webnovel

Hanya Dapat Menghela Napas

Aya sangat asik dengan ponselnya, Mahis sangat acuh. Aya mengambil foto suaminya lalu mengirimkan ke Oma.

[He hehe, aku tau dia masih acuh, tapi Oma yakin dia akan segera membuka hati untukmu. Sabar ya ... dia dingin orangnya, tapi ... Oma mau tanya tolong jawab dengan jujur kamu beneran sedang kedatangan tamu?]

Aya tersenyum lalu mengetik.

[Iya Oma, baru saja, aku juga belum siap Oma, aku yakin pak suami akan mencintaiku, walau banyak rintangan aku akan berjuang karna dia milikku yang benar-benar halal. Aku akan menantinya, aku yakin tidak akan ada tang sia-sia,]

jawaban Aya sangat memuaskan Sang Oma.

Hampa terasa diriku tanpa dirimu.

Itulah lirik dari ponsel Mahis, saking sibuknya Mahis tidak merespon, Aya berdiri lalu membaca nomer yang diberi nama.

Cinta Yang Terindah

Sudah jelas itu adalah nomer dari mantan terindah.

"Pak su ... ada yang telpon tuh," tunjuk Aya dengan dagu, Mahid terkejut saat tau sang mantan menghubunginya.

"Aku kangen," ujar mantannya, Mahis menatap Aya, Aya tersenyum.

"Ingat kamu Allah Maha Melihat, Maha Mendengar, dan ingat pula ada Malaikat yang akan mencatat," ujar Aya keras, lalu berjalan menikmati arus sungai dengan duduk.

"Kay ... apa maksudmu?" tanya Mahis.

"Tidak papa, aku hanya kembali memancingmu, kamu di mana?" tanya Kayla.

"Aku sangat rindu ... namun kamu sudah memiliki orang lain, apakah tetap boleh aku mencintaimu?" tanya Mahis, Kayla tertawa kecil.

"Maaf aku PHP in kamu," kata Kayla menutup telpon.

"Halo, halo? Apa maksudnya? Kamu membuat aku semakin terbelenggu Kay,

apa dia akan memutuskan pernikahannya? Semoga," gumamnya, lalu kembali bekerja.

Harum sedap aroma masakan khas rempah-rempah membuat Mahis merasa lapar, apalagi masakan istrinya memang enak.

"Gengsi amat mau makan, aku tidakmau hutang budi tapi ... aku malah tidak terbedaya oleh Oma," gumamnya lalu fokus ke pekerjaan, namun perutnya tidak bisa dikendalikan. Perut bunyi krucuk-krucuk menjadi.

Mahis melihat Aya yang sedang melamun. "Aku sama sekali tidak kasihan walaupun dia meronta ataupun memelas, aku sangat muak, heh ... apa aku bisa hidup dengannya."

Dret

Dret

Dari nomer tidak dikenal, Mahis membuka chat itu.

[Pak Su. Kita sudah terikat janji suci, aku harap kamu tidak bertemu dengannya tanpa izinku, aku akan mengizinkan kok, silahkan kalau mau melepas rindu.]

Chat itu membuat Mahis heran dengan sikap Aya yang tenang dan tidak menunjukkan kemarahan.

[Hujan dan mendung dari langit akan menggetarkan jiwa, sedang aku juga akan menangis saat aku menyadari ternyata aku sangat cinta dan terlambar mengerti akan hal itu. Cintaku mulai menjadi sebuah buih semoga saja tidak menguap. Karna jika menguap bisa saja cinta itu habis tidak tersisa, sama halnya seperti mentari yang terik dan menghilangkan uap.]

Mahis menatap istrinya dari kejauhan, ia mulai mengetik.

[Makan yuk.]

chat dari Mahis tidak lama ada chat masuk.

[Aku istri bukan teman makan, ataupun teman tidur, aku teman hidupmu. Jadi ayo ... aku juga sudah keroncongan,] setelah membaca istrinya sudah berdiri di depannya.

Keduanya duduk di alas permadani cuci tangan, berdoa lalu mulai makan.

Hari ini Aya tidak banyak bicara.

Dia menghilangkan duri dari ikan lalu meletakkan di piring Mahis, Mahis hanya memperhatikannya, lalu makan.

'Kenapa dia berubah menjadi pendiam?' batin Mahis, Aya hanya makan sedikit lalu cuci tangan, setelah itu dia berbaring, meringkuk tubuh menutup seluruhnya dengan selimut.

Saat begitu Mahis mulai merasa iba.

'Ada apa dengan si Aya? Apa karena mandi semalam, dia menjadi sakit? Salahku juga sih, ah biarin. Biar dia merasa tersiksa lalu meminta cerai. Yes,' batinnya lalu mengambil ponsel dan kembali duduk di depan laptop.

