"EMAKKKKKK!"
"OI?!"
Emilia berjalan ke arah dapur dan menemukan Rachel sedang memasak untuk makan siang mereka di sana. Emilia meraih sepotong kentang yang sudah di goreng Rachel.
"Ma, masak ape?" tanya Emilia. Rachel menepis tangan anaknya itu dengan kencang, Emilia meringis. "Jahatnya Ibu tiri~"
"Palalu Ibu tiri!" jawab Rachel sengit. "Tangan belum cuci tangan udah main ambil aja lu!"
"Ma, ketauan Papap di sentil lu, paru-parunya!" kata Emilia sambil cekikikan, Rachel memandang Emilia dengan sinis. "Kalem si Mak, liatin gue kayak liat musuh ae!"
"Gue bilangin Papap lu nanti, ngomong sama gue pake lo-gue."
Rachel melotot ke arah Emilia dan Emilia hanya menanggapinya dengan senyum lima jarinya. Centil banget sih anak gue, batin Rachel.
"Milio mana, Ma?"
"Di kamar," jawab Rachel. Emilia tersenyum dan mulai beranjak menuju kamarnya. Tapi saat melihat pintu kamar Emilio yang sedikit terbuka Emilia mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam kamarnya. Gadis berambut pirang itu malah melangkahkan kakinya ke kamar sebelah —kamar Emilio.
Dia mengintip dan benar saja, Kakaknya itu sedang bermain rubik di atas kasurnya sambil tiduran.
"ABANG!!!!!" Emilia berteriak dan berlari ke arah Emilio. Emilio kaget karena kembaran sekaligus adiknya itu tiba-tiba berteriak dan langsung menindih badannya.
"Apaan sih?" risih Emilio. Emilia hanya tertawa kecil dan mengusel di dada Emilio. "Bau rokok, lo!"
"Hehe, jangan bilang Papap ya, Bang!"
"Cabut!" ketus Emilio. Ia sangat tidak suka jika Emilia sudah bau rokok, walau samar oleh bau parfumnya tapi tetap saja, Emilio sudah hapal betul bagaimana Emilia.
Emilio melirik jam di dinding dan menatap Emilia, "Lima menit lagi Papap pulang. Cabut terus mandi atau Papap biar tau sendiri!"
Mendengar itu Emilia langsung bangkit dan mendengkus ke arah kembarannya. "Gak asik lu najis, mati ae lu!"
"Tar kangen."
"Ogah jing!" Emilia menjambak rambut Emilio dan langsung berlari ke arah kamarnya yang berada bersebelahan dengan Emilio.
"MILIAAAAAAAAA!"
***
"Hola Papap!" Emilia turun dari kamarnya dan langsung menyapa Marchel yang sudah duduk di kursi kepala meja makan, gadis itu mencium pipi Marchel dan membuat Rachel mendengkus.
Emilia terkekeh geli. "Apa sih, Ma? Sirik wae ih!"
Rachel mencebik dan melihat ke arah ruang tamu. "Milia," panggilnya pada Emilia yang kini sudah duduk di kursi makan sebelah Emilio. "Ape?"
"Si Dario mana? Biasanya ngintil mulu kayak nasi ama centong."
Emilia mengangkat bahunya acuh dan membalik piringnya. "Au ah Ma, bosen diikutin mulu."
"Dih," sinis Rachel. "Sok mantep banget lu!"
"Rachel!" tegur Marchel saat mendengar Rachel berbicara seperti itu pada Emilia. Emilia tertawa saat meraih lauknya dan meletakkannya di atas piringnya. "Pukul Pap, pukul."
"Heh!" Rachel mengacungkan sendoknya dan melotot ke arah Emilia. Emilia hanya mendengkus geli sambil mengangkat dagunya, songong. "Ape Ma, ribut?"
"Lah hayuk!" ajak Rachel sambil menaikkan lengan baju pendeknya dan terlihat seperti baju tanpa lengan sekarang. Emilio yang sedang makan hanya diam sambil mendengkus sebal, mulai lagi.
"Rachel, Emilia!" tegur Marchel keras. "Lagi makan, kalo mau ribut nanti aja."
Seperti diberi lampu hijau, keduanya langsung duduk dan buru-buru makan. "Oke Pap!"
"Tapi berantemnya di luar, gausah masuk lagi!"
Rachel dan Emilia spontan menganga tak percaya.
"PAPAP!"
"Apa, nak?"
"MARCHEL, MATI LU!!!" Rachel maju untuk menjambak rambut Marchel.
Sedangkan Emilio memilih cabut dari meja makan karena acara makan siangnya sudah selesai. Meninggalkan keluarga absurdnya di sana.
"LIO, TOLONG PAPAP!!"
***
"Lia!"
"Hm."
"Lia!!"
"Iye."
"Ish, Lia!"
"Ape anjing!"
"Ish, pacar manggil tuh jawabnya yang bener, jangan ngatain!" cowok berambut cokelat itu mendengkus dan memajukan bibirnya.
Ia melipat kakinya di atas sofá kamar Emilia dan menumpukan bantal di atas kakinya. Memerhatikan pacarnya yang kini sedang bermain game online di ponselnya.
