webnovel

Bumi dan Langit Melawan Takdir

Bumi dan langit Takdirnya tak bisa bersama Namun jika suatu hari cinta bersabda Apakah jarak masih bisa menghalang? Dan menghapus rasa yang ada? Bumi adalah artis tampan yang sedang naik daun. Suatu hari, dia jatuh cinta pada seorang gadis yang sama sekali diluar kriterianya. Gadis itu masih ABG, baru aja lulus SMU, which is berarti belasan tahun lebih muda dari Bumi yang tahun ini menginjak 30. Plus, dia memeluk keyakinan yang berbeda. Keluarga Bumi yang muslim taat tak mungkin menerimanya, jadi Bumi berusaha menghindar dan menghapus semua rasa. Tapi akan mampukah dia pergi, sementara cinta terlanjur menjerat sampai ke sukma?

ghostgirlthewriter · Realistis
Peringkat tidak cukup
31 Chs

BAB 8 - Lunch Bersama Mama dan Anisa

Bumi mengerang saat tiba di depan kafe yang dipilih Mama. <i>Astaga. Apa mama nggak bisa pilih kafe yang lebih sepi? Yang lebih privat?? Dengan enggan, Bumi memandangi kafe yang terang benderang dan ramai di hadapannya.</i>

Bukan apa-apa, dia cuma malas ada wartawan yang kebetulan lewat dan memotret, lalu menulis berita macam macam yang cuma 10 persen benar tentangnya. Atau mungkin, bukan wartawan, tapi fans? Atau hatters. Atau sekedar orang lewat yang tau siapa dia. Zaman sekarang semua orang punya hp berkamera, dan dengan satu klik, foto yang mereka ambil bisa tersebar ke seluruh dunia, dan menimbulkan asumsi macam macam, apalagi kalo ditambah caption yang menggiring.

Tapi dilihatnya Mama dan Anisa sudah tiba, sudah asik makan sambil mengobrol, jadi Bumi nggak punya pilihan kecuali masuk.

"Halo Ma, Halo Anisa," Bumi mencium pipi Mamanya dengan sayang, lalu tersenyum sopan pada Anisa.

"Hai, duduk Mas," jawab Anisa lembut.

Bumi mengangguk dan hendak duduk di bangku kosong samping Mama. Tapi SRET! Dengan Gerakan setangkas polisi mencegat pelanggar lampu merah, Mama menggeser tasnya hingga bertengger di bangku yang semula kosong itu, sambil mengedik penuh arti ke arah kursi kosong di samping Anisa, tanpa menghiraukan Bumi yang komat kamit, berusaha protes tanpa suara.

Sepertinya Anisa bingung karena Bumi nggak duduk duduk, sehingga dia dengan baik hati menarikkan kursi di sampingnya dan mengulangi ajakannya.

"Duduk, Mas."

Dengan sungkan, Bumi pun akhirnya meletakkan pantatnya di samping Anisa. Sembari duduk, dengan sudut matanya dia bisa menangkap senyum bahagia di sudut bibir Mama saat dia menyerutup onion soup-nya.

Mereka makan sambil mengobrol. Tapi Bumi nggak bisa sepenuhnya menikmati makanan enak yang dipesannya (steak, dengan kentang goreng dan saus barbecue, coklat lava cake, dan kopi panas) karena beberapa kali mata elangnya menangkap orang orang di sekitar mereka, sebagian customer, sebagai pelayan, yang sembunyi sembunyi berusaha mengarahkan hp ke arahnya.

Fine.

Besok, acara makan siang casual yang nggak ada artinya apa apa ini pasti akan jadi berita heboh.