webnovel

Ancaman Oma

Gadis cantik yang baru dua hari menjadi pengantin ini terbangun dari tidurnya saat jam tiga, dia segera bangun dan melaksanakan solat malam.

Setelah melaksanakan solat sunnah malam Aya membangunkan suaminya.

"Pak bangun, Pak ...." titah Aya menggerakkan kaki Mahis, Mahis malah menutup kepalanya dengan malas.

"Orang malas itu matanya dipipisi setan, telinganya juga, ih jorok, makanya jangan menuruti rasa malas," tegur Aya seperti biasa dengan kecerewatannya.

"Kamu itu heh ..." Mahis bangun dengan meregangkan kedua tangannya seperti akan meremat istrinya, namun dia pergi ke kamar mandi dengan terpaksa.

'Kenapa hanya dibegitukan rasanya sangat sakit,' batinnya, dia mengambil ponsel lalu duduk menyendiri dan memejamkan mata di luar ruangan.

Mahis melaksanakan solat, setelah solat dia melihat Aya yang merana duduk sendiri di malam yang sunyi.

"Sepertinya Oma sudah pergi. Emmm. Apa aku bisa membuka hatiku untuknya? Saat ini saja melihatnya aku sudah enek, huhf ...." Mahis membaca Alquran. Walau dia pemalas namun nasehat Omanya selalu dia amalkan. Membaca Ayat suci Alquran walau tujuh Ayat. Kebiasaan itu sudah mendarah daging.

Mahis fokus mengaji.

Plok

Plok

Aya menepuki nyamuk lalu masuk dan berbaring, sepertinya dia memilih diam deh.

Azan subuh berkumandang, Mahis membuka ponselnya karena ada voice note.

"Oma pulang, awas saja kalau kamu tetap acuh kepada Aya. Oma akan pergi dari hidupmu jika kamu tidak mau berjuang." Mendengarkan itu Mahis hanya memejamkan mata sambil menghela napas lalu memanggil nama istrinya.

"Aya. Ya ... solat!" Mahis menguyurnya, Aya bangun dan tidak berkata apapun, dia tidak secerewet biasanya, dia hanya diam dengan terlihat kempas-kempis dengan mata yang berair.

Mahis merasa menyesal dia mengambil handuk lalu mengeringkan rambut istrinya, Aya hanya merunduk.

"Sudah ... tidak papa," ujarnya lalu masuk ke kamar mandi. Tidak lama keduanya melaksanakan solat berjama'ah.

Setelah solat subuh, Mahis olah raga Aya lanjut masak di dapur.

Drettt

Drettt

Mahis mengambil ponselnya dari saku.

"Assalamualaikum Oma," sapa Mahis sambil lari di tempat.

"Wa'alaikumsalam," suara Oma terlihat sangat acuh dan marah.

"Oma kenapa lagi?" tanya Mahis menghetikan gerakannya.

"Oma minta dikirimin foto kamu mengecup pipi Aya, lalu pergi liburan naik kuda dan abadikan semua, semua foto harus ada seratus dan mesra kalau kamu tidak mau melakukan itu, kantor kamu Oma segel," ancam Oma.

"Wih ... galaknya, ampun ... oke wanita cantikku," jawaban yang terdengar sangat malas.

"Mahis Rarendra ... Allah itu memilihkan dia jelas ada kebaikannya yang kamu tidak akan tau untuk saat ini, memang Oma sebagai pelantara dan sangat memaksamu, tapi kembali lagi Oma minta sama kamu ya, tetap belajar, lihat dia dari kelebihannya pasti kekurangan akan tertutupi," mendengan ocehan Omanya Mahis malah menggletakkan ponselnya di atas meja, sambil meregangkan otot tangan.

"Saat Oma masih hidup kamu tidak mendengarkan, lebih baik Oma pergi saja, bukankah itu yang kamu harapkan?" mendengar Omanya, Mahis segera merespon.

"Jangan Oma ... baik, lihat ini ... matiin dulu telponnya, Oma maunya aku berbuat apa?" tanya Mahis sambil berjalan cepat ke dapur mencari istrinya.

"Muahc di bibirnya," pinta Oma, Mahis menghentikan langkah saat melihat Aya sedang asik bicara sama mantan pacarnya, Mahis menutup telpon segera ke aplikasi kamera mendekat, menarik pinggang Aya sangat cepat adegan itu.

Krik

Setelah berhasil mendapatkan jepretan yang sempurna Mahis pergi, Aya tidak berkutik seketika, dia masih tercengang.

