Tok... tok... tok...
Tepat tiga kali palu hakim di ketuk, ini menandakan jika kini aku dan Jung Hwan sudah resmi bercerai. Haruskah aku menangis? menyesali cinta yang masih saja membatu di dalam hatiku. Hwan keluar dari ruang sidang ini tanpa menoleh kearahku, kearah wanita yang sudah satu tahun menemani hidupnya dalam bahtera rumah tangga.
"Noona (Panggilan kakak perempuan untuk laki-laki) Kau baik-baik saja?," tanya Dae hyung begitu melihat aku berjalan keluar dari ruang sidang.
"Gwenchana (Tidak apa-apa)," sahutku pelan, ku lihat Soo Ha di kejauhan. Matanya tak bisa menutupi fakta bahwa ia mengkhawatirkan ku juga.
Sekarang yang aku pikirkan haruskah aku pulang? atau tetap bertahan di negeri terbelah ini. Sekarang bukan hanya Dae hyung tapi Jey, Min Jhi, Nam Ju, Seok Ghi juga menghampiriku hanya Soo Ha saja yang masih berdiri di tempatnya.
Aku yakin saat ini ia tengah menyalahkan dirinya atas perceraian ku.
"Noona, biar kami mengantarmu pulang." Seok Ghi mengambil tas dari tanganku, dia yang tertua di antara yang lain. Walaupun tetap aku tiga tahun lebih tua darinya, tapi ia bersikap seolah-olah ia sanggup melindungi ku.
Mereka adalah tujuh orang yang paling di inginkan banyak gadis di dunia ini. Musik mereka mampu meluluh lantahkan hati jutaan wanita termasuk hatiku.
Saat itu aku hanyalah wanita biasanya, yang hanya ingin fokus bekerja untuk kelanjutan rumah tanggaku. Aku memiliki dua orang putri yang cantik dan suami yang giat bekerja.
Suatu waktu ketika putri sulung ku pulang dari mengaji, ia merengek meminta izin untuk memainkan ponselnya. Dia bilang dia ingin mendengarkan musik dari Bulletproof salah satu boyband negeri gingseng. Aku pun penggemar musik Kpop, sudah pernah mendengar tentang mereka tapi aku belum pernah mendengarkan musik mereka. Mulai saat itu Raya putri sulung ku yang baru berusia tujuh tahun jadi sering mendengarkan musik-musik Bulletproof.
Aku mulai stalking tentang boyband ini dan menemukan banyak fakta unik tentang perjalanan karir mereka. Mereka berasal dari agensi kecil yang tidak ternama. Di pandang rendah dan sering mendapat komentar pedas. Namun kegigihan mereka membuat mereka bisa mencapai Heaven, mereka menggemparkan dunia dengan musik mereka. Membuktikan jika mereka bisa dan mampu membungkam mulut dan ketikan tajam para heatters.
Tidak butuh waktu lama sampai pada akhirnya aku bergabung dalam Fandom mereka dan menjadi Tyni. Ya, Tyni adalah sebutan untuk fans Bulletproof.
*******************
"Kami ingin membuat acara variety dimana kalian akan berada di tempat peristirahatan dengan salah satu Tyni yang beruntung," ucap Kang Pd nim pada rapat siang itu.
"Maksudnya kita akan mencari satu Tyni secara random?." Nam ju bertanya mewakili para member yang lain.
"Ya, kami sudah menggelar audisinya, meminta para Tyni mendaftar melalui daring, lalu kita akan mengadakan audisi buta dan memilih sepuluh Tyni dan terus menyaringnya hingga mendapatkan satu Tyni yang beruntung." Kang Pd nim menjelaskan panjang lebar, meski masih bingung tapi Dae hyung mengangguk-angguk, membuat Min Jhi merasa gemas lalu mendorong kepala Dae hyung dari belakang.
"Yakk...," teriak Dae hyung tak terima tapi justru menjadi bahan tertawaan member yang lain.
"Apakah sudah banyak yang mendaftar?," tanya si Makne (bungsu) Jey penasaran.
"Tentu, dan sekarang sedang proses eliminasi," jawab Kang Pd nim mantap.
