webnovel

Bab 26 - Bertemu Oma

"Bertemu oma?"

"Iya, siang ini oma telah berangkat dan malam nanti kita diundang menghadiri acara makan malam keluarga."

Sejak aksi peluk-memeluk, interaksi antara keduanya jauh lebih dekat dibandingkan sebelumnya. Kini, mereka tengah mengobrol santai tak memerlukan jarak duduk. Seperti sekarang, Kenzi mengatakan bahwa akan ada acara malam membuat Widya khawatir.

Melihat perubahan sikap istrinya, Kenzi pun mengerti lantas merangkul dari samping kemudian tersenyum tipis. "Mengapa manyun?" tanyanya.

Wajah Widya menoleh dan menyisakan jarak antar muka hanya beberapa sentimeter, tak lama menggeleng pelan. "Aku takut," cici Widya dengan suara sendu.

"Jangan takut, ada Aku di sisimu."

Setelahnya, Widya menenggelamkan seluruh kepalanya di leher sang suami yang sudah memeluk lebih dulu. Jujur saja, dia merasa Kenzi lebih baik bahkan perlakuan ini jarang dia dapati dari orang terdekat, seperti ibu.

"Kamu gak kerja?"

"Lagian aku pemilik perusahaan. Siapa yang berani menyuruhku kerja?"

"Jangan begitu … aku jadi merasa pengganggu karena datang ke kantor seperti ini."

"Udah, gak usah bahas itu."

Widya pun mengangguk menurut. Tak berselang lama, dirinya izin untuk ke kamar mandi dan kakinya pun melangkah. Hanya membutuhkan waktu tiga menit saja untuk menyelesaikan pembuangan air kecil dan ia pun bersiap untuk beranjak.

Namun, terhenti akibat sebuah pintu di balik kotak-kotak yang tersusun tinggi. Pintu putih itu menggantung sebuah kunci. Ada rasa penasaran dan ingin masuk, sayangnya sebuah suara membuat keinginan pun batal.

"Sebaiknya kita pulang dan bersiap. Oma telah mengirim pesan bahwa dia sudah dalam perjalanan pulang. Kamu sudah selesai kamar mandi, kan?"

"Iya, u–udah," kata Widya ragu dan mengikuti langkah sang suami yang menarik tangannya.

Mereka pun berjalan keluar, melewati para pegawai yang terus menatap ke arah mereka, layaknya sebuah tontonan yang tak dapat dibiarkan. Sedangkan Kenzi sudah terbiasa diperhatikan, membuatnya merasa santai dan terus berjalan dengan tangan yang saling bertautan. Berbeda hal pada Widya, anak introvert yang selama ini tak pernah menjadi sorotan publik, kini harus membiasakan diri.

Banyak bisikan jelek yang sengaja diperjelas, membuat Widya semakin merasa minder. Bahkan tangannya berusaha melepaskan tautan tangan sang suami. Saat menunggu lift, Widya kembali memberi jarak dan berusaha untuk menutup wajah dengan kotak makan yang ia bawa.

"Biasakan diri pada pandangan orang lain terhadapmu. Lagian istriku begitu cantik, mengapa malu?" Kenzi menarik tangan Widya mendekat.

"Apaan sih? Aku malu …" cicitnya sambil sedikit mendorong dada sang suami.

••••

Sunyi malam berakhir dengan celotehan para orang-orang yang tengah berkumpul jadi satu, duduk di atas kursi mengelilingi bundaran meja yang telah dipenuhi oleh makanan. Malam itu merupakan malam di mana acara makanan malam bersama oma dan sekarang, Kenzi beserta Widya telah sampai di depan pintu rumah.

Kaki Widya terasa berat saat ingin melangkah. Entah lah, seperti ada rasa takut bergejolak. Untungnya, Kenzi termasuk orang yang peka, dia menggenggam tangan istrinya sambil menatap teduh.

"Kita masuk?" tanya Kenzi memastikan. Sedangkan Widya, dia tak ingin menjadi penghalang pertemuan antara keluarga dan pada detik itu juga dirinya mengangguk yakin.

Masuk lah mereka ke dalam rumah itu, saat suara semakin terdengar jelas begitu terkejutnya para orang-orang di dalam rumah sana, pasalnya jarang-jarang Kenzi ikut kumpul keluarga. Biasanya hanya tahu kerja, kerja, dan kerja.

"Kenzi, cucuku!" teriak sang oma kegirangan dan berjalan cepat menuju cucunya Kenzi. "Cucuku semakin tampan dan rupawan!" sambungnya lagi, kali ini dengan tangan yang memeluk erat.

