webnovel

Jalan-jalan ke Mall

"Marko?"

Deg

Debi merutuki mulutnya yang salah ucap. Bisa-bisanya Debi memanggil Rafa dengan panggilan Marko.

"Ma-maaf, maksudku Rafa."

Rafa sempat terdiam, dan Debi melihat itu. Mendengar Debi menyebut nama Marko. Rafa jadi ingat dengan keponakannya. Rafa melihat Debi penuh tanya.

"Apa mungkin yang Debi maksud Marko keponakanku? Jika itu benar, berarti Marko dan Debi ada hubungan yang tidak aku ketahui?" bisiknya.

"Rafa."

"Eh iya, ada apa?"

"Kenapa kamu bengong?"

"Aku hanya kaget saja kamu salah menyebutkan namaku. Kalau aku boleh tahu, memangnya Marko itu siapa?"

Debi menundukkan kepalanya. Wajahnya berubah menjadi sendu, dan Rafa melihat itu. Debi merasa enggan untuk bercerita tentang Marko. Apalagi menceritakan tentang Marko sama halnya membuka luka yang sekuat tenaga ia kubur.

"Kenapa kamu diam Debi? Apakah Marko seseorang yang kamu sukai?"

"Enggak kok, Marko hanya sahabat dekatku."

"Kalau boleh tahu, nama panjangnya Marko itu siapa ya Debi?"

"Kenapa kamu menanyakan hal itu?" balas Debi merasa aneh.

"Enggak kok, aku hanya tanya saja. Itu pun kalau kamu mau menjawab."

"Sudahlah, gak usah dibahas. Orang gak penting juga kok."

"Ya sudah kalau kamu memang gak mau membahasnya."

Rafa kembali fokus pada jalan raya. Meski sebenarnya Rafa masih sangat penasaran, tapi Rafa bisa apa. Rafa tidak mungkin memaksa Debi untuk menceritakannya.

Rafa dan juga Debi berjalan keluar dari dalam mobil. Mereka berjalan bersama untuk masuk ke dalam mall.

"Wah, besar sekali."

Ini pertama kalinya Debi masuk ke dalam mall. Melihat interior dan juga kemewahan mall, membuat Debi berdecak kagum.

"Kamu baru pertama masuk ke dalam mall?"

"Iya, ini pertama kalinya aku masuk ke dalam mall."

"Aku akan mengajak kamu untuk jalan-jalan di dalamnya."

"Iya, aku mau," balas Debi bersemangat.

"Ayo jalan."

"Iya."

Debi bersama Rafa melangkahkan kakinya mengitari mall.

Debi dan juga Rafa berjalan dari ujung mall hingga ujung mall lagi. Mereka menyelanginya dengan membeli es krim. Rasanya sangat menyenangkan, dan Debi sangat bahagia.

"Kamu senang?"

"Iya, aku sangat senang. Terima kasih ya sudah mengajak aku ke mall."

"Iya, sama-sama."

"Kita beli makan ya?"

"Nanti Rafa. Kita beli kada saja untuk Kakak kamu."

"Oh iya, aku sampai lupa."

"Kakak kamu laki-laki atau perempuan?"

"Kakakku perempuan. Kira-kira perempuan suka barang apa ya saat ulang tahun?"

"Biasanya sih perempuan suka dibelikan tas atau mungkin sepatu."

"Kalau begitu aku akan membelikan kakakku tas saja deh."

"Tapi kan setiap perempuan punya selera yang berbeda. Bagaimana kalau Kakak kamu suka sama barang yang lain?"

"Tidak apa-apa, aku yakin pilihan kamu yang disuka kakakku. Ayo kita cari sekarang."

"Iya."

Debi berjalan masuk ke dalam toko tas. Di dalam sana Debi melihat ada banyak sekali model tas yang sangat bagus dan juga mewah. Pastinya semua tas yang ada di dalam sini harganya sangat mahal.

"Minta tolong bantu aku cariin tas untuk kakakku ya?"

"Iya."

Debi mengedarkan pandangannya. Saat itu Debi melihat tas yang sangat sederhana, tapi terkesan sangat mewah.

"Tas itu bagus," tunjuk Debi.

"Yang itu?"

"Iya, yang itu."

"Mbak, minta tolong ambilkan tas itu ya," kata Rafa pada pelayan toko.

"Iya Mas, akan saya ambilkan."

Setelah pelayan itu mengambilkan tas yang ditunjuk Rafa. Pelayan itu kembali berjalan mendekati Rafa.