*******************
"Kau!!! aku hanya memintamu sedikit memperhatikan anak-anak." hardik ku keras pada lelaki yang sudah sembilan tahun menjadi suamiku.
"Iya, bisa aja. Jadi aku nggak perlu kerja tinggal di rumah aja maen sama mereka," Selalu seperti ini, selalu egois dan tak pernah mengerti keinginanku. Terkadang membuat aku lelah.
"Dua anak kita perempuan, aku ingin kau menjadi cinta pertama mereka bukan patah hati pertama mereka," aku mencoba menjelaskan.
"Aku tu sudah capek bekerja. Toh, uangnya aku kasihkan kamu buat keperluan mereka juga. Terus aku juga harus ngurus mereka, kapan dong aku istirahat."
Ku akui Akbar lelaki yang bertanggung jawab, ia giat bekerja, dan setia. Hanya saja ia bukan orang yang peka, baik terhadapku atau terhadap anak-anakku. Ia pikir dengan bekerja dan memberi kami uang itu sudah lebih dari cukup, tapi kami juga butuh perhatian.
Anak-anakku juga butuh tempat mengadu, tempat bersenda gurau dan berbagi kisah. Setiap pulang kerja hanya ponsel yang Akbar mainkan. Ia tak menggubris meski anak-anakku merengek ingin bermain dengannya.
Dan aku lelah benar-benar lelah. Bukan perkara bosan atau tak lagi cinta. Aku hanya benar-benar lelah, haruskah ku habiskan seluruh hidupku menemani lelaki yang bahkan tak pernah menanyakan bagaimana hariku? senang atau sedihkah aku hari ini?
"Aku lelah, aku sudah benar-benar lelah," ucapku kelu di ujung pertengkaran kita.
"Kau kira hanya kau yang lelah, aku pun lelah terus-terusan bekerja untuk nafkah kalian," hardiknya keras, membuat hatiku patah. Tidak, bukan cuma hatiku. Tapi juga dua hati gadis kecilku yang tengah mengintip dari balik tirai kamar tidur.
*******************
"Kami sudah menemukan sepuluh Tyni, dan akan mengikuti seleksi selanjutnya," Dong Gyu memperlihatkan nama-nama sepuluh Tyni yang sudah ia dan timnya pilih pada Kang Pd nim.
"Lanjutkan tugas kalian, dan segera hubungi mereka lalu beri test selanjutnya," perintah Kang Pd nim sebelum akhirnya ia meninggalkan ruangannya dan menuju ruang latihan untuk melihat para artis rockienya berlatih.
****************
Putusan sidang sudah sah, dan aku menyandang status janda untuk pertama kalinya. Mungkin untuk keluargaku alasanku bercerai dengan Akbar terdengar sepele dan tak masuk akal. Karena di mata keluargaku Akbar adalah sosok lelaki yang bertanggung jawab.
Mereka hanya tau luarnya saja, aku menikah di usia yang relatif muda dan masih naif akan kehidupan. Dulu ku pikir aku bahagia, tapi makin kesini aku menyadari aku sudah membohongi diriku sendiri, juga anak-anakku. Aku baru Tiga puluh tahun saat ini, masih belum terlambat untuk memulai kehidupan baru.
Aku juga tak ingin membuat anak-anakku patah hati berkali-kali, biarlah orang-orang mencibirku. Hanya aku dan anak-anakku yang tau seperti apa kehidupan kami sesungguhnya, dan dengan cara apa kami bahagia.
Dengan motor matic yang pajak dan stnknya sudah mati dua tahun yang lalu aku mengantar putri sulung ku ke sekolah dasarnya. Di perjalanan ia melihat baliho besar iklan rokok yang melintang di atas jalan.
"Bu, kalau nanti Ibu sudah kaya banyak uang. Kalau kakak ulang tahun. Foto kakak sama ucapan selamat ulang tahun di pajang di situ ya." sebuah mimpi polos dari gadis tujuh tahun. Aku hanya bisa mengaminkan harapannya, tanpa bisa menjanjikannya.