Membiarkan saja, Kenzi hanya mengangguk-angguk serta mata yang menatap seluruh ruangan. Begitu terkejutnya dia saat melihat seorang wanita yang sangat dikenal. Wanita itu bisa-bisanya datang padahal bukan bagian dari keluarga.

"Callista? Mengapa bisa ada di sini?" cetus Kenzi secara spontan. Sontak seluruh pasang mata langsung menatap ke arah wanita tersebut, sedangkan yang ditatap jadi salah tingkah dan hanya bisa tersenyum tak enak.

"Cucuka, dia Oma undang ke mari. Oma sudah sangat lama tak melihat kalian bersama jadi Oma rindu."

Perkataan si oma membuat keningnya mengerut. Padahal dia dan Callista telah berakhir lama dan oma nya juga mengetahui. Namun, mengapa tiba-tiba mengatakan rindu?

Lalu, Kenzi menatap malas ke arah wanita itu yang sudah bersiap mendekat. Sayangnya lebih dulu terlihat olehnya dan saat itu juga dia menggandeng tangan wanita yang berada di sebelah. Memperlihatkan genggaman itu pada semua orang, tanpa di sadari Kenzi menyunggingkan senyum miring.

"Perkenalkan, dia istriku. Sayang, kenalin dirimu pada seluruh keluargaku."

Widya yang berada di sebelah sontak mengangkat kepalanya yang dari tadi menunduk. Bahkan keringat dingin sudah membasahi punggung telapak tangan, namun semua seakan sirna saat suaminya menatap dia dengan lembut. Dalam satu tarikan napas, ia pun mengenalkan diri.

"Selamat malam Oma dan semuanya, perkenalkan nama saya Widya Nathalie Alexandra."

Perkenalan diri yang singkat membuat reaksi wajah Kenzi tak suka. Akibat itu, dia malah merangkul pinggang istrinya agar bisa mendekat. Matanya menatap ke arah seluruh orang sedang terdiam, tak menghiraukan dia malah menatap ke bawah dengan tatapan tajam namun menunjukkan senyum penuh arti terhadap sang istri.

"Dirimu tak mau menyebut sebagai istriku, Sayang?" tutur Kenzi penuh penekanan. Nada yang terdengar kecil, namun yakin dapat di dengar seluruh telinga pendengar akibat sunyi ruangan.

"I–istrimu?" tanya Oma terkejut, pasalnya tak pernah mendengar kabar sang cucu yang telah menikah. "Sejak kapan menikah?" lanjutnya lagi dengan tangan yang sudah terlipat di depan dada.

"Ma, Kenzi sudah menikah sejak seminggu yang lalu." Seorang pria menyambar omongan wanita tua itu. Dari belakang menghampiri keributan yang terjadi.

"Apa? Seminggu yang lalu? Kenapa tak ada satupun kabar dari kalian mengenai pernikahan cucuku?!" pekik oma marah lalu berjalan tegas menuju Widya, wanita itu menelan ludah kasar.

Menilik tajam gaya berpakaian istri dari cucunya, pandangan oma pun hanya terlihat datar tak seperti awal kedatangan mereka. "Apa pekerjaan ayah kamu?" tanya oma to the point.

Tentang pekerjaan, membuat Widya makin merasa jatuh diri. Bahkan tak berani untuk mengangkat kepala. Sedangkan Kenzi, merasa kasihan. Dia tahu bahwa ayah Widya hanya seorang pemabuk tanpa kerjaan, hanya bisa menghabiskan uang dan membuat susah. Akan tetapi, tak mungkin dia terlalu jujur pada sang oma, sifat pemilih yang dimiliki itu pasti akan menghina istrinya.

"Mertuaku seorang penjual." Kenzi menjawab tegas tangannya mengangkat kepala istrinya yang tertunduk. Tersirat dalam pandangan yang dia beri, seperti ingin mengatakan untuk tidak bersedih.

"Apa? Seorang penjual? Astaga, cucuku! Mengapa seleramu bisa turun seperti itu?!" jerit oma histeris. Wanita tua tersebut berjalan menuju tempat Callista duduki, menarik tangannya agar bisa ikut melangkah ke arah Kenzi. "Lihat, dia mantanmu, bukan? Perangainya begitu cantik dan keluarganya jelas dari kalangan atas! Sedangkan kamu–"

Ucapan sang oma terhenti saat Kenzi selangkah maju penuh aura marah. "Sedangkan aku apa, Oma? Bukankah terserahku ingin menikahi siapa?"