'Suami tidak punya hati, tanya dong kamu kenapa Yam? Apa sakit? Apa kenapa? Dia makan, makanan yang aku buatkan juga tidak berterima kasih. Hih ... bahkan aku tidak marah dipanggil dengan Ayam, aku berusaha menyelesaikan tugasku, namun ... heh ... apa dia akan bisa mencintaiku? Apa dia tidak akan kembali ke masalalunya? Susahnya ... karna akulah yang lebih dulu jatuh cinta, aku sangat mudah mencintaimu karna ketulusanmu ke Oma yang membuat aku kagum,' batin Aya lalu menghela napas sesak.

'Palingan dia tidak betah, aku yakin pasti sebentar lagi keluar tuh ciut-cuit, cuitannya,' batin Mahis.

lalu melihat pekerjaannya.

Tidak lama ponselnya berdering, "Hmmm ada apa Ga?" telpon dari salah satu Adik kembarnya.

"Mas aku ditahan di kantor polisi, tolong tebuskan, sewakan pengacara, aku janji aku akan kerja dan membayar berapapun hutangku Mas, bahkan aku akan kerja di Kantor setahun tidak di gaji tidak papa Mas, Mas ... Oma tidak tau Mas, kalau Oma tau aku bisa death Mas," mendengar Arga yang terus berbicara Mahis sama sekali tidak terkejut.

Memang adiknya itu sering berulah juga keluar masuk kantor polisi.

"Ada syaratnya tidak perlu kerja dan membayar hutang tapi ... kamu tidak boleh ke diskotek lagi oke, kalau kamu masih mengulangi dan terjadi lagi aku pondokkan kamu."

"Jangan Mas, ampun ... kalau di Pondok apa-apa dilarang Mas, plis Mas ya ... oke, nanti aku tanda tangan di atas matrai dan Mas tulus semua janji yang harus aku patuhi, oke ya Mas, Mas, aku tidak mau mondok Mas, ya ... Mas cepat kirimkan pengacara," pinta Arga.

"Masalahnya apa?"

"Aku dijebak temanku, dia menaruh kantong narkotika di kantongku, aku beneran cuma mabuk Mas, main sama wanita tidak jadi sumpah suwe, bisa dilihat nih alatku masih suci, aku juga takut Oma akan dituntun di neraka makanya aku tidak melakukan itu. Oma kan sering tuh, nasehati ... e ... jangan sampai zina karna sekarang kalian amanahku, kalau aku gagal, aku akan disiksa di sana, kalian tidak kasihan sama wanita renta ini," jelas Arga terus-menerus tidak lelah.

"Baiklah ... kalau nasehat Oma ada yang merasuk ke ragamu berarti masih ada titik baiknya. Aku akan segera mengirim pengaca dan surat perjanjian, kalau kamu mengulangi saat di Pondok nanti akan aku beri uang saku sebulan lima ratus ribu, tidak lebih,"

"Allahu Akbar, baik Mas aku janji demi tidak mondok aku setuju, cepat Mas aku tunggu," ujar Arga menutup telpon. Mahis segera menghubungi pengacara.

'Tuh kan ... dia memang punya hati yang putih, walau setitik, dia pria yang sangat bertanggung jawab, aku yakin suatu saat hatinya akan luluh dengan perhatianku. Ya Allah bantu hamba, Engkaulah dzat yang Maha Segala-galanya.' batin Aya, yang dari tadi mendengarkan.

Langit mendung kelabu suara guntur menggelegar, hujan turun begitu derasnya. Mahis berdiri melihat hujan yang begitu deras.

"Nih kopi," kata Aya menyodorkan secangkir kopi, Mahis menatap aneh lalu mengambilnya, mereka duduk di atas anyaman bambu dan menikmati hujan itu. Tiupan angin menerpa dengan sepercik air langit membasahi wajah ayu Aya.

Mahis sama sekali tidak melihat kecantikan itu, mereka saling diam dan menikmati suara deras dari hujan. Aya mengambil napas dalam-dalam lalu mengeluarkan, Mahis tetap acuh, mereka meletakkan cangkirnya.

'Aku duduk bersama orang yang pendiam, dia terbungkam seribu bahasa seperti tidak punya suara. Pak su kalau terlanjur kagum memang rasanya sangat menyakitkan, apalagi dia acuh, aku juga sudah kehanosan trik,' batin wanita cantik itu.

"Emm. Arga tadi kenapa?" tanya Aya hendak mengambil cangkir, Mahis juga namun salah tangan kanannya menumpuk di punggung tangan Aya. Mereka saling menatap sebentar, Mahis melepaskan lalu menyibakkan rambutnya kebelakang menutupi rasa nerfesnya.

"Ciye ... salah tingkah," ledek wanita cantik itu dengan senyuman yang sangat manis, Mahis membuang wajah sambil meneguk kopinya.

"Bukan urusanmu. Lagian besok-besok kamu juga tahu sendiri!" jawab Mahis, Aya hanya dapat menghela napas.