"Ini Mas, tas yang Mas minta."

"Iya Mbak, terima kasih."

Rafa mengambil tas itu, dan memperlihatkannya kepada Debi.

"Bagus gak?"

"Iya, ini sangat bagus."

"Aku beli ini deh kalau gitu."

"Tapi harganya......."

Debi sempat terkejut saat melihat harga tas yang sangat fantastis.

"Kenapa?"

"Harganya mahal Rafa."

"Enggak apa-apa, aku bisa bayar kok. Ayo kita ke kasir."

Rafa berjalan menuju kasir, begitu juga dengan Debi yang berjalan mengikutinya.

"Mbak, saya mau beli tas ini. Apakah ada dua yang model seperti ini?"

"Iya Mas, kebetulan di toko kami hanya ada dua model yang seperti ini. Mas mau membeli semuanya?"

"Iya, saya mau membeli semuanya."

"Baik Mas, biar diambilkan pelayan saya dulu."

"Iya."

Setelah cukup lama menunggu, tas yang Rafa minta sudah ada di depannya.

"Ini Mas, tas yang Mas minta."

"Iya Mbak, berapa totalnya?"

"150 juta ya Mas semuanya."

"Iya Mbak."

Rafa mengambil kartu miliknya, dan memberikannya kepada petugas kasir. Sementara Debi yang melihatnya pun sampai melongo. Uang sebanyak itu bisa Debi gunakan untuk biaya hidup beberapa bulan ke depan.

"Kalau orang kaya mah bebas mau beli apapun," bisiknya.

"Ini Mas, kartu dan barangnya."

"Iya."

Rafa membawa barang itu, dan setelahnya berjalan keluar bersama Debi.

"Kita cari makan dulu ya?"

"Enggak usah deh, aku makan di kantin kampus saja."

"Kenapa?"

"Nanti uang kamu habis."

"Uangku gak akan habis. Udah yuk cari makan."

"Enggak deh, aku mau beli makan di kantin kampus saja Rafa."

"Baiklah kalau kamu memang tidak mau. Kita pulang sekarang."

"Iya."

Debi bersama Rafa melangkahkan kaki mereka berjalan keluar dari dalam mall.

Tap tap tap

Langkah Marko berderap menuju parkiran. Marko berniat ingin mencari omnya, tapi sayangnya Marko tidak menemukan omnya. Bahkan Marko juga tidak melihat mobil omnya terparkir di sana.

"Kemana sih Om Rafa ini. Sukanya ngilang terus. Bikin kesel saja."

"Sedang apa kamu di sini Marko?"

Marko mengalihkan pandangannya saat mendengar suara seseorang. Ternyata itu suara Gilang bersama kedua temannya.

"Aku lagi nyari Om Rafa. Apa kalian melihatnya?"

"Memangnya Om Rafa ikut ke kampus?"

"Iya, Om Rafa ikut ke kampus."

"Ngapain Om Rafa ikut ke kampus? Om Rafa kan sudah tua."

"Mau nyari calon istri dia."

"Apa? Om Rafa mau nyari calon istri? Kok di sini? Mana ada yang mau sama Om Rafa. Secara Om Rafa kan sudah tua."

"He, jaga ucapan kamu. Om Rafa memang sudah tua, tapi Om Rafa masih tampan dan juga bergaya."

"Noh, denger. Ponakannya gak terima," sahut Bima.

"Yeee, aku kan ngomong kenyataannya."

"Kenyataan apaan. Salah sih iya. Omku itu banyak yang naksir."

"Noh, dengerin. Om Rafa banyak yang naksir. Gak kayak kamu. Gak laku."

"Kamu ini apa sih Bima. Kompor saja."

Bima cekikikan melihat Gilang padanya. Puas rasanya melihat Gilang sampai marah.

"Kalian di sini bukannya bantuin nyari Om Rafa malah bikin kesel saja."

"Kita mau bantu nyari Om Rafa bagaimana Marko? Om Rafa kan sudah besar, nanti kalau dia capek jalan-jalan, dia pasti akan kembali lagi," sahut Bagas.

"Betul itu, jadi gak nyariin Om Rafa," sahut Gilang.

"Masalahnya aku mau pulang sekarang."

"Tumben kamu mau pulang sekarang. Memangnya kamu gak ada janji sama dosen pembimbing kamu?"

"Ada, tapi aku sengaja pulang cepat."

"Kenapa?"

"Ada yang bikin kesal."

"Siapa?"

"Marko, kamu nyebelin banget sih."