.

Mobil berhenti di pinggir sungai Han, tempat yang cukup sepi dan tempat ini adalah tempat favoritku saat aku sedang merasa kesal.

Soo ha keluar dari dalam mobil, dengan cepat ia berlari dan membukakan pintu mobil yang berada di sampingku.

"Turunlah, dan berteriaklah seperti biasanya. Jangan menoleh kearahku, mengumpatlah sesukamu. Buang semua energi negatifmu." aku ragu tapi pada akhirnya aku turun juga, berdiri tepat di pinggir sungai Han. Angin dingin menerpa tubuhku, menggerakkan rambutku yang tidak terikat sempurna.

Aku menoleh kebelakang ku lihat Soo ha sudah masuk kembali kedalam mobil. Sekarang dengan bodohnya airmataku jatuh, mengisi sungai Han yang sudah penuh.

"Kau jahat, Hwan na kenapa kau begitu jahat padaku!!!." dan bodohnya aku mulai berteriak, seakan ingin membuang semua beban di hatiku.

"Hwan na kau akan menyesali ini, kau akan menyesal karena tidak mempercayaiku, pabo ya...!!!! (bodoh)." aku duduk bersimpuh dan menangis tergugu sendirian. Hari ini aku berjanji hanya hari ini aku akan menangis, aku tidak akan pernah menangis lagi, terlebih untuk pria yang tidak bisa mempercayaiku.

Setelah puas menangis aku bangkit, membersihkan kakiku yang terkena debu dan pasir. Perlahan aku berbalik berjalan ke arah mobil, aku tidak akan berpaling untuk melihat ke belakang lagi. Aku harus kuat dan berani.

"Aku lapar," ucapku begitu aku selesai memasang sabuk pengamanku, Soo ha mengangguk dan segera membawaku melaju pergi.

*********************

Bandara Incheon, aku melangkah dengan percaya diri. Meski bahasa koreaku masih kaku, tapi aku cukup yakin dan mampu jika harus bercakap-cakap nanti. Aku duduk di atas koperku, menunggu di sudut bandara tempat dimana sudah ku sepakati dengan promotor acara pencari kerja yang ku ikuti. Aku memasang earphone di telingaku dan mulai mendengarkan musik.

Sekitar tiga buah lagu sudah ku dengar sampai akhirnya ada seseorang yang melepas earphone dari telingaku, dan memakainya di telinganya

"Bukankah kau penggemar kami? Wah.. aku kecewa kau mendengarkan musik dari boyband lain." pria imut yang kini memakai earphone bermotif Mang milikku, adalah Dae hyung salah satu member Bulletproof.

Tidak hanya dia tapi enam member lainnya kini ada di hadapanku tersenyum dengan ramah. Aku hanya bisa melongo dan menatap mereka tanpa berkedip. Tenggorokanku terlalu kering untuk bicara.

"Kau tidak mau menyapa kami?," tanya leader Bulletproof, "O.. ah, anyeong haeseo," sapaku terbata sambil menundukkan badan. Mereka tertawa, apa aku terlihat lucu?

"Kami akan membawakan kopermu." Min jhi mengambil koper yang tadi ku duduki, Jey bahkan mengambil tas punggung yang ku pakai, dan Dae hyung memakaikan kembali earphone ku. Segera ku matikan musik yang tadi sedang ku dengarkan.

"Apa yang terjadi?."

Ah.. bodohnya kenapa juga aku bertanya seperti itu. "Tidak terjadi apa-apa, kami hanya datang untuk menjemputmu." Seok Gi dengan ramah menggandengku, membawaku melangkah lebih dulu dan aku masih kebingungan.

Aku benar-benar tidak tau, kenapa keadaan jadi seperti ini? aku datang ke sini karena, aku akan mendapat pekerjaan di sini. Promotor pencari kerja bilang akan menjemputku. Tapi, yang datang menjemputku adalah tujuh pria yang kini tengah menjadi sorotan dunia. Mereka tersenyum bahkan bersikap ramah padaku, apa aku bermimpi?