Usai mengantar si sulung Raya, aku pergi ke tempat kerja. Sebuah koperasi simpan pinjam yang berada di sudut kota. Setidaknya hanya tempat ini yang mau memberi janda dua anak yang hanya tamatan SMA sepertiku pekerjaan dengan gaji UMR. Aku tidak menutupi jika Akbar setiap bulan, rutin memberi uang nafkah untuk anak-anakku, tapi uang itu tidak cukup untuk menutupi semua kebutuhan kami, karena itu aku memutuskan untuk terus bekerja.
Aku melihat ponselku, dan ada sebuah pemberitahuan jika aku mendapat pesan email baru. Ketika aku membukanya hatiku berdebar gembira.
Aku terpilih menjadi 10 orang yang mungkin beruntung untuk bekerja di Korea. Tepat Sebulan sebelum perceraian ku dengan Akbar aku menemukan situs yang mencari pekerja untuk di tempatkan di Seoul ibu kota korea selatan.
Tanpa pikir panjang aku mencoba mendaftar, kurs di sana lebih tinggi dari Indonesia harapanku, kelak aku bisa bekerja di sana dan membahagiakan orang tua serta anak-anakku.
****************
"Apa kau ingin langsung pulang Noona?," tanya Nam ju saat aku baru saja memasang sabuk pengaman ku.
"Entahlah, aku sepertinya tak sanggup melihat rumah kami lagi." aku menunduk dan melihat ujung kakiku. Mencoba menahan sesuatu yang akan turun dari sudut netra ku.
"Kau mau pergi minum dengan kami?" pertanyaan Nam ju cukup membuatku terkesima, bagaimana bisa ia menawariku minum? padahal ia tau aku tak suka dan tak mau minum alkohol?
Nampaknya Nam ju menangkap rona kebingunganku "Mhian (maaf) maksudku, di saat seperti ini pergi minum bisa sedikit meredakan stresmu.''
Aku menggeleng pelan, "Nam ju, bisakah kau bawa aku berkeliling, mungkin angin jalan akan membuat stresku hilang," pintaku pelan, Nam ju menurunkan kacamata hitamnya, sehingga matanya bisa langsung menatap kearahku.
"Apa kau benar-benar baik-baik saja?."
"Ya, aku baik-baik saja." aku coba tersenyum meskipun Nam ju akan segera tahu jika senyum itu ku paksakan.
"Noona, kau tau kan aku tak punya SIM dan tak pernah menyetir. Bagaimana mungkin kau memintaku membawamu berkeliling dengan mobil." aku tertawa kecil, bagaimana aku bisa lupa jika Leader Bulletproof adalah orang yang tidak pernah menyetir di antara para member. Bahkan saat ia mengajukan usul untuk membuat SIM, para member langsung mengajukan keberatan dan tak ingin berumur pendek jika mereka harus berkendara dengan driver Nam ju si tangan penghancur.
Tok... tok...
Aku mendengar suara ketukan pada jendela tepat di sebelah aku duduk, ku lihat Soo ha memberi isyarat agar aku membuka pintu, sejak tadi ia hanya memandangku dari kejauhan. Kenapa sekarang ia menghampiriku?
Ku buka kaca mobil, dan segera setelah kaca mobil sedikit terbuka tangan Soo ha menerobos masuk dan membuka pintu mobil dari dalam. "Keluar," pintanya setelah berhasil membuka pintu mobil.
"Ada apa?," tanyaku bingung
Ia tak menjawab, tapi malah membuka sabuk pengamanan ku, lalu menarik ku turun dari mobil.
"Hyung, apa yang kau lakukan?." Aku bisa mendengar suara teriakan Nam ju, saat Soo ya menarik ku dengan paksa untuk masuk ke dalam mobilnya, setelah memastikan aku masuk kedalam mobil dan duduk dengan baik. Soo ha segera masuk dan duduk di kursi kemudi, sebelum ia menyalakan mesin mobil, ia memasangkan sabuk pengaman ke badanku.
Lalu suara deru mobil terdengar dan kami melaju pergi meninggalkan lima member Bulletproof yang menatap kami penuh tanda tanya.