webnovel

Bumi dan Langit Melawan Takdir

Bumi dan langit Takdirnya tak bisa bersama Namun jika suatu hari cinta bersabda Apakah jarak masih bisa menghalang? Dan menghapus rasa yang ada? Bumi adalah artis tampan yang sedang naik daun. Suatu hari, dia jatuh cinta pada seorang gadis yang sama sekali diluar kriterianya. Gadis itu masih ABG, baru aja lulus SMU, which is berarti belasan tahun lebih muda dari Bumi yang tahun ini menginjak 30. Plus, dia memeluk keyakinan yang berbeda. Keluarga Bumi yang muslim taat tak mungkin menerimanya, jadi Bumi berusaha menghindar dan menghapus semua rasa. Tapi akan mampukah dia pergi, sementara cinta terlanjur menjerat sampai ke sukma?

ghostgirlthewriter · Realistis
Peringkat tidak cukup
31 Chs

BAB 21 - Gadis Milenial Keras Kepala Berpikiran Absurd

<i>Jadi aku yang menidurkan diri di pangkuannya? Bahkan menarik tangannya, memeluknya di dadaku? Demi Tuhan, Langit belum pernah semalu itu seumur hidupnya. Apalagi saat Bumi mengakui dengan gamblang bahwa dia memang telah memegang dadanya.. selama beberapa detik??!!! </i>

Rasanya Langit ingin mengkerut sampai seukuran semut. Kalo bisa menghilang sekalian. Sayang itu nggak mungkin. Jadi akhirnya dia Cuma duduk sambil menundukkan kepalanya, di tempat yang paling sudut dan jauh dari Bumi di dalam pos hansip itu, berharap mulai detik ini, cowok itu jangan mengajaknya bicara lagi dan mengabaikannya saja, seakan akan dia nggak ada di dunia ini.

Tapi cowok itu malah mendekatinya dan berjongkok di depannya.

"Mau bengong disitu sampai kapan, cewek perawan?"

Langit mendongak dan menatap cowok itu kesal.

"Nggak bisa ya, berhenti ganggu gue?" tukasnya.

Tapi Bumi balas menukas dengan lebih galak lagi.

"Ganggu? Justru lo yang ganggu gue dengan bengang bengong disini."

"Gimana bisa?

"Astaga. Pake nanya lagi. Kita nggak lagi piknik disini woy! Kita disini karena dikejar kejar orang terus kehabisan bensin! Dan sekarang, cuaca udah cerah, nggak ada lagi ujan badai, jadi bukan waktunya duduk duduk santuy lagi, tapi kita harus lanjut jalan sampai nemu orang yang jual bensin ketengan.. biar kita bisa segera pergi dari sini. Ngerti??

"Lo jalan aja sendiri."

"Maksudnya, lo mau ditinggal? Sendirian? Disini?"

Langit mengangguk.

"Nggak usah urusin gue. Biar gue nanti berusaha pulang sendiri. Gue bisa kok."

Ini salah satu hal yang bikin Langit merasa heran. Bukannya system Pendidikan sekarang makin canggih? Gadget dan teknologi juga makin canggih. Tapi bocah bocah milenial ini, yang lahir di tengah tengah semua kecanggihan itu, kenapa jalan pikirannya bukan makin logis, justru makin absurd???

"Oke. Gue akan tinggalin lo disini. Tapi sebelumnya, bisa jelasin dulu ke gue.... gimana caranya lo bakal pulang sendiri???"

"Ya nanti gue pikirin."

"Nggak! Kasih gue jawaban sekarang."

"Kenapa sih ngotot banget?"

"Karena kalo lo nggak bisa kasih jawaban sekarang, artinya, lo nggak bakal keluar dari sini dengan selamat."

"Lo jangan remehin gue!!! Denger ya! kalo gue bilang bisa ya bisa!"

Tambahan, gadis ini bukan Cuma absurd. Tapi juga keras kepala level mampus.

"Lo sekali sekali jangan ngegampangin situasi bisa nggak sih?!!" Bumi mulai kehabisan kesabaran, nada suaranya meninggi. "Lo tau dimana lo berada sekarang? Nggak kan?! Bahkan sinyal hp aja nggak ada disini. GPS nggak terdeteksi. Penduduk sekitar juga kita belum nemu."

Dia pegang dagu Langit dan arahin ke sekitar.

"Liat dong sekitar lo! Ini tempat sepi banget loh.. Lo nggak mikir? Gimana kalo abis gue pergi, ada cowok jahat muncul? Cowok yang betulan jahat dan betulan bejad, dan betulan mau melecehkan elo.... ??"

Langit tercekat.

"Yang pasti sih.. dia bakalan nyentuh lo lebih dari tangan gue sentuh semalam..."

Bumi sengaja angkat tangannya untuk menakut nakuti Langit.

Langit membelalak kesal.

"Lo!!! Jangan bahas soal itu lagi bisa nggak?!!"

"Lo mau gue tutup mulut soal itu??"

"Iyalah!"

"Fine!! Gue bakal tutup mulut. Semua yang terjadi semalam, bakal gue hapus dari ingatan gue. Bakal gue lupain. Tapi ada syaratnya."

"Syarat apa?!!"

"Jangan rewel, dan ayo pergi dari sini."

Langit terdiam.

Tapi dalam hati, dia menyadari kata kata Bumi benar. Bahaya kalo dia sendirian disini, dan jujur juga dia nggak tau gimana caranya bisa pulang. Belum lagi kalo dia betulan ketemu sama orang jahat seperti yang digambarkan Bumi tadi.

Dengan kesal akhirnya Langit mengangguk.

"Oke. Gue ikut lo pergi. Tapi betulan. Janji ya, soal semalem, lo lupain aja, dan jangan bilang siapa siapa?"

"Janji," sahut Bumi pendek.

Tapi entah kenapa, Langit merasa bisa mempercayainya.

Jadi gadis itu sekarang mengangguk dan berdiri. Tapi lalu dia teringat kaosnya yang masih berbekas jejak tangan Bumi dan kebingungan lagi.

"Tapi ini gimana?"

Dia menunjuk kaosnya yang berjejak tangan Bumi dengan canggung.

Bumi melengos malu mengingat bagaimana semalam tangannya bisa bertengger disana, dan dengan segera dia meraih jaketnya.

"Nih!! Pake aja lagi!"

Bumi menyelubungkan jaket itu ke tubuh Langit. Lalu menarik retslitingnya hingga menutupi semua jejak kecoklatan itu dengan sempurna.

"Aman kan? Nggak keliatan lagi kan?"

Langit akhirnya mengangguk.

"Ya udah. Ayo jalan."

Bumi mengangguk dan mereka berdua pun melangkah berdampingan meninggalkan tempat itu.

<b>-----------------------------------------------------------------------------------</b>

<b>Makasih buat semua yang udah baca :)</b>

<b>Jangan lupa baca bab berikutnya yaa...sy usahain update tiap hari.</b>

<b>Jangan lupa juga follow, vote dan tinggalin koment... </b>

<b>Dan buat temen2 yang punya cerita, silakan promosi cerita kalian di kolom komentar dengan masukin : nama penulis, genre, judul, deskripsi, dan link.</b>