Tap!
Sebuah tangan tetiba bertengger di pundak Lili, membuatnya terkejut sampai tak bisa berkata-kata. "Tunggu!" Suara yang mengiringi tepukkan tangan itu.
Lili membeku. "Apa aku ketahuan?" batinnya.
Cukup lama terdiam, penjaga itu melepaskan tangannya lalu berkata, "sebaiknya pergi ke sebelah sana, di sana ada sungai." Lili yang sempat terkejut kini merasa lega. Ia tak menjawab, hanya menganggukkan kepala lalu pergi ke tempat yang penjaga itu arahkan.
Dia berjalan dengan penuh kehati-hatian sambil terus menundukkan kepalanya. Langkah menuntunnya menyusuri banyaknya penjaga berlalu lalang malam itu. Sampai akhirnya dia tiba di tepi sungai.
Berulang kali Lili menghela napas lega sambil berdiri bersembunyi dibalik pohon. "Syukurlah," batinnya berucap. Kini ia cukup jauh dari kelompok itu.
Tak lama dia menekuk kedua lututnya, lalu duduk di tanah sambil menyandarkan tubuhnya. Ia menatap ke langit dengan tatapan sendu. "Dimana ini?" Pertanyaan itu kembali muncul di benaknya.
Sulit dipercaya apa yang telah menimpanya itu. "Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Aku ingin pulang." Lili membenamkan kepalanya diantara kedua tangan yang memeluk erat kedua lutut.
Namun tiba-tiba, suara gaduh terdengar tak jauh dari tempat Lili berada.
"Penyihir wanita telah melarikan diri! Cepat cari! Cari ke semua tempat!" Teriakan yang didengarnya membuat bulu kuduknya merinding. Lili lantas berdiri. Kembali, dia dilanda kebingungan.
Wajahnya berubah menjadi pucat pasi dengan raut cemas dan takut yang tak bisa disembunyikan. "Pikirkan! Pikirkan! Jangan sampai ditangkap mereka lagi!" ucapnya dengan panik.
Ditengah kecemasan itu, terpintas sebuah ide tatkala dia melihat sungai di depannya. Namun, sungai yang terlihat cukup dalam itu membuat Lili ragu.
"Cepat! Kaisar memerintahkan kita untuk menangkap penyihir itu!" teriak seseorang dari kegaduhan itu.
Lili memberanikan diri untuk melangkahkan kaki mendekat ke sungai. Dia menerka-nerka kedalaman sungai di kegelapan malam.
Sekali lagi dia ragu, dia merasa takut. Dia kemudian memejamkan matanya. Dalam hati berkata, "Lili ... kau pasti bisa!" Sekejap kemudian Lili pun melompat ke sungai.
Suara yang ditimbulkan membuat beberapa penjaga menoleh. "Di sungai! Ada seseorang di sungai!" teriak lainnya. Yang kemudian dia pergi menyusul, diikuti beberapa penjaga lainnya.
Namun, sayangnya, saat tiba di sana mereka tak menemukan apapun termasuk penyihir yang mereka cari. Mereka kehilangan jejak.
Sementara itu, di salah satu tenda megah milik Kaisar. Dua orang penjaga yang mana salah satunya adalah penjaga yang dikelabuhi Lili---bersujud di hadapan Kaisar. Sekujur tubuhnya gemetaran.
Di depannya, berdiri dengan gagah Kaisar dengan sepasang mata yang menatap tajam. Bak elang melihat mangsanya.
"K-kami sudah lalai dalam menjalankan tugas! Mohon Kaisar menghukum kami!" teriak salah satu dari mereka. Meski begitu, sebenarnya mereka sangat takut akan hukuman yang akan mereka terima.
Kaisar terdiam. Sampai akhirnya seorang penjaga datang. Penjaga itu berdiri tak jauh dari dua orang penjaga yang bersalah. Keringatnya bercucuran, serta raut wajah panik.
"Y-Yang Mulia ... kami tidak bisa menemukan penyi---wanita itu," ucapnya tergugup sambil menundukkan kepala.
Kaisar yang berwajahkan dingin nan terlihat kejam itu, menengadahkan tangannya ke samping. Kemudian seorang panglima bernama Lang Sun meletakkan pedang di tangan Kaisar, membuat dua orang di hadapannya ketakutan.
"Yang Mulia, maafkan hamba! Jangan bunuh hamba!" teriak si penjaga yang ditelanjangi pakaiannya. Dia menangis sejadi-jadinya sambil terus memohon ampunan.
Namun, Kaisar kejam itu tak menghiraukannya. Dalam hitungan detik saja pedang sudah diayunkannya, membuat kedua kepala terlepas dari tubuhnya.
Klang!
Kaisar melempar pedang berlumuran darah, bersamaan dengan ambruknya kedua jasad di hadapannya. "Tidak berguna!" ujarnya kemudian meninggalkan tempat itu.
Hari berganti.
Sepasang burung berkicau mengiringi sebuah rombongan yang sedang melewati hutan. Terdapat beberapa kereta yang mana salah satunya terlihat sangat bagus.
