webnovel

sebelas

"Kau sudah mengatakan itu tadi."

"Aku tidak punya otoritas, tidak punya surat izin penggeledahan, tidak punya hak menanyakan apapun. Tapi aku tahu bahwa kau lebih mengerti tentang kasus ini daripada kau."

Himura selanjutnya akan melapor pada Eijun bahwa persis dugaannya kalau Hiro Akada terlihat gugup. Dia berhenti tersenyum, matanya terpejam, sama seperti seseorang yang putus asa dan merasa bahwa dia sudah dipastikan kalah. Terlihat dari ekspresinya kalau dia tahu pada akhirnya hari ini akan tiba. Melalui ekspresi wajah, Himura seolah-olah yakin bahwa dirinya akan mendapatkan peluang dari keterangan sosok yang tengah ada di depannya.

Hiro melahap makanannya lalu melirik jam tangannya dan berkata, "Aku akan ke sana lima belas menit lagi. Pesankan aku margarita racikan mereka sendiri."

"Oke." Himura berpikir kalau minum alkohol pada siang hari akan potensial menimbulkan masalah, setidaknya bagi Hiro. Namun kalau dipikir-pikir lagi, mungkin alkohol akan sedikit membantu.

Margarita racikan kedai itu dihadirkan dalam kendi transparan berbentuk seperti mangkuk, dan isinya lebih dari cukup untuk menghilangkan dahaga beberapa orang. Sementara waktu semakin berlalu, margarita itu mulai kondensasi di permukaan gelas, es batu di dalamnya mulai mencair. Himura menyeruput teh dengan lemon. Sejurus kemudian dia mengirim pesan kepada Eijun: "Aku masih menemui HA. Kami sedang makan siang sekarang. Sampai jumpa nanti."

Hiro datang tepat waktu. Dia mendekatkan mangkuk gelas itu, mengambil sedotan, dan menyedot dalam jumlah besar minuman beralkohol itu. Himura berbasa-basi seadanya sambil menunggu pramusaji itu selesai menulis pesanan mereka. Kemudian badan detektif itu condong dan berterus terang.

"Eksekusi hukuman matinya akan dilakukan Kamis ini. Apa kau tahu?"

Hiro mengangguk. "Aku membacanya di surat kabar. Aku membicarakannya dengan ibuku, kabarnya seluruh kota mendengung."

Ibu Hiro Akada masih menetap di Kanto. Ayahnya bekerja di Tokyo, mungkin keduanya sudah berpisah. Kakak laki-lakinya menetap di Kanto, sementara adik perempuannya pindah ke Kyoto.

"Hiro, kami sedang berusaha menghentikan eksekusi itu. Dan kami butuh bantuanmu."

"Siapa yang kau maksud dengan kami?"

"Aku sedang bekerja untuk Robert Eijun."

Hiro tersedak. "Orang sinting itu masih saja terlibat?"

"Tentu. Dia akan selalu terlibat. Sejak hari pertama Furuya terlibat dalam kasus ini, wakilnya adalah Eijun. Sementara aku yakin kalau dia akan tiba di Saitama untuk menyaksikan babak terakhir dari kasus ini. Sekaligus kasus ini adalah momentum terakhirnya menjadi penasihat hukum. Kecuali kalau kita bisa menghentikan eksekusi itu."

"Aku membaca surat kabar tentang rentetan jalannya persidangan itu. Sangat mustahil untuk bisa mengajukan banding. Tidak ada hal yang bisa dilakukan."

"Itu mungkin benar. Tapi, kita tetap tidak boleh menyerah. Nyawa seseorang sedang dipertaruhkan di sini, bagaimana mungkin kita menyerah begitu saja?"

Hiro menenggak seluruh isi minumannya. Himura berharap kalau dia merupakan peminum pasif yang menenggak habis kemudian lemas di pojokan. Bukan mereka yang setelah minum lantas membuat kegaduhan seluruh isi bar.

"Agaknya kau yakin kalau dia tidak bersalah, ya?"

"Benar. Sejak awal aku sudah yakin."

"Berdasarkan apa?"

"Kurangnya bukti-bukti fisik, terdakwa juga mempunyai alibi yang rasional, berdasarkan keterangan kalau dia pada waktu itu berada di tempat lain, pun dia lulus paling tidak dari empat tes poligraf, dia juga selalu menyangkal keterlibatannya, seperti yang sering dituduhkan padanya. Hiro, demi tujuan dari percakapan ini, fakta kalau kesaksianmu di persidangan benar-benar tidak bisa dipercaya. Kau mengatakan tidak pernah melihat mobil van hijau di lapangan parkir di sekitar mobil Bella, itu mustahil. Kau meninggalkan mal melalui pintu masuk menuju bioskop. Dan gadis itu meletakkan mobilnya di sisi timur, di sisi yang berlawanan dari mal. Kau mengada-ada kesaksian itu untuk membantu Polisi mencekal tersangka mereka."