"Yang bener," jawab Emilia.
Dario semakin cemberut. "ISHHHHHHH LIA MAH!!"
Emilia bangun dari tidurannya di atas kasur. "APA SIH, ANJING?!" Emilia dalam mode galak. Dario menukik alisnya menjadi satu arah dan mencebikkan bibirnya. Tak lama ia terisak sambil memeluk bantal sofá di kamar Emilia.
Emilia yang mendengar suara tangis pun menghentikan kegiatannya. Ia mengangkat kepalanya dan melihat Dario sedang memeluk bantal sofanya sambil terisak, ia mengernyit. "Lah, lu nangis?"
"Gak usah tanya!"
"Lah?" Emilia tertawa terbahak-bahak. "Cowok gue nangis?!"
"Kenapa?!" jawab Dario cepat, ia menarik napasnya karena hidungnya jadi tersumbat ingus dan hidungnya jadi merah. "Lia jahat! Gue kan panggil elo dari tadi. Malah di katain, gue kan pacar lo! Jangan di cuekin dong!"
"O?" tanya Emilia malas. "Mau lu apa, nyet?"
"Bener?" tanya Dario memastikan, Emilia hanya mengangguk malas sambil beranjak untuk meraih bajunya dalam lemari. "Dario mau beli tahu bulat!"
Emilia memutar bola matanya. Gadis pirang itu beranjak masuk ke dalam kamar mandi. "Lia mau mandi?" tanya Dario.
"Mau ganti baju, goblok!" jawab Emilia, ngegas.
***
"Lia!"
"Hm."
Dario mengembuskan napasnya, sabar. "Kenapa mau anterin gue beli tahu bulat? Kan deket cuma sampai depan komplek doang?" tanya Dario memancing Emilia yang kini berjalan di sebelahnya sambil mengunyah tahu bulat miliknya.
Emilia mengangkat bahu. "Kan lo pacar gue."
"Lo sayang gue, emang?"
"Sayang, sih. Bego kan?"
"Ish!" Dario cemberut dan membuat Emilia terkekeh. "Jangan baper ya, Rio. Kalo gue galak emang itu udah sifat gue."
"Iya, Lia. Rio paham. Yang penting lo sayang sama gue aja gue udah seneng."
"Walaupun gue ini, badgirl?"
Dario membuang plastik bekas tahunya dan mengulurkan tangan kirinya pada Emilia.
Emilia yang paham hanya mendengkus geli sambil memasukan tangan kiri Dario dan menggenggamnya, gadis itu memasukkan tangan keduanya ke dalam saku hoodienya. "Mau lo goodgirl, mau lo badgirl. Lo tetep Emilia gue, hehe."
Dario tersenyum lima jari dan senyumnya menular pada Emilia yang kini tersenyum tulus menatap Dario. Cowok itu membatu dan menahan napasnya, Emilia sangat cantik!
"Lia, kenapa sih, lo bisa cantik?"
Emilia menggedikkan bahunya dan menatap jalanan lengang di depannya. "Karena gue anaknya Papap Achel sama Mama Achel?" jawab Emilia sekenanya.
"Kenapa?"
"Ah nanya mulu lo kek dora!"
"Ih!" dengkus Dario. "Lo mah, gak pernah serius."
"Lo nya aja baperan."
"Ish!" Dario cemberut, "Eh Lia!"
"Ape?"
Dario merogoh saku celananya menggunakan tangan kanannya dan mengeluarkan ponselnya dari sana. Ia menyalakan ponselnya dan menyerahkan benda pipih itu kepada Emilia. "Apaan nih?"
"Buka LINE, deh. Semalem ada tujuh cewek lagi yang chat gue."
Emilia mengerti dan melepaskan genggaman tangan kanannya dari Dario, Dario sedikit cemberut dan ikut duduk di salah satu kursi taman yang mereka lewati.
Emilia menekan tangannya pada fingerprint di ponsel Dario dan membuka aplikasi chat.
Tertera di sana beberapa cewek centil yang men-chat Dario duluan, dan seperti biasa, Emilia yang akan membalasnya.
Salma : Hai, Dario!
Dario Alatas : Sp y?
Dan Emilia beralih pada chat lainnya.
Hanna : Halo Dario! Gue Hanna, kakak kelas lo, boleh kenalan?
Dario Alatas : Itu udh knl, gblk!
Dan gadis bernama Hanna ini dalam hitungan detik sudah membalas. Dario dan Emilia pun saling pandang. Dario menggedikkan bahunya dan menyandarkan kepalanya pada bahu Emilia.
Hanna : Oh, sorry ya, hehe. Maksud gue kenalan dalam artian yang bener gitu, hehe.
Dario Alatas : Apaanseh? Gaje lo tolol.
Balasan baru.
Hanna : Buset, galak, ya.
Hanna : Untung ganteng, hehe.
Dario Alatas : O?
Dario Alatas : /blckd.
"Yah, jahat!" celetuk Dario sambil terkekeh.
Emilia juga ikut terkekeh dan mencubiti gemas pipi Dario. "Berani ambil lo, mereka gak akan tenang."
Sore itu, hati Dario terasa hangat. Karena Emilia-nya.
***