Tak berapa lama, ditengah perjalanan, seorang pria gagah yang berjalan paling depan menghentikan langkahnya. Dia bersikap was-was dengan tangan yang siap menarik pedang dari sangkarnya.
Satu kereta mewah itu langsung dikelilingi beberapa penjaga untuk dilindungi. Beberapa pasang mata berkeliling, seolah mencari sesuatu.
"Sebelah kiri!" teriak si pria di depan. Sontak, semua fokus pada apa yang di arahkannya.
Apa yang dikhawatirkannya menjadi kenyataan tatkala beberapa orang tak dikenal muncul satu persatu dari arah kiri. Beberapa dari mereka bertubuh besar dan terlihat ganas, beberapa lainnya memegang sebuah senjata.
"Bandit!" batin si pria itu.
"Lindungi Yang Mulia!" teriaknya kemudian.
Bandit yang berjumlah belasan orang itu mulai menyerang. Sebagian penjaga menghadang, sebagian lagi melindungi kereta kuda.
Terjadi pertarungan sengit di sana. Kedua belah pihak sama kuatnya, membuat pertarungan berlangsung cukup lama. Beberapa telah tumbang.
Sampai akhirnya, si pria gagah itu berhasil di jatuhkan.
"Hahaha, apa hanya begini saja kekuatan kalian?" cemooh salah satu bandit bertubuh tinggi.
Selanjutnya, disusul oleh kekalahan para penjaga oleh para bandit. Hal itu menimbulkan ketakutan bagi penjaga dan beberapa pelayan yang melindungi kereta.
Mereka mendekat dengan senyum menyeringai. Jari jemari mulai digerakkan karena gatal ingin segera mengikat habis harta di hadapan mereka. "Semuanya, ambil! Jangan sampai ada yang tersisa!" perintah ketua bandit itu.
Penjaga kereta yang tersisa lantas mengambil posisi. Mereka membelakangi kereta sambil mengacungkan pedang.
"Jangan harap kalian bisa menyentuh kereta!" Terdengar suara di belakang para bandit. Saat mereka menoleh, terlihat si penjaga itu kembali bangkit sambil menahan luka di tubuhnya.
"Panglima Shin!" Begitu beberapa orang memanggilnya.
Panglima Shin kembali mengangkat pedangnya di hadapan para bandit itu, dengan tatapan gigih membuat ketua bandit merasa geram.
Ketika pedang diangkat dan semua siap bertarung, dari dalam hutan terdengar suara yang cukup keras. Suara itu seperti suara binatang buas. Semua orang terdiam mendengarnya.
Ditengah kewaspadaan mereka, suara itu kembali terdengar. Namun kali ini terdengar lebih keras dari sebelumnya. Suara yang begitu menakutkan sampai membuat lutut mereka gemetaran.
"Mungkinkah ... itu serigala berkepala dua yang dirumorkan banyak orang?" kata ketua bandit. Dia terlihat amat ketakutan.
Penuturannya itu membuat semua orang ketakutan. Rumor tersebut merupakan hal yang tidak asing di telinga banyak orang.
Salah satu bandit menghampiri si ketua bandit. "B-bos, apa yang harus kita lakukan?" bisiknya.
Si ketua menggertakkan giginya, dia merasa kesal pada sesuatu yang mengganggu rencananya itu. "Mundur!" perintahnya. Dia pun melarikan diri, diikuti para bawahannya.
Namun, hal itu tak membuat para penjaga dan orang-orang di sana merasa lega. "Tuan panglima, kita juga harus segera pergi. Barangkali yang dikatakan bandit itu benar mengenai suara yang kita dengar tadi," usul salah satu penjaga.
Panglima menyetujui usul penjaga tersebut. Dia yang menahan sakit di tubuhnya kemudian berjalan ke arah kudanya. Akan tetapi, baru beberapa langkah saja, sesuatu bersembunyi di balik semak-semak tak jauh dari mereka.
Semua orang kembali ketakutan, dan beberapa diantaranya kembali bersiap dengan pedang mereka.
Sesuatu bergerak di semak-semak. Semakin mendekat membuat mereka semakin waspada.
Panglima dengan berani mulai berjalan mendekati semak-semak. Pedang tajamnya mengarah lurus ke depan setajam tatapannya.
"Panglima, hati-hati," ucap salah satu penjaga.
Kini, panglima berada dekat dengan semak-semak itu. Dia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi untuk siap menyerang. Namun tiba-tiba seorang gadis dengan pakaian lusuh dan berwajah pucat muncul di sana. Sontak panglima menahan dirinya.
Gadis itu adalah Lili. Tubuhnya terlihat begitu lemah tak bertenaga. Dia berdiri di hadapan panglima dengan tubuh yang tidak seimbang. Kehadirannya di sana cukup mengejutkan banyak orang.
Panglima menurunkan pedangnya sambil berkata, "nona, apa yang kau lakukan di sini---" belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, Lili ambruk. Beruntung, panglima menahannya.
"Nona! Anda baik-baik saja? Nona!"