Dan akhirnya Andi pun terus menginjak pedal gas truk nya menuju Banyuwangi.
"Go Banyuwangi ..!!" Teriak Andi dengan semangat.
Itulah mereka berdua meski terbilang cukup nakal dan bandel namun untuk membiayai kebandelan dan kenakalannya itu mereka sangatlah gigih.
Perjalanan dari Jember ke Banyuwangi masih memerlukan waktu tiga jam lagi itupun kalau lancar kalau sampai terjebak macet di gunung Gumitir bisa molor berjam-jam.
Sementara waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam, Kira-kira setengah jam lagi mereka akan mulai memasuki hutan dan selanjutnya melalui gunung Gumitir.
Sebuah medan jalan yang sangat ekstrim, di samping jalan yang menanjak dan turunan yang tajam di sebelah kiri juga terdapat tebing dan di sebelah kanan juga jurang yang sangat dalam.
"Semoga saja gak hujan Jar, kalau sampai hujan bisa sangat bahaya ini," ucap Andi.
Fajar hanya terlihat mengangguk sambil terus memperhatikan Andi yang tangannya terlihat sangat luwes dalam mengendalikan kemudi truk untuk menghadapi ekstrimnya jalanan.
Kira-kira setelah tiga puluh menit berlalu mereka pun telah turun dari jalan pegunungan dan mulai memasuki kawasan pemukiman warga.
Karena waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam maka Andi pun memutuskan untuk istirahat di Penginapan yang biasa di jadikan tempat para sopir untuk istirahat.
Penginapan para Sopir jangan dibayangkan kalau itu sebuah Hotel atau villa, tapi hanyalah sebuah warung yang memiliki ruangan yang sangat luas lengkap dengan dipan-dipan kayu untuk tempat para sopir sekedar membaringkan tubuh untuk melepas penat.
Namun karena kebanyakan para sopir itu memang orang yang kecapean jadi meskipun tempat itu sangat sederhana tidak jarang mereka bisa tertidur dengan sangat pulsanya.
Termasuk dengan Andi, setelah memarkirkan truk nya Andi pun langsung masuk dan merebahkan tubuh kedipan yang terlihat masih kosong, dan tidak selang berapa lama nampak Andi pun sudah terlelap tidur.
Berbeda dengan Fajar, dia tidak ikut masuk ke tempat penginapan tapi lebih memilih tidur didalam truk.
Suasana tempat penginapan meski terlihat banyak pengunjung tapi kalau sudah malam seperti itu ya terlihat sepi, hanya terlihat beberapa orang yang masih asik bermain kartu.
Kira-kira pukul setengah empat pagi dan bunyi tape masjid mulai terdengar pertanda sudah mendekati waktu subuh, para sopir-sopir itu mulai bangun ada yang langsung berangkat melanjutkan perjalanannya ada yang memesan kopi dan ada juga yang masih mau mengerjakan sholat.
Begitu pula dengan Andi, dia pun juga sudah bangun, setelah dari kamar kecil Andi lalu bergegas hendak membangun kan Fajar.
"Jar, bangun Jar," ucap Andi membangunkan.
"Eeeeehh,,," suara Fajar yang terlihat merenggangkan tubuhnya.
"Ndi, lapar banget aku," ucap Fajar sambil terlihat menepuk perutnya.
"Ya, sana cuci muka dulu habis ini kita ngopi sambil nungguin sarapan," jawab Andi.
Setelah itu lalu Andi pun masuk ke dapur warung untuk memesan kopi.
"Mak, kopi dua sarapan dua," ucap Andi kepada penjaga warung yang akrab dipanggil Mak Yem itu.
"Kopi siap kalau sarapan nunggu ya Le ..." jawab Mak Yem.
"Oke Mak siap," Sahut Andi.
"Sama surya dua bungkus ya Mak," tambah Andi sambil bergegas duduk di dipan yang ada didepan warung.
Sambil menikmati sejuknya udara pagi pegunungan Gumitir pandangan Andi terlihat mengawasi mobil yang berlalu lalang dijalan raya.