"Auw..," pekikku lirih saat aku mencubit pipiku sendiri.

"Yakk.. kau sedang tidak bermimpi, berhenti menyakiti dirimu sendiri." Jung Hwan menarik tanganku yang mencoba mencubit pipiku yang lain. Mereka kembali tertawa.

"Apa kau masih tak percaya kini sedang berjalan bersama kami?," tanya Jey dengan tampang sok imutnya

"Aku bahkan tidak tau apa-apa dengan keadaan ini," sahutku jujur

"Setelah sampai nanti, akan kami beritahu lebih lanjut."

Aish.. senyum Nam ju itu, kenapa pula harus berada tepat di hadapanku, aku merasa sulit bernafas. Mereka jauh lebih tampan jika di lihat secara langsung. Betapa beruntungnya aku.

**********************

Aku menghempaskan tubuhku di pembaringan, ku tatap langit-langit rumah yang membisu. Dulu aku dan Hwan pernah merencanakan masa depan kami sambil menunjuk langit-langit itu. Kini hanya tersisa aku sendiri di kamar ini.

Entahlah apa aku sanggup terus berada di rumah ini. Tawa khas Hwan seakan masih menggema di tempat ini. Bahkan foto pernikahan kami masih terpajang indah di dinding kamar.

Aku mencoba memejamkan mata saat ponselku bergetar, awalnya aku mengabaikannya tapi suara getar itu cukup mengusik telinga ku.

Aku menatap layar ponselku, dan ku dapati nama managerku di sana

"Ehmm," sapaku malas

"Kau pergi dengan Soo ha setelah sidang putusan perceraian?," tanyanya langsung.

"Ya," sahutku pendek

"Neon micsyeosso (Kau sudah gila)?," hardiknya keras tiba-tiba, membuatku bangkit dari posisi tidurku.

"Wae yo (kenapa)?."

"Kau mau merusak karirmu hahh?." baru kali ini kudengar Dong hyuk sangat marah

"Apa maksudmu?," aku tak mengerti kenapa dia begitu marah, bukan kah aku sudah sering bepergian dengan para member Bulletproof.

"Perceraianmu itu?," ku dengar ia menghela nafas, "Orang-orang membuat kesimpulan kalau kau mengkhianati Hwan, sejak berita perceraianmu terdengar. Mereka juga berasumsi kau dan Soo ha mempunyai Affair di belakang Hwan. Begitu kau keluar dari ruang sidang kau berkendara bersama Soo ha dan tertangkap jepretan paparazi. Yakk... apa maumu?."

"Whatever, aku sudah lelah. Beri aku waktu dua hari dan jangan hubungi aku lagi." ku sentuh tombol berwarna merah, lalu ku non aktifkan ponselku. Aku benar-benar ingin sendiri sekarang, dan mulai berfikir tentang apa yang akan ku lakukan di masa yang akan datang.

******************

Hwan melangkah begitu saja meninggalkan ruang sidang setelah sidang di nyatakan usai. Ia tak mau lagi menoleh dan menatap wanita yang sudah mengkhianati ketulusan cintanya. Hatinya terlalu sakit, dan entah kapan akan sembuh. Luka yang di goreskan wanita itu terlalu dalam dan Hwan merasa jika luka itu perlu waktu lama untuk sembuh.

Hwan masuk ke dalam mobil Hyundai andalannya, ia ingin segera pergi ketika ia melihat Dae hyung menghampiri mantan istrinya. Bahkan saat Hwan melihat wajah Gea, di wajah itu tampak jelas tak memancarkan kesedihan atau penyesalan.

"Sekarang kau bebas Gea, kau bisa meneruskan hubungan terlarangmu bersama Soo ha hyung," lirih hati Hwan berucap, ia mengeluarkan mobilnya dari tempat parkir dan siap meluncur pergi. Namun sudut matanya dapat melihat Soo ha menggandeng tangan Gea dan membawa Gea masuk ke dalam mobilnya.

"Kalian berdua memang memalukan!!," umpat Hwan kesal, lalu menginjak gas dalam-dalam dan benar-benar melaju pergi.