Tidak ada ledakan, tanpa amarah, Hiro menerima semua tuduhan itu dengan tenang, persis seperti anak kecil yang tertangkap basah mencuri selembar uang kertas dari dompet ibunya dan tidak mampu berkata apapun.

"Teruskan," katanya.

"Kau ingin dengar?"

"Aku meyakini kalau aku pernah mendengarnya."

"Kau memang pernah mendengar. Kau mendengarnya di persidangan, delapan tahun lalu. Mr. Eijun menjelaskannya pada dewan juri. Kau begitu tergila-gila pada gadis itu, tapi gadis itu tidak memiliki kegilaan yang sama padamu. Drama yang identik pada anak SMA. Kalian pacaran putus-sambung, tidak ada hubungan seks, hubungan yang kurang mulus, dan pada suatu saat kau curiga bahwa dia berpacaran dengan pria lain. Dan ternyata pria itu adalah Furuya Satoru. Tentu saja, di Kanto, hal itu bisa menuju pada masalah-masalah rumit. Tidak ada yang tahu pasti. Tapi kabar itu justru menyebar tak terkendali. Kemungkinan gadis itu mencoba memutuskan hubungannya dengan Furuya. Sementara Furuya menyangkal hal tersebut. Kemudian setelah gadis itu dinyatakan menghilang, kau mengambil kesempatan itu untuk menyalahkan Furuya. Dan sekarang, kau berhasil menjadi salah satu faktor kehancurannya. Kau mengirim dia dalam penjara hukuman mati, serta sebentar lagi kau akan menjadi orang yang harus bertanggungjawab karena dengan kesaksianmu itu dia akan terbunuh."

"Jadi, aku yang musti menanggung semua kesalahan sekarang?"

"Tepat sekali. Keteranganmu di persidangan memposisikan Furuya berada di tempat kejadian perkara, atau paling tidak begitu lah yang ada di dalam benak para dewan juri. Padahal sebenarnya, kesaksianmu itu nyaris menjadi bahan tertawaan karena sangat tidak konsisten, tapi kelihatannya para dewan juri ingin sekali mempercayaimu, sebab aku tahu kalau selain kau, tidak ada lagi seseorang yang punya hubungan besar dengan korban. Tentunya, kesaksianmu akan sedikit mempermudah mereka. Dan aku tahu bahwa kau sebenarnya tidak melihat mobil van hijau. Kau berbohong. Kau mengarang cerita. Kau juga menelepon Detektif Bonjamin dan memberikannya petunjuk tanpa nama. Dan setelah itu, kau tahu bagaimana cerita selanjutnya."

"Aku tidak menelepon Bonjamin."

"Omong kosong. Tentu kau meneleponnya. Aku punya banyak kenalan yang ahli dalam penelusuran seperti itu. Bahkan bodohnya kau tidak berupaya menyamarkan suaramu. Menurut para analis kami, kau sudah banyak minum tetapi kau tidak mabuk. Ada sebagian kata-katamu yang intonasinya agak sedikit ditarik-tarik. Kau mau melihat laporannya?"

"Tidak perlu. Hal itu tidak akan pernah diakui di dalam persidangan."

"Hal itu disebabkan karena kami tidak tahu teleponmu sampai usai persidangan, dan itu juga karena Polisi dan Jaksa Penuntut merahasiakannya, yang semestinya mengarah pada pembalikan."

Pramusaji itu muncul lagi sambil membawa sepiring Confit de Canard yang mendesis panas, semua itu untuk, Hiro. Himura menerima salad taco-nya dan meminta teh lagi. Setelah melalui proses beberapa gigitan, Hiro mengatakan, "Jadi, siapa pembunuhnya?"

"Siapa yang tahu? Bahkan tidak ada bukti kalau gadis itu sudah mati."

"Mereka menemukan kartu sasana olahraga dan kartu pelajarnya."

"Benar. Tetap saja mereka tidak bisa memprediksi seenaknya karena mereka masih belum menemukan mayatnya. Bisa saja gadis itu masih hidup di suatu tempat."

"Kau tidak mungkin mempercayai itu." Secuil daging ayam yang diperoleh melalui gesekan garpu dan pisau habis dilahapnya.

"Iya. Aku tidak percaya. Aku yakin bahwa dia sudah mati. Tapi saat ini hal itu tidak jadi masalah. Yang lebih penting sekarang karena kita sedang berpacu dengan waktu, dan kami membutuhkanmu, Hiro Akada."

"Kau mau aku bagaimana, hem?" Sambil sedikit meninggikan dagunya.

"Tarik kesaksianmu dan menandatangin afidavit yang menyatakan keterangan yang sebenarnya. Katakan pada kami mengenai apa yang betul-betul kau lihat hari itu. Bahwa malam itu tidak ada apa-apa yang menyangkut Furuya Satoru."

"Aku melihat mobil van hijau."