Aya masih merasakan sesuatu di bibirnya, dia merasa malu ketika semua mata tertuju padanya, Aya berlari mencari suaminya.

Mahis sudah berhasil mengirimkan foto itu ke Oma, Aya datang dengan wajah merah memanas karena marah.

"Kamu memperlakukanku sesuka hati,

aku bukan boneka, kamu egois makanya mantan pacar kamu tidak betah sama kamu," ucapan Aya membuat Mahis mengangkat tangan.

"Kenapa mau tampar? Tampar!!!" Aya mencondongkan pipinya, Mahis mengecup pipi itu sambil memotret, lalu pergi tanpa ekprsi dengan memanggil Oma dengan Vidio.

"Lihat ... sini sayang," panggil Mahis, Aya menghela napas lalu berjalan dan menutupi masalahnya.

"Halo Oma, Assalamualaikum," sapa hangat gadis itu.

"Wa'alaikumsalam, katakan dengan jujur kamu dipaksakan? Kamu sama Mahis dipaksakan?" pertanyaan Oma membuat Mahis melotot ke Aya.

'Semoga si Aya mau ngibulin Oma, aduh bahaya kalau Oma sampai serangan janting, eh jantung."

"Dia sangat romantis Oma, masa mengecup di muka umum, kan malu."

"Kalau cinta satu malam sudah belum?" pertanyaan Oma yang sangat aneh membuat Aya dan Mahis menatap Aya. Aya melihat sejenak ke arah suaminya, Mahis menaikan alis.

'Aduh ... berhoax ya Ya, please ... demi ... demi ...' batin Mahis berharap istrinya berbohong.

"Maaf Oma belum," jawaban Aya membuat Mahis pasrah. "Soalnya aku sedang datang pulau merah, Oma ..." imbuhnya, Mahis tidak menduga dia tersenyum setelah merasa dilindungi.

"O ... ya sudah, sana gih liburan naik kuda, pergi ke tempat-tempat romantis, kalau Mahis kasar bilang, kalau Mahis kejam bilang," belum selesai.

"Oma ... cucu Oma aku," jelas Mahis menyahut.

"Kalau gitu kecupan lagi, di bibir dua menit baru boleh aku matikan, kalau kalian tidak mau pasti semua hanya pura-pura dan kebolongan," permintaan aneh itu terulang, Mahis dan Aya saling menatap.

Mahis dengan cepat menarik pinggang Aya dengan tangan kiri dan tangan kanan Mahis mengangkat Ponsel agar Oma melihat apa yang di lakulan, Aya merasa janggung kedua tangan yamg ditekuknya berada di depan dadanya.

Mahis memberikan apa yang diminta Omanya, semua itu hanya keterpaksaan Mahis tidak memilik kemistri sama sekali, dan Aya menikmati apa yang telah dilalukan oleh suaminya, Mahis menarik mengusap dengan lembut.

Aya yang awalnya terpejam dia membuka mata, setelah merasakan kesahduan yang diberikan suaminya.

'Apa dia sudah ada rasa? Apa dia merasakan getaran yang mendidih ini? Apa dia sudah menerimaku? Apa ini? Apa ini semua hanya keterpaksaannya? Aku akan merasakan sakit hati jika pada akhirnya aku tidak mendapatkan cinta darinya,' batin Aya menitihkan air mata saat kembali memejamkan mata. Setelah panggilan terputus.

Mahis melepaskan dan melihat bulir bening itu melintas digaris pipi istrinya, Aya segera menyeka dan melangkah cepat.

"Terima kasih sudah mau berpura-pura," ucap Mahis cepat, Aya hanya mengangguk pelan lalu ke dapur.

"Dia menangis karena apa? Aku tidak menyakitinya, ah ... bodo amat," gumamnya lalu mendapat teks pesan dari Rafka.

[Mas pekerjaan menumpuk ini pdf filenya aku kirimkan ya,]

Chat yang begitu banyak dari Rafka tentang pekerjaan kantor. Mahis mengambil laptop lalu melihat tulisan yang begitu banyak.

Dia mulai sibuk, suara langkah dari alah belakang, Aya membawa banyak makanan.

"Mari makan," ajak Aya, "Ah pasti diam," imbuhnya menyerah sebelum berperang.

"Aku tidak biasa sarapan, nanti jam delapan, aku akan makan, aku tidak suka makanan panas," jelasnya sambil mengetik laptopnya.

Aya duduk lalu membuka hpnya sambil chatan sama Oma tanpa diketahui Mahis.