Dan tidak lama kemudian Mak Yem pun datang sambil membawakan dua gelas kopi dan dua bungkus rokok Surya bersamaan dengan datangnya Fajar yang telah selesai dari kamar kecil.
"Kita mau ke Banyuwangi sebelah mana Ndi?" Tanya Fajar.
"Ke daerah Plampang ke juragan Babe," jawab Andi.
"Emang kalau disitu pasti dapat barang ya?" Lanjut Fajar bertanya.
"Sangat bisa dipastikan, bahkan kalau nanti di gudangnya gak ada kita akan langsung disuruh ambil di salah satu petaninya," terang Andi pada Fajar.
"Lha ndak malah kelamaan Ndi?" Lanjut Fajar bertanya.
"Lebih lama sih jelas, tapi kalau kita ambil ke petani pasti akan dapat harga lebih murah," jawab Andi menjelaskan.
Tidak lama kemudian Mak Yem pun datang dengan membawa satu bakul nasi plus satu nampan kecil berisikan sayur pecel dengan lauk ikan lele di goreng, menu sederhana yang sangat sesuai dengan kondisi keuangan para pekerja jalanan.
Menu dengan harga bersahabat dengan jaminan kenyang sampai puas.
Terlihat sangat lahap mereka berdua menikmati menu pesanannya itu, sampai untuk ikannya mereka nambah lagi.
Dan setelah selesai sarapan dan membayar, Andi dan Fajar pun segera bertolak menuju Plampang ke gudang Juragan Babe.
Setelah kira-kira satu jam perjalanan akhirnya mereka pun sampai, tepat pukul tujuh pagi.
"Pagi Be," Sapa Andi kepada juragan yang kira-kira berusia setengah abad tersebut.
"Pagi..." balas lelaki yang masih memakai sarung dan hanya berkaos oblong itu.
"Ada barang Be?" Tanya Andi.
"Banyak, mau ambil berapa kamu?" Balas Babe.
"Enam tonton Be," sahut Andi.
"Mau yang sudah di gudang atau masih di sawah?" Lanjut Babe.
"kalau yang sudah di gudang berapa?" Lanjut Andi.
"Lima ribu tujuh ratus."
"Kalau yang masih di sawah?"
"Selisih seribu, empat ribu tujuh ratus," balas Babe.
"Mau yang di sawah saja lah Be," sahut Andi.
"Ya nanti agak siangan nunggu anak-anak pengunduh datang," Lanjut Babe menerangkan.
Sesaat kira-kira selang setengah jam para pekerja pengunduh pun mulai datang tapi ada dua yang tidak datang dengan alasan sedang gak enak badan.
"Andi, jadi gini karena pengunduh kurang dua maka ini nanti agak lama jadinya," terang Babe.
"Lha terus gimana Be?" Tanya Andi.
"Ya kalau kamu pingin lebih cepat ya kamu sekalian ikut bantuin metik," terang Babe.
"Dapat potongan harga to Be?" Lanjut Andi bertanya.
"Alah... gampang," balas Babe.
Akhirnya Andi dan Fajar pun ikutan metik buah di sawah yang jaraknya tidak jauh dari kediaman Babe.
Meski terbilang masih ABG dan baru pertama kalinya ikut metik buah jeruk di kebun secara langsung, namun Fajar terlihat sangat cekatan dan sangat gesit.
Bahkan manakala dia juga ikut memikul buah dalam keranjang yang rata-rata berbobot empat puluh kilo gram Fajar juga tidak kalah dari para pekerja yang sudah terbiasa itu.
Tidak ada yang menyangka kalau dia itu sebenernya adalah Anak seorang yang kaya raya, yaitu Haji Somad pemilik toko kain terbesar di pasar kapasan yang memiliki banyak cabang itu.
Bahkan Fajar sendiri tidak tahu kalau di Banyuwangi pun ditempat sekarang dia lagi bertarung memeras keringat untuk mendapatkan rupiah juga terdapat Toko Ayahnya.
Fajar seolah tidak tertarik sama sekali dengan Kerajaan bisnis yang dimiliki oleh Ayahnya tersebut.
Dia terlihat sangat menikmati cara hidup nya meski itu terlihat sangat keras dan harus terusir dari keluarga.
Bersambung.